Tahun 2006 menjadi awal berdirinya Warung Tahu (WT) yang terletak di Kelapa Gading Permai, Jakarta Utara. Martini Yuliana (32) membuka WT setelah isu tahu berformalin marak dibicarakan. "Karena penasaran, saya ingin membuat tahu yang sehat dan bebas formalin." Dibantu sang ibu, Yuli, sapaannya, membuat berbagai menu sehat berbahan dasar tahu dan kedelai.
"Kalau hanya dari tahu saja, terlalu terbatas, makanya kami kembangkan lagi," kata Yuli yang ditemui di cabang kedua WT di Alam Sutera, Jalan Raya Sutera Boulevard, Serpong. Kendalanya, Yuli kerap kesulitan mencari kedelai yang bagus kualitasnya. Biasanya kedelai lokal besarnya tidak sama. Untunglah, Yuli bertemu dengan asosiasi kedelai Amerika yang punya perwakilan di Indonesia. "Akhirnya, kami memakai kedelai Non GMO, tanpa menggunakan bahan berbahaya bagi kesehatan, misalnya formalin."
Bentuknya mirip kacang lokal tapi bersih, tidak busuk, dan besarnya sama. "Meski harganya lebih mahal. Hampir dua kali kedelai biasa," lanjut Yuli. Tapi, lanjutnya, bila dihitung lagi, pemakaian kedelai lokal justru lebih mahal. Pasalnya, dalam satu karung keledai yang dibeli, setengahnya ada kerikil dan sampah daun.
Yuli yang semula bekerja sebagai general manager di sebuah hotel jaringan luar negeri lantas memutuskan berhenti kerja agar bisa konsentrasi menangani WT. "Ternyata mengedukasi konsumen tidak mudah," cerita ibu berputra satu ini. Apalagi, konsumen banyak menganggap harga makanan di WT murah. "Padahal, semua yang berbahan murni tidak mungkin murah."
Meski kini WT sudah memiliki cabang lain di Alam Sutera, namun 'dapur'nya tetap satu. "Makanan di Kelapa Gading dan Alam Sutera harus sama. Kami bikin bumbu, karyawan tinggal mengolah saja," tutur Yuli sambil menyebut ada 50-an resep seperti Tofu, Tom Yam Sup, Bistik Tahu, Tofu Lasagna, Donat, Susu Kedelai Kacang Kuah. Menu-menu ini dipatok dengan harga berkisar Rp 4 ribu hingga Rp 35 ribu.
Konsumen yang sudah tahu biasanya akan memesan dulu lewat telepon agar tidak menunggu terlalu lama. "Tapi konsumen yang belum tahu pasti marah dan kesal. Masak ronde, kok, lama banget," ujar Yuli yang biasanya lalu menawarkan makanan kecil agar tamu tak kesal menunggu.
Bermodal Rp 100 juta-an untuk membeli mesih giling kedelai modern, kini dalam sehari WT bisa menghabiskan 30 Kg kedelai. Yuli yang enggan menyebut omset WR ini juga mulai menjual susu kedelai botolan yang sudah masuk ke supermarket. "Yang jelas, menjalankan bisnis ini mesti hati-hati, terutama saat menyimpan kedelai biar tak mudah busuk. Salah menyimpan, bisa-bisa besoknya tidak jualan."
Noverita K. Waldan
KOMENTAR