Agus, yang lebih dari 10 tahun menjadi koordinator pemakaman mengungkapkan, kabar meninggalnya Steven menjadi perhatian masyarakat. Saat pemakaman sehari sebelumnya, begitu banyak pelayat datang. Baik sahabat, kerabat, maupun masyarakat sekitar makam. "Selama hidupnya, Steven dikenal sebagai orang yang baik. Saya mendengarnya dari para pelayat," kata Agus.
Pria berbadan tegap ini meyakini betul, Steven memang sosok anak yang baik. "Pengalaman saya lebih dari 10 tahun jadi petugas pemakaman, orang yang masa hidupnya dikenal sebagai orang baik, penggalian makamnya selalu mudah," ujar Agus yang mendapat instruksi pemakaman Senin malam.
Selasa sekitar jam 10.00, Agus dan tiga temannya mulai menggali makam. Jam 15.00, semua sudah rapi. Menurut Agus, untuk penggalian makam etnis Tionghoa seperti Steven, memang lebih berat karena lubangnya mesti lebih lebar. "Karena jenazahnya pakai peti. Di dalamnya juga mesti ditata batu bata. Biasanya, sih, untuk tenaga 7 orang, selesai malam hari. Tapi, kali ini dengan tenaga empat orang malah cepat selesai. Karena tanahnya gembur. Meski ada batu, tapi gampang menggalinya."
Agus juga melihat ada keanehan lain. Pada saat musim kemarau seperti sekarang, empat sumur di area pemakaman sudah kering. Namun, saat pemakaman Steven, mendadak sumur melimpah airnya. Cukup untuk proses membuat makam. "Di sekitar makam Steven, kan, dibuat semacam batas dari batubata yang disemen. Makanya butuh air untuk mengaduk pasir dan semen. Semula sudah terbayang susahnya cari air karena sumur kering. Ternyata, hari itu sumurnya tidak kering," papar Agus.
Ditambahkan Agus, banyak pelayat yang ikut merasa kehilangan. "Ada sekitar enam orang yang pingsan karena sangat kehilangan," tuturnya.
Henry
KOMENTAR