Warung Lama Tiga Turunan
Siang itu beberapa orang tengah duduk di kursi panjang di Warung Lama milik H. Ridwan yang terletak di lantai dasar Pasar Besar, Kodya Malang. Mereka terlihat lahap menikmati sajian yang ada di hadapannya. Ada yang menikmati rawon, krengsengan, dan gulai sapi. Saking lahapnya, seorang pria tak mempedulikan lagi peluh yang mulai membasahi wajahnya.
Padahal bila diamati, warung itu tidak berlokasi di "tempat berkelas". Warungnya terletak di lantai dasar sebuah pasar, yang berdampingan dengan para penjual pakaian dewasa dan anak, juga perhiasan. Jalan di sekitarnya pun tak terlalu lebar sehingga terkesan sesak dan berimpit-impitan dengan para pejalan kaki lain.
Mereka yang makan di warung ini bukan hanya para pembeli yang baru selesai berbelanja di pasar, tapi tidak jarang mereka adalah para pelanggan lama, mengingat warung H. Ridwan, yang sekarang diteruskan pengelolaannya oleh sang cucu, H. Yusuf (63), merupakan warung zaman dulu yang sudah berdiri sejak 1925.
"Sejak dulu, setiap berkunjung ke Malang saya selalu menyempatkan makan di sini, soalnya warung nya sudah saya kenal sejak saya masih kanak-kanak. Waktu kecil, orangtua saya sering mengajak makan ke sini," papar Aisyiah (40) seorang pelanggan Warung Lama yang tinggal di Gondanglegi, Kabupaten Malang.
Menurut Aisyiah, selain kelezatannya tetap terjaga, terdapat beberapa menu andalan yang kerap ia cari, seperti sate komoh atau sate daging sapi. "Sate komohnya terkenal enak sekali. Selain empuk, bumbunya terasa merasuk sampai ke dalam daging," ujar ibu dua anak ini.
Yusuf menjelaskan, pengelolaan warung ini sudah diturunkan sebanyak tiga generasi. Yang mendirikan warung ini pertama kali adalah kakeknya, H. Ridwan, pada tahun 1925. Karena itu, warungnya diberi nama Warung H. Ridwan. Setelah H. Ridwan meninggal dunia, usaha itu dilanjutkan oleh anaknya, H. Dasuki. Baru kemudian sejak tahun 70-an, warung ini dikelola oleh anak H. Dasuki, yaitu Yusuf.
Menurut Yusuf, ketika warung ini dibuka pada 1925, menu andalannya adalah rawon dan sate komoh. Namun dalam perkembangan, jenis makanan yang dijual makin hari makin variatif. Antara lain gulai, krensengan, dan masih banyak lagi, dengan bahan uatam daging sapi.
Yusuf juga memaparkan, meski sudah dikelola tiga generasi, warungnya masih tetap diminati pembeli. Rahasianya, ia berusaha menjaga citarasa masakan tetap terjaga dari dulu sampai saat ini, tanpa mengubah resep. Intinya, mengutamakan kualitas bahan sekaligus keunikan. Yang dimaksud keunikan, imbuh Yusuf, adalah menyediakan beberapa jenis masakan yang berbeda dari warung-warung lain. "MIsalnya, krengsengan dan gulai daging sapi. Soalnya, pada umumnya ketiga masakan itu berbahan daging kambing," papar Yusuf.
Selain itu, ada satu rahasia lagi agar warungnya tetap dicintai pelanggan. Yusuf mengaku berusaha memakai bahan-bahan yang berkualitas. Untuk mendapatkan kunyit yang terbaik, ia terkadang harus mencarinya sampai ke luar kota, meski di pasar setempat pun banyak yang menjual kunyit. "Saya terpaksa mencari sampai ke kota lain karena kadang kunyit yang dijual di sini masih muda. Padahal, untuk membuat bumbu tertentu saya butuh kunyit yang sudah tua," ungkap Yusuf.
KOMENTAR