Ya, takoyaki kini menjadi alternatif makanan ringan pilihan masyarakat Jogja karena tersedia dalam berbagai rasa dan isi. Semuanya lezat dan rasanya unik. Selain itu, dari segi bisnisnya pun berpotensi menjadi peluang usaha yang cukup menarik. Bahkan, hanya dengan sedikit modal serta cara pengolahan yang tidak terlalu sulit dan memakan waktu lama, membuat para pemilik usaha ini mampu mengumpulkan keuntungan lebih banyak.
Ingin tahu seperti apa yang namanya takopyaki? Simak cerita sejumlah pemilik kedai takoyaki yang ada di Jogja dan sudah menjadi favorit masyarakatnya, terutama para remaja dan anak muda.
Ayumi Gurita Jadi Favorit
Ayumi pertama kali dibuka di Benteng Vrederburg pada tahun 2009. Selama tiga hari pertama, Ayumi mampu menjual 300 porsi Takoyaki per harinya. Awalnya, Syairel Bihamdani, sang pemilik, sempat menggunakan nama Takoyakiku agar mudah dikenal dan dihafal para penyuka Takoyaki. Namun, Syairel mendapat kabar, nama Takoyaki ternyata dipatenkan oleh seseorang sehingga ia memilih nama Ayumi, yang identik dengan nama dari negari Sakura.
"Takoyaki dengan isian gurita jadi favorit semua customer saya, apalagi ada beberapa resep rahasia dalam sausnya yang diolah sendiri sehingga ketika pembeli melahap takoyaki Ayumi, ada sensasi rasa yang berbeda," papar Syairel yang ternyata memiliki istri orang Jepang.
Kini, Syairel sudah memiliki dua kedai Ayumi, di Jalan Seturan No.1 dan di Jalan Jakal. Yang di Benteng Vrederburg sudah tak ada. Syairel mengaku, ingin memfokuskan kedainya di Seturan, yang dinilai berprospek lebih baik dan lokasinya lebih strategis dan nyaman. Takoyaki ala Ayumi, menurut Syairel, memiliki beberapa isian seperti gurita, keju dan salmon, sehingga pembeli dapat memilih sendiri, sesuai keinginannya. "Bisa juga memilih isi kombinasi apabila customer ingin mencoba isian yang beda tanpa harus menambah biaya," kata Syairel yang memiliki visi ingin lebih mengenalkan budaya Jepang di Jogja.
Uniknya, di kedai yang buka sejak pukul 09.00 pagi hingga pukul 20.00, pegawai Ayumi menyediakan takoyaki sambil berteriak Irrashaimase, yang artinya "selamat datang". tentu saja teriakan ini untuk mendapatkan perhatian orang-orang yang kebetulan melewati kedai Ayumi. "Ucapan selamat datang memang terus diteriakkan karena ucapan positif itu pasti akan direspons positif, apalagi kalau sampai bisa membuat orang yang sekadar lewat jadi betulan masuk ke kedai kami," ujar Syairel sambil tersenyum.
Parez, pengurus operasional Ayumi menambahkan, "Mungkin awalnya orang kenal takoyaki, tapi kami ingin orang jogja juga kenal menu lain seperti suhi dan ramen, yang sekarang juga tersedia di Ayumi," harap pria yang pernah berada di Jepang selama dua tahun.
Lain dengan Ayumi, lain pula dengan takoyaki yang ada di Tuan Muda. Kedai Tuan Muda kini tersebar di empat tempat di seluruh Jogja dan dua tempat di Jambi, bahkan dalam waktu dekat menyusul akan membuak kedai di Solo dan sekitarnya. Sang pemilik, Khozali (29) yang akrab dipanggil Ali, mengakui, kedai Tuan Muda selama ini menjadi sasaran tempat mangkal anak-anak muda, meski tak memungkiri, di cabang lain tetap terlihat rombongan keluarga yang menikmati lezatnya takoyaki ala Tuan Muda.
Pria lulusan Komunikasi Design Iklan UMY ini sejak awal memang sengaja bermain dengan brand sesuai teori yang dipelajarinya, maka lahirnlah nama Tuan Muda. Ini terbukti dan lekas melekat di benak anak-anak muda yang ingin gaul lewat presentasi makanan yang terjangkau. Akhirnya ia memilih menjual takoyaki. "Sebagai Japanholic atau pencinta budaya Jepang, saya memang tertarik pada bisnis takoyaki. Saya lihat, potensi bisnisnya bagus, apalagi belum ada brand yang kuat di sini. Jadi, kalau dikemas dengan baik, pasti akan diterima orang, dan sampai saat ini lumayan sudah terbukti dengan sudah dibukanya enam outlet Tuan Muda," papar Ali bersemangat.
Untuk resep takoyakinya menurutnya, tak ada yang spesial. Bahkan nyaris sama dengan resep takoyaki lainnya. Namun, Ali merahasiakan resep saus cocolan yang menjadi andalan takoyaki buatannya. "Untuk sampai menemukan saus yang cocok, perlu trial and error juga. Saya juga dapat masukan dari temen yang asli orang Jepang soal resep sausnya. Alhamdulillah sekarang malah saus tako kami sudah dijual terpisah di beberapa kedai takoyaki lainnya," ungkap Ali bangga.
"Sampai saat ini Tuan Muda belum diwaralabakan atau tidak dalam bentuk kemitraan, masih perlu dikembangkan sendiri dulu dan berekspansi. Ke depannya, saya sedang memikirkan untuk membuak restoran Jepang dengan varian menu yang lebih komplit," harap pria berdarah Palembang.
Kini, Ali sudah memiliki 20 karyawan, yang ia sebut Baramuda, serta tagline berbunyi passion inside yang diharapkan bisa terus membuat semangat para pekerjanya selalu berkobar dalam melayani para penggemar takoyaki yang lezat untuk disantap.
Swita Amalia Hapsari / bersambung
KOMENTAR