Stefana, istri dari Nico Matulessy (72) salah seorang mekanik pesawat Casa 212 yang juga menjadi korban tewas, mengaku sangat terpukul. "Sehari-hari suami saya sehat dan tak pernah mengeluh sakit," ujarnya.
Seharusnya, sejak beberapa bulan terakhir ini Nico tak lagi kut terbang. Namun karena kebijakan perusahaan dan kurangnya sumber daya manusia, Nico yang merupakan instruktur senior itu dipanggil terbang lagi. "Apalagi Nico orangnya patuh pada atasan, tak bisa menolak perintah."
Kenangan demi kenangan pun kemudian membanjiri ingatan Stefana. Pria kelahiran Ambon ini selain bekerja do PT NBA juga menjadi penatua di gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB) Imanuel Medan. Sehari sebelum berangkat, Nico sempat memimpin ibada di salah satu rumah jemaat. "Malamnya, Nico juga mengeluh tentang cuaca buruk yang tak baik untuk terbang."
Kekhawatiran Nico akhirnya benar-benar terjadi. Walau pesawat jatuh pada hari Kamis (29/9), namun keluarga meyakini Nico meninggal di hari Jumat (30/9). "Kami seakan dapat pertanda, jam beker Nico yang sudah lama tidak difungsikan tiba-tiba berbunyi pada hari Jumat subuh. Bertepatan dengan itu, malam harinya saya mimpi melihat Nico melambai pada saya. Kami yakin Jumat itulah Nico pergi," ujar Stefana. Berbekal keyakinan itulah, Stefana dan keluarga menuliskan tanggal 30 sebagai tanggal kematian Nico di nisannya.
Debbi
KOMENTAR