"Pak, putri Bapak, Aldine, jatuh dari tangga sekolah. Sekarang dirawat di RS Fatmawati karena lukanya serius. Kalau Bapak tidak yakin, kontak saja gurunya, Pak Wisnu. Ini nomornya..."
Nico, seperti dikutip dari harian Kompas, tentu saja panik mendengar kabar putrinya yang bersekolah di sebuah SMP swasta bilangan Lebak Bulus, Jakarta Selatan, mengalami kecelakaan di sekolahnya. Nico makin percaya ketika Wisnu, guru Aldine yang kemudian dikontaknya, membenarkan perihal putrinya. Bahkan, seorang "dokter" juga ikut bicara. "Ia minta saya datang ke apotek di sekitar unit gawat darurat RS Fatmawati untuk mengambil alat dan obat. Saya juga diminta transfer Rp 17 juta untuk membeli alat kesehatan dan obat," tutur Nico.
Beruntung Nico masih bisa berpikir jernih. Ia tak serta-merta bersedia mentransfer uang yang diminta. Ia ingin mengecek lebih dulu kondisi putrinya dan segera menuju RS. Tiba di situ, ternyata tak ada pasien bernama Aldine. "Menurut satpam di situ, yang saya alami merupakan modus penipuan yang sering terjadi," cerita Nico. Peristiwa yang dialami Nico, juga banyak dialami para ibu. Modusnya nyaris sama, mengabarkan anak mereka jatuh didorong teman dan lainnya, dilarikan ke RS, dan harus segera dioperasi.
Tisu Basah
Begitulah gaya penipuan yang kini marak terjadi setelah era penipuan gaya "Kirimi Mama pulsa" lewat SMS yang sudah mulai ditinggalkan dan telah menelan banyak korban.
Selain modus kejahatan melalui telepon genggam, belakangan juga banyak diberitakan tentang kejahatan jalanan. "Gaya" terbaru adalah pelaku kejahatan membawa tisu basah dan mengincar kaum Hawa di dalam angkutan umum. Caranya, si penjahat memilih tempat duduk di samping calon korbannya lalu mengeluarkan tisu basah yang mengeluarkan aroma menyengat.
Nah, aroma itu membuat korban langsung merasa mual dan pandangan mata berkunang-kunang. Di saat sang korban mulai limbung, si pelaku leluasa menggasak barang berharga milik korban. Ada pula pelaku kejahatan yang berpura-pura menawarkan parfum ke calon korbannya. "Penjaja parfum keliling" ini biasa beroperasi di tempat-tempat parkir. Pura-pura menawarkan parfum sekaligus memaksa korbannya untuk mencium aromanya, seolah melakukan tes wangi. Padahal, aroma itu adalah bius yang membuat korbannya tak sadar.
Pengendara mobil pribadi pun tak luput dari incaran pelaku kejahatan. Beberapa modus yang dilakukan antara lain dengan memasang kertas kardus di kaca belakang mobil atau kaleng yang diikatkan ke bemper belakang mobil. Saat pengemudi sibuk menyingkirkan "sampah" tersebut, para pencuri menggasak benda-benda pribadi yang ditinggal korban di dalam mobil.
Aneka modus kejahatan yang terus berganti dari hari ke hari, kata kriminolog UI, Prof. Adrianus Meliala, Ph.D, "Kejahatan dengan setting jalanan, memang mudah sekali berkembang, berubah, juga hilang. Modus kejahatan ini bersifat spontan dan biasanya individual," paparnya merujuk pada kejahatan di terminal, halte, atau tempat-tempat umum.
Ketika masyarakat belum sadar dengan modus kejahatan ini, akan banyak masyarakat menjadi korban. "Setelah kejadian seperti ini diberitakan media dan polisi berkampanye agar masyarakat hati-hati, biasanya modus ini akan berhenti. Di satu pihak menguntungkan karena masyarakat bisa waspada, tapi di sisi lain para penjahat di jalanan akan segera mengganti dengan modus lainnya."
Cara pencegahannya, tak bisa tidak, kita harus waspada terhadap orang yang tidak dikenal. Menurut Adrianus, "Para pelaku kejahatan biasanya memakai asumsi umum. Misalnya, penumpang itu selalu bosan saat menunggu, sering ia takut beranjak ke mana-mana karena kalau dia pergi, takut antreannya diserobot orang. Biasanya, ia juga kehausan." Nah, kondisi-kondisi seperti itulah yang dimanfaatkan penjahat. "Si pelaku tidak perlu tahu nama korbannya. Hanya saja, hasil kejahatan seperti ini pada umumnya tidak besar. Si pelaku hanya mendapatkan benda berharga yang kebetulan dibawa korbannya."
Lain jika modusnya lebih rumit, kemungkinan hasil yang didapat bisa jauh lebih besar. "Para pelaku bisa juga melakukan penyelidikan. Artinya, dia sudah menentukan target operasinya dan memerlukan informasi tambahan seperti kondisi calon korban. Dalam hal kasus orangtua yang mendapat kabar anaknya tertimpa musibah, ia mesti mencari informasi nama anak, bahkan nama guru untuk meyakinkan korbannya."
Peristiwa kejahatan gaya itu, jelas Adrianus, sudah mencakup tiga dimensi. Yaitu terjadi peristiwa kecelakaan, minta uang dengan cara transfer, dan bahkan bertemu muka. Cara-cara seperti ini sanggup mengecoh korban.
Perlu Modal
Adrianus juga mengingatkan, dalam kondisi capek, panik, atau bingung, orang cenderung mudah dipengaruhi dan biasanya tidak bisa berpikir jernih. Hasilnya, begitu mudah ia dipandu untuk mentransfer uang. "Pada dasarnya, jangan bertindak cepat. Biasakanlah mencari pendapat orang lain. Manfaatkan waktu sekian menit untuk bicara dengan kakak, adik, atau pasangan. "
Adrianus menyebut, modus semacam ini adalah bagian dari penipuan. Intinya, mengecoh korbannya. "Ujungnya membuat orang terperdaya dan bergerak sesuai dengan permintaan atau keinginan si pelaku. Ada yang dengan bantuan ilmu hipnotis atau karisma diri. Korban tidak punya daya kritis terhadap apa yang pelaku lakukan."
Untuk modus lain yang sifatnya terencana seperti penculikan, sifatnya lebih ajeg. Si pelaku mesti lebih kerja keras mempersiapkan diri. Ia perlu mengadakan riset terlebih dahulu. Bahkan, kadang mesti menyiapkan modal yang lebih besar semisal untuk menyewa mobil. Target operasinya pun orang-orang kaya yang bisa dikuras kekayaannya. Dengan persiapan lebih ini, pelaku berharap mendapatkan hasil yang lebih besar.
Modus kejahatan ini lebih banyak berkembang di kota besar, apalagi metropolis seperti di Jakarta. "Pengaruh kota besar ada unsur kesibukan, kesesakan, dan ketergesa-gesaan. Itu menjadi peluang bagi lahirnya kejahatan," tutur Adrianus.
Henry Ismono
KOMENTAR