IDA IDHAM SAMAWI Pro Pasar Tradisional
Menjadi Bupati Kabupaten Bantul periode 2010-2015, menurut ibu tiga anak ini, "Dudu karepku dhewe (bukan kemauannya). Rakyat Bantul yang meminta," ucap Ida (55), sapaan Hj. Sri Surya Widati Idham Samawi. Izin sang suami pun baru diperolehnya empat bulan kemudian, setelah para tokoh masyarakat, kyai, dan Ngarsadalem HB X yang dimintai pendapat merestuinya.
Sebagai Bupati, Ida dikenal amat dekat dengan warga. Bahkan tak segan membantu mereka yang kesusahan, terutama untuk biaya pendidikan dan pengobatan. Soal memberi bantuan dana pendidikan dan pengobatan, kata Ida, adalah tradisi Idham Samawi ketika masih menjabat Bupati Bantul. Idham, biasa menerima rakyatnya dari kalangan apa saja di rumah dinasnya tanpa jadwal.
"Memang ada dana khusus buat membantu pendidikan dan pengobatan warga Bantul. Kami ingin semua warga saya sekolah, terlebih kaum perempuannya. Harus maju, tidak mengangur, dan, pintar. Saya ingin perempuan punya peran membantu ekonomi keluarga. Bisa mengasuh anak dengan wawasan luas. Karena itu, semua dusun harus ada pendidikan usia dini (PAUD). Saya juga cuma tamatan SMA, tapi tidak malu buat belajar," jelas Ida.
Yang mendapat bantuan biaya pendidikan, lanjut Ida, tak hanya pelajar yang sebenarnya sudah digratiskan SPP-nya hingga SLTA. Pemda juga menguliahkan guru ke jenjang S1, dan S2 bagi dosen. "Kalau negara ini mau maju, gurunya harus pintar, toh?" tukasnya. Tapi, buru-buru Ida mengingatkan, bantuan pendidikan dan pengobatan itu sifatnya hanya stimulan karena bantuan dari APBD tak seberapa. "Kalau mintanya Rp 5 juta, ya, diberi sebagian."
Begitu pula soal bantuan biaya pengobatan. Pernah, cerita Ida, ada perempuan yang hendak melahirkan tapi tak punya biaya. "Karena datang ke saya, ibu itu langsung saya kirim ke rumah sakit milik Pemda. Saya bilang ke kepala rumah sakit, gratiskan saja biaya persalinannya. Kalau harus bayar, tagihannya ke saya. Sampai sekarang, kepala rumah sakit enggak menagih. Mungkin enggak berani, ya, he..he..he...."
Terlepas dari statusnya sebagai Bupati, pasangan Idham Samawi memang sudah lama dikenal berjiwa sosial. "Hobi saya memang berkegiatan sosial," ucap Ida.
Pengalaman pertama yang mengesankan Ida sebagai Bupati, sehari pasca pelantikan pada 27 Juli 2010, ia dibawa ke Tawangmangu (Surakarta) untuk membahas anggaran APBD. "Waduh saat itu saya belum paham masalah pembahasan anggaran daerah. Makanya, saya belajar dan konsultasi terus sama Bapak. Sampai sekarang pun, kalau saya belum paham betul akan sesuatu masalah, saya belum mau tanda tangan. Banyak, kan, Kepala Daerah yang akhirnya berurusan dengan hukum karena kebijakannya dianggap salah. Saya tak mau seperti itu."
Selama 10 tahun pemerintahan Idham, Bantul tertutup untuk pembangunan mal. Kebijakan ini, kata Ida, akan terus ia pertahankan. "Malah sudah di-Perda-kan. Sebagian besar kehidupan masyarakat Bantul mengandalkan pada pasar tradsional. Memang, pasar swalayan bisa jual harga murah, tapi lambat-laun akan mematikan mata pencaharian rakyat Bantul. Sering saya dibujuk pemilik swalayan besar akan diberi 50 gerobak asal mengizinkan bisa membuka swalayan. Saya bersitegas menolak," papar Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia, (APPSI) Bantul ini.
Sebaliknya, Ida akan terus merevitalisasi pasar tradisional dan sarana umum yang bisa bermanfaat untuk memasarkan produk kerajinan, industri kecil, dan pertanian warga Bantul. "Saya juga akan melengkapi Taman Seni Gabusan (TSG) dengan memasang pesawat udara bekas di halaman. Itu pesawat hibah. Saya ingin TSG tak cuma menampung hasil kerajinan dan kuliner rakyat Bantul. Tapi juga jadi sarana wisata dan bermain buat anak dan keluarga. Biar tempat itu semakin banyak dikunjungi wisatawan."
Sudah dua periode Hj. Badingah, S. Sos terpilih menjadi Wakil Bupati Gunung Kidul, yaitu periode 2005-2010 dan masa bakti 2010-2015, mendampingi bupati terpilih Sumpeno Putro. Namun, Sumpeno meninggal dunia pada November tahun lalu, hanya beberapa bulan setelah dilantik. Badingah pun naik menjadi bupati dan resmi dilantik beberapa bulan lalu. "Saya tak pernah bercita-cita jadi wakil bupati, bahkan bupati seperti sekarang ini," kisah Badingah, saat dijumpai di ruang kerjanya.
Sebelumnya, Badingah dikenal sebagai pengusaha dan aktif di berbagai organisasi sosial masyarakat di Gunung Kidul. "Dulu, saya ini bakul (penjual) minyak gayung. Waktu itu, orang beli minyak pakai gayung, belum dalam kemasan seperti sekarang. Lalu saya jualan pecah-belah seperti gelas dan piring. Saya kulakan beberapa lusin pecah belah, lalu saya tata dus-dusnya supaya kelihatan banyak," ujar Badingah.
Usaha Badingah makin berkembang. Ia membuka usaha mebel dan optik. Selain itu, ia mendampingi tugas suami yang aktif di partai politik. Sang suami, H. Wasito Donosaroyo yang menjabat Ketua DPRD Gunung Kidul meninggal dunia pada 2002.
Ibu tiga anak ini tak mau larut dalam duka berkepanjangan. Ia ingin hidupnya bermanfaat bagi orang lain. Ia pun giat berorganisasi. Bahkan, sampai aktif di 29 organisasi wanita, termasuk Gapensi, Perwosi, Wanita Islam, dan menjadi Ketua IWAPI. "Saya jadi punya banyak teman dan sering terjun langsung ke masyarakat. Misalnya bersama kelompok pengajian ikut membagi zakat. Saya tak punya tujuan apa-apa selain berbuat kebaikan untuk masyarakat. Saya ikhlas," katanya.
Ternyata, itu menjadi modal penting baginya ketika maju menjadi wakil bupati pada 2005. "Waktu itu, saya banyak dilamar untuk jadi wakil bupati, termasuk periode 2010." Badingah bersedia memimpin Gunung Kidul agar bisa berbuat lebih banyak bagi warga. "Ternyata warga Gunung Kidul niteni, mereka ingat apa yang saya lakukan ketika terjun langsung ke masyarakat," ujar Badingah yang dipilih langsung oleh masyarakat.
Bantu Bibit Lele
Pengalaman menjadi wakil bupati dan sebagai putra daerah membuatnya amat mengenali warganya. Ia pun meneruskan program yang sudah disusun sebelumnya. "Banyak sekali program kami dalam hal pengentasan kemiskinan. Sekarang yang terpenting adalah soal air. Ketersediaan air di Gunung Kidul saat kemarau amat memprihatinkan. Apalagi, daerah yang tak punya sumber air. Kami harus droping tangki-tangki air yang disalurkan ke kecamatan dan desa-desa, bahkan langsung ke masyarakat."
Badingah mengatakan, pihaknya juga terus berupaya mengembangkan potensi wilayah pertanian dalam arti luas, termasuk perikanan, peternakan, dan kehutanan. "Terutama mendorong pengembangan usaha mikro ekonomi warga. Masyarakat petani, kan, menghasilkan tanaman pangan. Nah, kami berupaya, mereka mengolah lebih dulu hasil pangannya, sehingga punya nilai tambah. Misalnya pisang atau ubi, diolah jadi kripik. Kami berusaha mengubah mind set mereka dengan memberi berbagai pelatihan."
Menariknya, program ini lebih menyentuh kaum perempuan. Badingah memang ingin kaum perempuan di daerahnya punya peran penting dalam ekonomi keluarga. "Saya selalu mendorong peningkatan kualitas perempuan. Sebab, akan menghasilkan anak-anak yang juga berkualitas. Alhamdulillah, sekarang sudah banyak kaum perempuan ikut menggerakkan ekonomi keluarga," tuturnya. Badingah juga mengedepankan program Posyandu Plus. "Kami adakan sebulan sekali. Mulai dari balita, remaja, sampai lansia berkumpul. Ada fasilitas kesehatan, PAUD, dan kegiatan lain. Juga dialog langsung dengan warga. Kami berusaha menjawab persoalan mereka," papar Badingah.
Ada lagi program Badingah yang menggelitik, yaitu "lelaki sintal". Ini singkatan dari lele lahan kering sistem terpal. "Di Gunung Kidul, konsumsi ikan untuk anak-anak rendah. Perlu upaya agar anak-anak senang makan ikan. Nah, rumah tangga miskin kami bantu bibit lele dan terpal untuk bikin kolam lele. Pakai terpal karena kolamnya mengandalkan air hujan. Dengan program ini, saya harap kebutuhan ikan dalam keluarga bisa terpenuhi. Bukan tak mungkin bisa dijual untuk menambah penghasilan keluarga."
Diakui Badingah, salah satu kendala pembangunan di wilayahnya adalah kondisi geografis dengan jalan berkelak-kelok. Ia berharap, kelak bila proyek Jalan Lintas Selatan yang melintasi Gunung Kidul selesai, akan membuka wilayahnya. "Saya yakin ekonomi Gunung Kidul akan menggeliat. Apalagi, kami punya potensi. Salah satunya dari pariwisata. Selain pantai, Gunung Kidul kaya sekali akan goa yang indah. Salah satunya Goa Pindul yang begitu indah. Di sana, ada pemandu wisatawan untuk menyusuri keindahan goa."
Rini, Henry / bersambung
KOMENTAR