Indra Media Unggul Kualitas Warna
Ketika kuliah di luar negeri, Deden Indrawan (23) kerap menemui toko yang memiliki kemasan makanan dengan desain aneh dan unik tapi menarik para pembeli. Terinspirasi pengalamannya itu, saat kembali ke Indonesia pada 2008, ia pun mulai membuka usaha di bidang percetakan. Tak hanya aneka kemasan, ia juga menyanggupi pesanan kartu nama dan undangan.
Di bawah bendera Indra Media, usahanya makin berkembang. Untuk menyiasati bahan baku kertas, Deden bekerjasama dengan sejumlah supplier. "Tadinya saya juga bikin paper bag, tapi terlalu rumit. Akhirnya menemukan pangsa pasar yang pas untuk kemasan makanan. Tren ini sesuai dengan respons konsumen yang membeli produk karena tertarik pada kemasannya, sekaligus promosi bagi pemilik usaha," urainya.
Ia mengandalkan bahan kertas berupa duplex, ivory, corrugated, dan board. Dengan variasi ukuran 18x12x7 cm hingga sebesar loyang pizza, Deden mampu memenuhi pesanan hingga ribuan lembar. Lama pengerjaan berkisar 1-2 minggu. Untuk menekan ongkos produksi, ia menetapkan jumlah pesanan minimal 1000 kemasan. "Harga per lembar berkisar Rp 800-3000 rupiah. Tergantung jumlah, desain, bentuk kemasan hingga bentuk finishing-nya. Bisa ditambah laminating glossy untuk mempercantik kemasan.
Jika pesan kedua kalinya, akan mendapat harga khusus karena desain dan pisau pond-nya sudah ada." Kemasan untuk makanan juga cukup beragam. Ada untuk roti, kue lapis, snack, ayam goreng hingga gurami goreng. Deden juga fleksibel dalam membuat kemasan sesuai kebutuhan konsumen dan karakteristik makanan yang dijual.
Selama 4 tahun berjalan, usahanya terus melaju dan memiliki pelanggan loyal. Omzetnya mencapai Rp 30-40 juta per bulan. Ia dibantu dua orang kurir dan staf marketing. Meski berlokasi di Surabaya, pelanggan Deden kebanyakan berasal dari luar Jawa, seperti Kalimantan, Mataram, dan Lombok. Kebanyakan adalah pengusaha makanan yang mendapat rekomendasi kemasan buatan Deden dari internet atau mulut ke mulut. "Tapi, ada juga yang rutin pesan brosur dari perusahaan di Italia. Ada perwakilan perusahaannya di Surabaya." Untuk pengiriman, biaya kargo ditanggung sepenuhnya oleh pemesan.
Keunggulan kemasan yang diproduksi Deden terletak pada kualitas warna cetakan kemasan. "Ada yang asal cetak keluar gambar. Di sini, sebisa mungkin desain yang ditunjukkan ke customer, 85% akurat dengan hasil cetakan." Ke depan, ia akan membuat katalog online, agar calon pemesan bisa melihat contoh kemasan yang ia produksi dengan lebih mudah.
Ifed adalah panggilan Fedisa Rismarini (27), seorang Ibu rumah tangga lulusan Ilmu Informatika UPN yang sukses menyulap flanel menjadi hiasan untuk aneka toples.
Bermula dari hobi membuat berbagai handycraft dari bahan flanel, Ifed yang di pertengahan tahun 2009 belum memiliki pekerjaan tetap setelah menikah ini memutuskan untuk menjual beberapa hasil karyanya, seperti gantungan kunci dan boneka flanel. Setelah beberapa lama, idenya berkembang untuk mengaplikasikan flanel sebagai hiasan toples. Tak disangka, dari awalnya hanya coba-coba, produknya malah disukai banyak orang. Pesanan pun membanjir.
Kebanyakan pembeli melihat produk-produk Ifed melalui website, http://fedscraft.ariefedisa.com. Dari situ, Ifed pernah menerima orderan toples hingga 5 lusin. Toples buatan Ifed pun tak dipatok dengan harga mahal, masing-masing berkisar Rp 17 ribu hingga Rp 20 ribu per toples.
"Untuk toples memang baru-baru ini saja mengaplikasikannya dengan flanel. Ternyata banyak yang suka. Akhirnya dibuat berbagai macam bentuk dan warna, jadi ada banyak pilihan," urai Ifed saat ditemui di kediamannya, Jl. Atmosukarto 9 H2, Kotabaru, Yogyakarta.
Saat ini, produk yang dilabeli merek Ifed's ini sudah tersebar di beberapa toko di daerah Jogjakarta, juga kota-kota lain seperti Semarang dan Temanggung. "Beberapa keluarga di Semarang dan Temanggung juga ikut menjualkan. Alhamdulillah banyak yang suka. Sehari bisa memproduksi 10 sampai 15 toples dengan model berbeda," katanya lagi.
Berapa banyak keuntungan yang diraup Ifed dari berjualan kemasan unik ini? Ternyata cukup lumayan untuk ukuran industri rumah tangga. Dalam seminggu Ifed mampu meraih paling tidak Rp 1,7 juta. Jika ada momen istimewa seperti Lebaran dan Natal, toples-toples lucu buatan Ifed semakin laku. "Permintaan dari Facebook paling jauh sudah sampai Medan dan Aceh. Dari Kalimantan juga banyak," tambahnya lagi.
Saking banyaknya peminat, Ifed juga menyediakan parsel toples dengan harga yang cukup terjangkau, mulai Rp 75 ribu hingga Rp 150 ribu saja per paket. "Usaha ini ongkos produksinya murah sekali, namun return-nya besar. Bahan flanel, kan, banyak dan murah. Tinggal bagaimana mengkreasikannya saja," terangnya.
Ketika memulai bisnis ini, Ifed bahkan mengaku hanya mengeluarkan uang sangat sedikit. "Ingat banget, dulu modalnya cuma Rp 50 ribu. Daripada menganggur setelah menikah, kan, lumayan buat daopat tambahan. Eh, ternyata berhasil," ujarnya.
Saat ini, Ifed masih menyimpan cita-cita, suatu saat memiliki toko pernak-pernik sendiri untuk menjual berbagai hasil karyanya. "Sedang proses ke arah situ. Kalau punya toko sendiri pastinya lebih puas," lanjutnya lagi.
Lantaran hobi, Ifed pun tak pernah merasa bosan membuat pernak-pernik dari flanel. "Saya memang suka mengutak-atik, jadi tak terasa seperti bekerja. Sambil santai di rumah, kadang tak terasa sudah jadi banyak. Bisa langsung dijual lagi, deh!"
Ade Ryani, Swita / bersambung
KOMENTAR