Awalnya ada 900 orang yang ikut seleksi All Star Team Challenge Powered by The AC Milan Junior Camp di Medan, Mei lalu. Kami disaring jadi 200 orang, lalu tinggal 6 orang. Kemudian dari Medan kami dikirim seleksi di Sanur, Bali selama dua minggu. Yang ikut seleksi di Bali jumlahnya 74 orang. Sekarang tinggal 26 orang yang mengikuti seleksi terakhir di Jakarta. Nah, dari situ dipilih 18 orang untuk berangkat ke klub AC Milan, Italia.
Saya mulai latihan sepak bola sejak umur sepuluh tahun tepatnya saat masih duduk di bangku kelas IV SD. Waktu itu, sepupu saya, Yosua mengajak main bola. Tapi di tengah perjalanan sepupu tak meneruskan main bola lagi. Akhirnya saya sendiri tetap menekuni bola.
Untuk jadi pemain bola handal saya harus serius. Pulang sekolah saya selalu latihan di lapangan dekat rumah. Bapak juga menyuruh saya masuk club sepak bola. Awalnya saya masuk Club SPP Kurnia. Lalu, karena bapak pelatih sepak bola di SP (Surya Putra) makanya saya pikir-pikir lebih baik saya masuk klub pimpinan ayah saja.Untuk jadi pemain bola andal kita harus mengikuti peraturan seperti jaga kondisi, rajin latihan, dan tidur teratur.
Saat ada seleksi pemain bola Yunior ke Italia, saya ajak teman satu klub untuk menguji kemampuan. Selama dua pekan kami harus dikarantina dan mendapat latihan intensif di Sanur, Bali. Kami latihan fisik dan uji coba dengan SSB setempat.
Pelatih kami saat itu, Mauro yang didatangkan langsung dari Italia meminta saya berada di lapangan. Dari 74 orang yang diseleksi akhirnya dipilih 26 orang dan akan mengikuti seleksi terakhir di Jakarta. Nah, disini akan diambil 18 orang yang akan dikirim ke Italia. Disana nanti akan bergabung dengan pemain dari 102 negara. Wah, saya senang sekali sekaligus terharu. Harapan untuk bisa ke Italia sudah terbayang, tapi saya tak boleh takabur.
Yang pertama-tama saya lakukan adalah menelepon orang tua saya di Medan. Mendengar cerita saya tentu saja mereka bahagia. Rasanya tak sia-sia selama ini mereka mendukung dan menyemangati saya. Ibu saya, Eviana Silalahi (50) berpesan agar saya terus berdoa dan mengucap syukur pada Tuhan. Sebab, kami hanya bisa berencana dan berharap. Namun, Tuhan penentunya.
Kini, saya memang boleh berharap, tapi jangan berterus-terusan bermimpi kalau tak dibekali dengan latihan dan kerja keras.
Debbi Safinaz
KOMENTAR