Kalau diurut ke belakang, sebenarnya kami tak punya keturunan 'bayi kembar'. Kata dokter-dokter disini yang saya dengar, anak saya mau lahir kembar. Tapi, kembar tak jadi, sehingga di kepala bayi saya tumbuh dua benjolan sebesar kepala juga. Jadi, kalau dilihat sepintas, bayi saya itu seperti bayi dengan 'kepala tiga'.
Namun, saya ridho menerima apa pun rezeki berupa anak yang diberikan Tuhan pada saya. Mungkin itu cobaan buwat saya dan ada hikmahnya. Saya tidak menyalahkan siapa-siapa. Ini memang sudah takdir. Mau bilang apa lagi kalau semua sudah terjadi, ya saya terpaksa harus mentabah-tabahkan hati saya. Mungkin, siapa pun orangnya tak mau terjadi seperti ini.
Dua anak saya sebelumnya, Rosmadani (21) dan Fauziah Hanum (19) adalah anak yang lahir normal tanpa kurang sesuatu apa pun. Entah kenapa saya dan istri, Yusnita (41) tak menyangka- kami akan dapat bayi lagi. Padahal, jarak Fauziah dan adiknya yang lahir hampir seminggu ini jauh sekali. Beda sembilan belas tahun.
Tapi, ya namanya rezeki dari Allah, saya dan istri harus mensyukurinya. Waktu hamil anak ketiga ini istri saya biasa-biasa saja kok. Sama seperti kehamilan yang lalu-lalu. Anak ketiga saya ini berjenis kelamin lelaki. Saya beri dia nama Denis Syahreza. Nama itu cukup bagus dan pemberian dari kakak-kakaknya.
Saat istri saya melahirkan Kamis (27/10) lalu, saya membawanya ke bidan desa dekat rumah kami di Desa Purwodadi, Tanjung Jati, Langkat (Sumatera Utara). Anehnya, waktu itu istri saya terus-terusan mengeluarkan air ketuban, hingga 2 hari. Tentu saja bidan desa itu heran dan bercampur kaget. Dia juga tak sanggup menangani istri saya yang terus makin melemah. Lantas, bidan desa segera merujuk istri saya ke Rumah Sakit Kesehatan Korem (Kesrem) 023 Binjai.
Padahal, sebelumnya saya dan istri tak punya firasat atau tanda-tanda bahkan mimpi kalau istri saya melahirkan anak ketiga kami, akan merasakan kesulitan. Dengan kondisi yang sulit, dengan berjalan tertatih-tatih saya bawa istri saya sekitar jam 01.00 dinihari, Sabtu (29/10), sekitar 5 km dari rumah kami ke RS Kesrem Binjei.
Tak lama di rumah sakit, istri saya segera melahirkan secara sesar. Namun, lagi-lagi muncul keanehan saat bayi lahir tak seperti biasanya saya tak diperlihatkan wajah bayi saya. Namun, saat itu saya tak protes. Apalagi, istri saya. Dia juga tak diizinkan melihat bayinya sendiri. Mungkin takutnya kalau dia tahu bagaimana kondisi bayinya. Nanti dia akan syok berat. Saya pikir ya sudahlah, mungkin nanti tiba saatnya saya akan tahu bagaimana kondisi bayi saya. Apalagi, dokter yang jaga di rumah sakit itu bergantian, jadi bingung mau nanya dokter yang mana.
Saat istri saya melahirkan hampir semua warga desa datang menjenguk. Bahkan, orang-orang juga saya lihat 'tutup mulut' ketika saya tanya bagaimana kondisi bayi saya. Saya makin penasaran. Rasanya tak sabar ingin tahu bagaimana keadaan bayi saya sebenarnya.
Akhirnya, semua pertanyaan yang menghimpit dada saya selama ini terjawab sudah. Saat bayi saya dirujuk kembali ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H Adam Malik Medan, Senin (31/10), saya baru tahu kalau bayi yang baru dilahirkan istri saya punya 'kelainan'. Ya, bayi itu punya 'kepala tiga', begitu yang juga disampaikan orang-orang.
Walau kondisi bayi saya begitu tapi sayang saya terhadapnya tidak berubah. Saya begitu mencintainya. Walau kepalanya 'bermasalah' tapi wajahnya ganteng dan cakep. Kulitnya juga putih. Dari leher ke bawah semua anggota tubuhnya sempurna. Cuma dari leher hingga atas saja yang punya 'kelainan'.
Dengan kondisi tubuh seperti itu saya sudah menerima kok. Dari lahir kondisinya sudah begitu kita mau bilang apa lagi. Yang penting saya berharap para dokter-dokter disini bisa cepat tahu apa nama penyakitnya. Kalau sudah tahu apa penyakitnya kan bisa cepat pengobatannya.
KOMENTAR