Opak Gambir Sekar Melati
Opak gambir banyak sekali diproduksi di Blitar, namun produksi Sekar Melati menjadi rekomendasi banyak orang karena terkenal dengan rasanya yang gurih dan renyah. Opak gambir Sekar Sari yang diproduksi di Jl. Melati RT 03 RW 08 Sekardangan Kanigoro, Blitar, ini adalah milik Siti Masitoh (63). Masitoh berhasil memulai usahanya yang dirintis sejak 26 tahun lalu.
Berawal dari ingin mengubah kondisi ekonomi keluarga menjadi lebih baik, Masitoh membuat opak gambir olahannya sebanyak 3 kg tiap harinya. Ternyata, kudapan yang terbuat dari tepung tapioka, gula tepung, gula merah, dan kelapa ini diminati, dan hingga hari ini ia mampu memproduksi opak gambir hampir 1 kuintal setiap hari karena banyaknya permintaan.
"Opak gambir kami sebenarnya tak berbeda dengan opak gambir lainnya. Bahan-bahannya sama dan pengolahannya juga sama. Tapi mungkin rahasianya terletak pada takarannya saja. Soalnya, opak gambir buatan kami terkenal lebih renyah dan gurih," papar Masitoh.
Opak gambir Sekar Melati tak hanya bisa didapatkan di Blitar saja tapi sudah dijual di beberapa agen di Jakarta, Surabaya, Malang, Tulung Agung, Trenggalek, Tuban, dan Jogja. Bahkan tak jarang para TKI yang bekerja di Hongkong dan Taiwan membawa opak gambir Sekar Melati sebagai oleh-oleh ketika kembali ke negara tempat mereka bekerja.
Harga opak gambir Sekar Melati cukup murah, Rp 30 ribu per kilogram, sehingga tak heran bila makanan tradisional ini cepat terjual habis sebagai oleh-oleh. Bentuk opak gambir pun bermacam-macam, ada yang di gulung, dibentuk mawar, dan dilipat dengan varian rasa buah seperti nangka atau durian.
Semua pasti tahu, Blitar juga terkenal sebagai penghasil buah belimbing dewa yang manis dan besar. Potensi besar ini kemudian dimanfaatkan oleh Tri Kholifah (41), yang seblumnya merasa gagal setelah dua kali menjadi TKI di Taiwan. Di tangan ibu rumah tangga ini, sejak 2003 produk dodol belimbing Vita Sari Rasa menjadi ikon oleh-oleh khas kota kelahiran Bung Karno ini.
Usut punya usut, usaha dodol belimbing ini ternyata tak sengaja digeluti Tri. Sebelumnya, ia sempat mendapatkan pelatihan singkat di kelurahan tempat tinggalnya. Tri yang tadinya masih berniat kembali menjadi TKI akhirnya memutuskan untuk membangun usaha sendiri dengan mengolah belimbing.
Kualitas belimbing yang akan dijadikan dodol pun sangat di perhatikan oleh Tri dan secara rutin ia terus mengembangkan potensi pasar dodol belimbing yang saat ini baru dijual di wilayah Jawa Timur saja. Setiap harinya, Tri memproduksi dodol dari belimbing segar sebanyak 25 kg, yang di blender. Kemudian, air belimbingnya ia jadikan sirup dan minuman segar dalam kemasan.
"Untuk wilayah Blitar, penjualan dodol belimbing sebenarnya sangat potensial, produsennya juga baru sedikit. Jadi, ini lahan yang baik untuk dikerjakan. Terbukti buah belimbing yang jumlahnya banyak di sini dapat dimanfaatkan menjadi berbagai makanan dan minuman," terang Tri yang juga berniat mengajak para ibu rumah tangga untuk mau memulai usaha seperti dirinya.
Harga dodol belimbing buatan Tri juga tergolong sangat murah. Kemasan isi 12 dihargai Rp 5 ribu, sedangkan untuk kemasan 500gr dihargai Rp 9 ribu. Dodol Belimbing Vita Sari Rasa bisa di dapatkan di sejumlah toko oleh-oleh yang tersebar di Blitar atau langsung mendapatkannya dengan harga khusus di tempat produksinya di Jl. Rambutan No.86 RT 03 RW 04, Karang Sari, Blitar.
Kue wajik oleh-oleh Blitar yang satu ini tergolong unik dan berbeda dari wajik pada umumnya. Wajik Kletik Ibu Prajitno merupakan kue tradisional khas Blitar yang sudah di produksi sejak 1969 oleh Ibu Prajitno. Dibungkus dengan klobot (pelepah jagung yang dikeringkan) yang di setrika kemudian dijahit rapi, dengan isi wajik terbuat dari beras ketan dan gula kelapa. Rasanya, sangat legitdan membuat penganan ini menjadi pilihan nomor satu untuk di coba.
Retti Retno Indrawati (45) adalah anak ke 9 dari 9 bersaudara dan menjadi generasi kedua yang meneruskan usaha wajik kletik Ibu Prajitno. Retti juga mengelola O'ODABLI, yang merupakan salah satu toko oleh-oleh dan sentra penjualan wajik produksinya. Lulusan Administrasi Niaga, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya ini berhasil mengembangkan usaha peninggalan orangtuanya. Mulai dari jumlah produksi yang semakin meningkat hingga luas toko yang kian melebar.
"Dulu, Ibu setiap hari paling banyak memproduksi wajik 100 renteng. Sekarang, alhamdulillah setiap hari bisa kami produksi sebanyak 500 renteng," ungkap Retti saat ditemui di toko oleh-olehnya di Jl. Dr. Ismail No.3, Blitar. Dengan harga sangat bersahabat, Rp 3.500/renteng, wajik kletik ini juga dibuat dalam kemasan besek berisi 10-20 wajik, atau kemasan dus kecil berisi 40 wajik, serta kemasan besar berisi 60 renteng.
"Kompetitor kami saat ini memang sudah semakin banyak, tapi rahasia Ibu dalam mengolah wajik yang legit tetap saya pertahankan. Mulai dari memilih kualitas bahan hingga proses pengolahan, saya masih turun tangan, jadi rasa wajik kletik resep Ibu tidak berubah, tetap enak," ujar Retti bangga.
Retti pun tak ingin ketinggalan melakukan inovasi untuk wajik kletik asli olahan ibunya. Ia lalu menambahkan pilihan varian rasa seperti wajik kletik kacang hijau, nanas, dan kacang hitam yang juga enak untuk dibawa sebagai buah tangan.
Swita A Hapsari / bersambung
KOMENTAR