Hidup Gayatri Pamoedji sepertinya sudah didedikasikan untuk para penderita autis. Penggagas Yayasan Mpati (Masyarakat Peduli Autis Indonesia) ini rutin keliling Indonesia untuk memberi pencerahan, entah kepada orangtua maupun guru anak-anak autis. Ia ingin membagi pengalaman bagaimana mendidik anak dengan gangguan neurologis ini kelak menjadi mandiri dan mempunyai pekerjaan, seperti yang lainnya.
Susah mungkin, tapi bukan hal yang mustahil bagi penyandang autis untuk bersaing di dunia kerja. Gayatri sudah membuktikannya. Audwin (21), anak sulungnya, saat ini adalah penyandang autis yang sangat mandiri. "Dia pernah bertanding kung fu sampai ke Cina, mengelola uang, berwisata ke luar negeri, menyetir mobil, tinggal dan mengelola asrama. Semua dilakukan sendiri," papar Gayatri. Audwin, tambah Gayatri, saat ini kuliah dan bekerja paruh waktu di toko kue. "Dia juga jago bikin kue. Yang penting, dia bangga dengan karyanya. Dia sehat secara fisik, bahagia, dan confident melakukan sesuatu."
Cara Gayatri berbagi pengalaman bukan lah lewat lembaga pendidikan seperti sekolah. Melalui Mpati, Gayatri membagikan "alat-alat" kepada orangtua atau guru-guru sekolah anak berkebutuhan khusus. Pada tahun 2004, Mpati mengeluarkan sebuah novel berjudul "Meniti Pelangi". Novel ini bersisi perjalanan hidup Gayatri mengantarkan Audwin menjadi anak yang mentas alias mandiri.
Tahun berikutnya Mpati meluncurkan video penanganan dini autisme. Video berdurasi 90 menit ini berisi panduan praktis penanganan terapi perilaku berupa teknik-teknik yang bisa mengajari orangtua melakukan terapi agar anak menjadi patuh. Proyek berikutnya, Mpati mengeluarkan poster checklist Tujuh Ciri Utama Autis.
Dalam poster yang mudah dipahami itu, terdapat tujuh cara mengidentifikasi gejala autis sejak dini. Ketujuh ciri tersebut antara lain, apakah anak Anda memiliki rasa ketertarikan kepada anak-anak lain? Apakah anak Anda pernah menggunakan telunjuk untuk menunjukkan rasa tertarik pada sesuatu? Apakah anak Anda menatap mata Anda lebih dari 1 atau 2 detik? Apakah anak Anda meniru Anda? Misalnya, saat Anda membuat raut wajah tertentu? Apakah anak Anda memberi reaksi bila namanya dipanggil? Bila Anda menunjuk mainan di ruang tertentu, apakah anak Anda melihat pada mainan tersebut? Apakah anak Anda pernah bermain sandiwara, misalnya berbicara di telepon atau menyuapi boneka? Seorang anak berpeluang autis, jika minimal 2 dari 7 pertanyaan di atas, dijawab TIDAK.
"Lewat poster itu, orangtua bisa lebih gampang mendeteksi, apakah anaknya autis atau tidak," ujar Gayatri. Alat yang terakhir diluncurkan Mpati adalah komik. Cerita bergambar ini mengisahkan seorang kakak-beradik bernama Dimas dan Bayu. Dalam komik itu Dimas menceritakan bagaimana orangtuanya mendidik dan memperlakukan Bayu yang autis.
Bagaimana tindakan Dimas bila tiba-tiba Bayu stimming (self-stimularoty behavior), seperti menarik rambutnya sendiri atau menggoyangkan badannya, serta cerita lainnya.
Karena komik ini sangat mudah dicerna, Gayatri menyarankan agar orangtua membeli minimal 5 buah. "Harganya cuma Rp 5 ribu. Ya, kalau beli 5 buku, setara dua nasi bungkus. Komik itu bisa dibagikan ke kepala sekolah, guru, pembantu, mertua, dan tetangga. Jadi, orangtua tidak perlu menjelaskan ke orang-orang sekitar tentang anaknya yang autis. Orangtua tidak perlu cerita panjang lebar lagi soal anaknya."
Semua "alat-alat" ini memang ditujukan untuk para orangtua. "Sebab, 90 persen anak autis bisa mandiri berkat peran orangtua. Orangtua itu sebagai tiang utamanya. Anak, kan, makin lama makin besar, terapis pun silih berganti."
KOMENTAR