Podjok yang berdiri pada 19 November 2006 ini adalah singkatan Paguyuban Onthel Djogjakarta. Selama ini Jogja identik dengan kota pelajar, budaya, komunitas sepeda dan kolektor. Bahkan sepeda dipakai sebagai alat angkutan sehari-hari. "Anggotanya terdiri sederek-sederek yang punya sepeda, suka naik sepeda, dan cinta sepeda. Sepeda yang diutamakan jenis onthel lawasan yang cenderung orisinil," tutur Towil, penggagas Podjok.
Towil tak sendiri, bersama Ananta dan Bagus, mereka mendirikan Podjok sebagai jawaban atas kegelisahan ketiganya terhadap nasib sepeda onthel yang semakin terpinggirkan akibat perubahan zaman. "Padahal sepeda onthel perlu dirawat dan dilestarikan untuk merespons berbagai tantangan seperti global warming, krisis energi, kesehatan masyarakat, patriotisme, dan budaya," jelas Towil yang ditemui di Kantor Pos Besar Yogyakarta.
Kegiatan rutin dilakukan dengan cara apel malam Minggu jam 20.00-23.00 di depan Kantor Pos Besar Yogyakarta. Dan melakukan Ritual Mubeng Nagari, di minggu pertama tiap bulannya. "Diawali apel pagi di depan Pagelaran Kraton Kasultanan Yogyakarta," papar Towil yang tak mengharuskan anggotanya memakai seragam. "Pakai seragam kesannya terkotak-kotak dan terlalu diatur, padahal anggotanya dari berbagai kalangan masyarakat."
Podjok juga sudah menyelenggarakan berbagai acara nasional. Seperti Djokdja Onthel Carnival, pameran sepeda bertema Indische Fietsen 2010 yaitu sepeda onthel yang pernah merajai jalanan kota-kota di Indonesia di masa lalu. Atau memproduksi dalam jumlah terbatas kaos eksklusif event Djokdja Onthel Carnival 2010.
Kaos itu dipersembahkan kepada para kawan, sahabat, dan mitra Podjok untuk memberi simpati pada kampanye kembali bersepeda demi masa depan bumi yang lebih baik. "Podjok bisa bekerja sama sosial untuk sekolah, universitas, LSM, yayasan, ormas, atau program CSR (Corporate Social Responsibility). Juga untuk kepentingan bisnis perusahaan dalam kegiatan promosi dan branding. Tapi untuk kegiatan politik tidak dapat dilakukan," tandas Towil.
Suka duka pun dialami Towil, mulai dari informasi yang tidak sampai ke anggota, sampai soal sepeda yang rewel saat acara. "Tapi itu hal biasa, dibandingkan sukanya bisa kumpul, tukar informasi, atau share soal banyak hal. Tak hanya soal sepeda tapi juga wawasan lain," papar bapak satu anak ini.
Malah, pekerjaan Towil pun tak jauh-jauh dari urusan sepeda, yaitu sebagai guide wisata menggunakan sepeda di Desa Bantar Sentolo, Kulonprogo. "Wisatawan saya ajak keliling desa pakai sepeda. Selain memperkenalkan tempat wisata di Yogyakarta mulai dari Borobudur, Prambanan, Malioboro, juga menikmati pemandangan di pedesaan atau melihat rumah-rumah Jawa, dan berkomunikasi dengan penduduk desa."
Nove
KOMENTAR