Semua karya saya kerjakan secara total dan tak pernah mematok budget. Soalnya bajunya untuk runway, bisa-bisa kreativitas dan hasil akhir jadi terbatasi. Material yang digunakan juga beragam. Mulai dari bebatuan, benang, lacce, detail organdi, tafetta, tulle, logam, renda, pita, organza. Ambil contoh untuk membentuk fringe (detail serpihan bunga es), saya bisa memakai ribuan meter benang. Atau mengolah 150 meter kain untuk membuat tekstur pleats yang menyerupai es. Pernah, pemilik toko sampai heran kenapa saya beli benang sangat banyak dengan satu warna yang sama, sampai dia harus re-stock ke pabrik. Ha ha ha..
Ada perbedaan setelah karya makin dikenal berkat Lady Gaga?
Ini adalah keberuntungan, berkat momentum dan kesempatan yang tepat. Perbedaan jelas ada. Sekarang jadwal sudah makin padat untuk setahun ke depan. Meski banyak yang bilang ini adalah momen buat saya, tapi saya justru khawatir orang akan bosan dengar nama Tex Saverio.
Dari segi bisnis, harga juga disesuaikan dengan kualitas dan nama yang saya miliki. Sebab, itu akan mempengaruhi imej. Termasuk juga dari timnya Lady Gaga. Saya tetap keep contact dan jaga hubungan baik dengan dia. Meski tidak ada kontrak eksklusif dan tertulis. Jika ditanya siapa lagi artis yang didandani setelah Lady Gaga? Saya juga bingung, karena popularitasnya paling tinggi saat ini, ya dia. Seakan-akan akreditasi rancangan karya saya diakui setelah dipakai seorang Lady Gaga.
Siapa artis Indonesia yang pantas mengenakan rancangan Anda?
Satu di antaranya Cathy Sharon, ketika ia memandu program tv berlisensi internasional dan di acara lain. Intinya, yang pakai tak sekadar tenar dan punya kapabilitas, tapi saya perlu tahu kepribadian, di mana, dan di acara apa baju itu dipakai. Orang tetap bisa melihat karakter khas rancangan saya. Tiap perempuan (yang sesuai) dapat menampilkan karakter "strong." Kalau bentrok, nanti karakter orang itu malah akan "termakan" bajunya.
Kecenderungan fashion di Indonesia tidak secepat di luar negeri. Karena perbedaan budaya, jadi lebih adaptif terhadap tren. Di Indonesia, busana spesial dipakai untuk acara besar, sedangkan di sana untuk acara apa pun style-nya lebih ke modern minimalis (simpel). Tapi, makin ke sini perubahan dari klien bisa terlihat. Jika dulu lebih glamor dan heboh, kini beralih ke permainan detail dan tekstur dari material bahan.
Payet-payet yang "berteriak" mulai ditinggalkan. Untuk referensi bahan dan eksplorasi detail ornamen, saya cari di seputaran Asia, seperti Hong Kong dan India. Tapi, sebagian produk impor tadi juga dibeli di Indonesia. Saya lebih senang survei dan cari tahu sesuatu dulu, berkhayal, baru menerapkan konsep gambar saat mendesain.
Keluarga berlatar belakang dunia fashion?
Saya anak kedua dari tiga bersaudara. Tak ada yang berasal dari bidang ini. Papa wiraswasta, dan Mama, ibu rumah tangga. Sejak awal mereka mendukung 100 persen, dan saya bersyukur sekali. Dulu, setiap show, Papa sering merekam pakai handycam. Workshop saya di rumah di lantai 2.
KOMENTAR