"Memang saya bekerja rumah sakit, tapi tugas saya di sini bukan memegang pasien, tapi sebagai juru bicara," katanya sambil tersenyum.
Kendati profesi barunya ini keluar dari jalur ilmu yang ia pelajari, namun ia mengaku sangat menikmatinya. Di tempat barunya ini, ia merasa mendapat banyak jejaring baru yang selama ini tidak ia miliki. Salah satu di antaranya adalah menjalin relasi dengan awak media yang jumlahnya cukup banyak.
"Awalnya, sih, agak bingung. Tapi seiring berjalannya waktu, saya jadi tahu celahnya bagaiamana berkomunikasi dengan teman-teman media," kata wanita ramah yang ikut merasakan repotnya mendirikan rumah sakit baru.
Soal kemampuan berkomunikasi, menurutnya, relatif tak ada masalah. Sebab, sebelum menjadi PR, ia sudah terbiasa bicara di depan audiens berjumlah besar. Wanita asli Surabaya ini mengaku, setelah menamatkan kuliah kedokterannya, sempat melanjutkan sebagai tenaga PTT di Sidoarjo. Baru setelah itu, ia sering menjadi konsultan dan mengisi ceramah mengenai produk-produk susu dan kecantikan. "Jadi pengalaman itu saya jadikan bekal untuk menjalankan pekerjaan sekarang ini," ujar istri Evert Tersiqa (36) itu.
Selain sebagai PR, oleh rumah sakit yang mengkhususkan diri pada spesialisasi bedah itu, ia juga diberi tugas sebagai tenaga verifikasi. Tugasnya, mengontrol pengeluaran biaya pasien rujukan dari perusahaan rekanan agar tidak melonjak melampuai batas kewajaran. "Jadi, sejumlah perusahaan yang bekerja sama dengan kami tidak akan merasa khawatir bila tiba-tiba tagihan akan melonjak dalam jumlah fantastis," ujar Tia yang juga pernah sebagai dokter UKS di sebuah sekolah di Sidoarja.
Karena saat ini ia lebih banyak berkecimpung di bagian manajemen rumah sakit, ke depannya ia juga ingin melanjutkan kuliah dengan mengambil gelar magister rumah sakit, untuk menambah pengetahuannya mengenai cara mengelola rumah sakit dengan baik dan profesional.
Gandhi
KOMENTAR