Keraton Yogyakarta mulai berhias diri. Meski belum tampak kesibukan kentara pada Rabu (5/10) siang, sebagian dinding keraton telah terpoles cat putih, sehingga membuat bangunan bersejarah yang berdiri sejak 9 Oktober 1755 silam ini tampak benderang dan bersih. Ornamen pada tiang-tiang pendopo pun makin mengilat oleh sepuhan prada. Membuat tiang-tiang kayu berwarna hitam dan hijau tua menjadi makin hidup dan segar.
Renovasi pun sedang dilakukan di Keraton Kilen, tempat kediaman Sultan dan keluarganya. Seperti dijelaskan Koordinator Sekretariat Keraton Kilen KRT Purwowinoto, prosesi pernikahan akan berlangsung sejak 16 Oktober. Beberapa ritual adat keraton berlangsung hingga usai acara resepsi pada 18 Oktober malam hari. Untuk mempersiapkan segala umba-rampe perhelatan agung ini, pihak keraton banyak melibatkan panitia yang berasal dari lingkup keluarga keraton dan pihak eksternal. "Panitia untuk prosesi adat, semuanya dari keluarga. Segala putra-wayah HB IX ikut semua. Sedangkan secara teknis, dari panitia yang berasal dari luar kraton," jelas pria yang kesehariannya juga menjabat Direktur Eksekutif Dekranas DIY.
Diuraikan pula oleh KRT Purwowinoto, dalam pernikahan ini terdapat serangkaian prosesi adat yang terbagi dalam tiga hari, yakni pada hari pertama, Minggu (16/10), adalah Nyantri. Keesokan harinya, Senin (17/10), akan dilakukan prosesi Siraman, Pasang Tratag, Tantingan, dan Midodareni.
Puncak acara pada hari ketiga, Selasa (18/10), yaitu akad nikah, Panggih, ucapan selamat dari para tamu, dan diakhiri dengan kirab menggunakan kereta kencana. Sedangkan malam harinya digelar resepsi di Bangsal Kepatihan Danurejan, yang pelaksanaannya dimulai pukul 19.00 dan berakhir satu jam kemudian.
Salah satu keistimewaan pernikahan ini, mempelai akan melakukan kirab dengan mengendarai kereta kencana. Meski belum ada kepastian mengenai kereta yang akan membawa pasangan mempelai dari keraton menuju Bangsal Kepatihan Danurejan yang berlokasi di Jl Malioboro, KRT Purwowinoto mengungkapkan, adanya kemungkinan penggunaan Kereta Kyai Jongwiyat.
Kereta Jongwiyat berbentuk terbuka, dengan tempat duduk empuk terbalut kain beludru merah. Badan kereta berwarna kuning gading berkombinasi hitam. Di kanan-kiri tempat duduk kusir terdapat dua lampu cantik, berbentuk kotak kaca, ditopang kuningan berukir. Simbol Keraton Yogyakarta tergambar di tengah pintu kereta.
Kereta ini miliki empat roda dan ditarik enam ekor kuda. Kyai Jongwiyat pernah digunakan untuk mengirab kakak sulung Jeng Reni, GKR Pembayun dan Kanjeng Panembahan Wironegoro, di hari pernikahan mereka, 28 Mei 2002. "Kereta akan ditarik enam ekor kuda putih yang disewa dari Bandung," ujar KRT Purwowinoto.
Dilanjutkan oleh pemilik nama asli Ronni Mohamad Guritno ini, kereta yang digunakan tak hanya satu, melainkan enam unit. Kereta-kereta itu akan dikendarai oleh keluarga keraton untuk mengiringi mempelai. "Rutenya hanya lurus dari keraton menuju Kepatihan. Kirab akan berlangsung pukul 16.00."
Kyai Jongwiyat merupakan buatan pabrik kereta ML Hermans en Co., Den Haag, Belanda pada tahun 1880. Kereta ini peninggalan Sri Sultan Hamengkubuwono VII yang pada saat itu berfungsi untuk berperang atau manggala yudha. Sri Sultan Hamengkubuwono VII dikenal sebagai raja yang gigih berperang melawan Belanda. Kereta ini digunakan komandan prajurit keraton.
Kereta Jongwiyat yang berarti perahu terbang ini, menurut GBPH Yudoningrat, dulunya juga dipergunakan Sultan Hamengku Buwono VII pelesiran melihat balapan kuda di arena Balapan (sekarang Jl Urip Sumoharjo). Saat itulah Sultan juga menyapa rakyatnya.
KOMENTAR