Kini, genap lima bulan Ikhwan dan Desi mencari sang buah hati. Kekhawatiran pun kerap menyeruak di hati mereka tiap hari. "Sekarang kami merasa amat bersalah telah melepas Ilham begitu saja ke tangan orang tak dikenal. Kami takut dia ditelantarkan di jalan, atau organ tubuhnya dijual. Tiap kali ingat Ilham, saya langsung lemas. Tak bisa berbuat apa-apa," ujar Desi lirih.
"Iya, rasanya air mata kami sudah kering dan nyaris putus asa. Baru beberapa hari ini saya mau menatap lagi wajah Ilham di foto. Sebelumnya, saya merasa tak tega. Yang terpikir di benak saya, Ilham makan apa? Bagaimana kalau dibuang di jalan?" timpal Ikhwan dengan mata berkaca-kaca.
Sebenarnya, lanjut Ikhwan, ia tak setuju rencana istrinya menitipkan Ilham berbulan-bulan kepada Rahmat. "Cuma karena saya tidak mau ribut sama istri, jadi, ya, sudah lah. Sekarang saya tidak mau kami jadi saling menyalahkan. Kami hanya ingin terus berupaya menemukan Ilham dan Rahmat, bagaimana pun caranya."
Mengenai ciri-ciri Rahmat, Desi dan Ikhwan memberikan beberapa tanda sebagai ancar-ancar. Tinggi badan Rahmat sekitar 170 cm, badan tegap, kulit hitam, tutur katanya halus, terlihat sopan, dan rambut dipotong cepak. Sementara untuk Ilham, tinggi badannya sekitar 130 cm, kulit sawo matang, belum lancar berbicara, berjalan agak jinjit.
"Ciri khusus Ilham lainnya, ada bekas luka gigitan di atas pergelangan tangan, karena dia suka menggigit tangannya sendiri ketika sedang kesal. Dia juga suka memukul-mukul dada dan kepala sendiri. Jadi, bila menemukan anak laki-laki dengan ciri seperti ini, tolong hubungi kami segera ke nomor ponsel 0818 02740335," ujar Ikhwan penuh harap.
Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Yogyakarta, AKP Ana Rohayati keberatan bila dikatakan pihaknya tidak menindaklanjuti laporan Desi Rahayu, tertanggal 27 Juni mengenai anaknya yang dibawa pergi Rahmat. "Semua laporan yang ada pada saya ditindaklanjuti apa pun hasilnya. Soal hasil, itu soal nanti, yang penting ada upaya. Nah, upaya sudah kami lakukan. Kasus seperti ini bukan perkara mudah, ya. Si terlapor (Rahmat, Red.) ini geraknya cepat. Saya sudah ke orangtuanya, tapi katanya dia sudah lama tidak ketemu terlapor," terangnya.
Setelah Desi melaporkan kehilangan Ilham, lanjut Ana, "Kami membuat administrasi penyidikan sebagai kelengkapan kami melakukan tugas penyelidikan maupun penyidikan. Kami juga melakukan pemanggilan sejumlah saksi termasuk orangtua terlapor. Penyitaan sepeda motor yang menurut pelapor dipakai terlapor untuk membawa anaknya pun sudah kami lakukan. Bahkan sudah melakukan pemanggilan terhadap terlapor dengan alamat seperti yang disampaikan pelapor."
Upaya membuat Daftar Pencarian Orang (DPO) terhadap Rahmat pun sudah dikerjakan. Sayangnya, "Saya baru dapat foto dari Bu Desi beberapa hari lalu. Itu pun perlu saya lakukan konfirmasi ke Bu Desi, mengingat dia yang tahu wajah pelaku saat penyerahan anaknya. Saya juga sudah konfirmasi ke orangtua terlapor, apa betul itu wajah si terlapor, tapi dia bilang bukan. Lalu saya minta foto terlapor, tapi orangtuanya bilang tidak punya. Kami juga kejar sampai ke rumah bekas istri terlapor, tapi juga tak ada foto di sana. Ke bekas rumah yang katanya pernah dikontrak terlapor di Pajangan, saya wawancarai Ketua RT-nya, juga tak ada identitasnya di sana. Pak RT bilang, yang tinggal di daerah itu adalah warga asli. Nah, apa mungkin itu alamat palsu?"
Polisi, lanjut Ana, tak mau salah dalam menyebar foto DPO. Meski demikian, ia mengelak bila dikatakan penyebaran berita DPO lantaran terkendala ketiadaan foto. "Ini sebuah proses, ya. Kami masih butuh konfirmasi kepada Bu Desi." Dan soal anggapan tak pernah ada pemberitahuan tentang perkembangan kasus ini kepada Desi dan Ikhwan, Ana menjawab, "Kami sudah berkirim surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) sebanyak dua kali kepada Bu Desi. Pertama tanggal 9 Juli dan kedua tanggal 23 Agustus. Itu wujud komunikasi kami kepada Bu Desi."
Apa pun, tegas Ana, Rahmat tetap akan dijerat pasal 330 KUHP tentang menguasai anak di bawah umur dari kuasa yang sah, dengan ancaman hukuman tujuh tahun penjara.
Rini Sulistyati
KOMENTAR