"Sekarang aku enggak punya ibu dan bapak." Begitu Anida berujar ke sepupunya. Sang bibi, Dyah (32), langsung membesarkan hati gadis cilik ini. "Tapi, kan, Nida masih punya uwak, nenek, dan saudara lain. Jadi, sekarang Nida tinggal di sini, ya."
Anida yang malang memang seolah mendadak sebatang kara. "Dia juga kehilangan adiknya, Raisah (5), yang dibawa ayahnya. Saya dan saudara lain sebisa mungkin membuat suasana ramai agar dia tidak teringat kejadian yang menimpa orangtuanya," lanjut Dyah ketika ditemui di rumah kontrakannya, daerah Bekasi.
Ibunda Nida, mendiang Nasifah alias Ipah, tewas di tangan suaminya, Wah. Seusai menghabisi nyawa sang istri (Sabtu, 25/6), Wah kabur dengan membawa anak bungsu mereka, Raisah. Beruntung polisi segera bisa membekuknya sehingga kini ia sudah berada di tahanan Polres Bekasi.
SMS Aneh
Kerabat Ipah mengetahui peristiwa itu dari SMS yang terkirim lewat nomor ponsel Ipah. SMS itu dikirimkan ke Dyah. Isinya, "Ceu (Kak), tolong tengokin Nida. Ipah sudah meninggal dibunuh Wahyu. Saya kaget sekali membacanya, makanya langsung ke tempat kost Ipah di Jembatan 13 Rawalumbu. Enggak jauh, sih, dari sini," kisah Dyah.
Tiba di kamar yang disewa mendiang, Dyah melihat pemandangan memilukan. "Saya lihat Nida mencoba membangunkan ibunya. Ternyata adik saya sudah meninggal. Tubuhnya sudah kaku," kata Dyah sambil menangis. Di ruang itu hanya ada Nida sementara ayah dan adik Nida, entah di mana. "Sepeda motor juga enggak ada. Saya jadi ingat SMS yang saya terima dan langsung menduga, Ipah dibunuh suaminya lalu dia kabur membawa Raisah. Dua ponsel milik Ipah juga enggak ada. Jadi, Wah kirim SMS ke saya pakai ponsel Ipah," papar Dyah yang rumah petak kontrakannya berdampingan dengan kontrakan ibu dan saudara lainnya.
Kasus ini segera ditangani polisi. Hari itu juga, jasad Ipah diautopsi di RS Polri Kramatjati untuk kemudian dimakamkan keesokan harinya. "Nida menangis terus saat ibunya dimakamkan. Sejak hari itu, dia saya ajak ke rumah. Sebisa mungkin kami keluarga besarnya akan bersama-sama merawatnya," kata Dyah yang merasa lega karena Minggu (26/6) Wah berhasil ditangkap polisi di tengah pelariannya. "Katanya, dia membunuh Ipah karena cemburu dan dia menuduh adik saya selingkuh."
Nida pun dimintai keterangan oleh pihak berwajib. "Jawabannya sama dengan yang dia sampaikan ke saya. Katanya, malam itu dia tidur duluan dan waktu bangun, ayah dan adiknya sudah tidak ada. Ibunya tampak tidur dengan wajah tertutup bantal. Berkali-kali dia membangunkan ibunya sampai saya datang," kata Dyah. Nida mungkin tak sadar, sang bunda sudah tiada."
Saat diperiksa polisi, Nida minta pensil dan kertas. "Saya pikir dia mau menggambar, ternyata malah menulis, 'Ibu mati. Ayah tega sama ibu.' Memang, sih, Nida tidak tahu kejadiannya tapi dia sudah sering lihat orangtuanya bertengkar. Dia juga pernah lihat ayahnya bersikap kasar pada ibunya."
Kemarahan Nida pada sang ayah juga tercermin dari penolakannya ketika ditawari membesuk ayahnya. "Waktu dimintai keterangan di Polres, saya tanya, apa mau ketemu ayahnya? Dia jawab, 'Enggak mau. Najis!'. Padahal kami tak pernah mengajari Nida membenci ayahnya."
Rasa cemburu dan tuduhan selingkuh yang dituduhkan Wah pada Ipah, menurut Dyah, sebetulnya sangat tidak beralasan. Apalagi, Dyah tahu persis perjalanan rumah tangga mendiang adiknya. "Dengan Wah sebetulnya perkawinan kedua. Ipah pernah menikah dan cerai ketika Nida umur 2 tahun. Tahun 2007, dia kawin dengan Wah."
Sementara ibu kandung Ipah, Sumiyati (53), bertutur, Wah sebetulnya pria yang baik. "Orangnya pendiam. Karena kelihatannya baik, saya merestu pernikahan mereka. Apalagi, Nida perlu bapak." Satu-satunya kekurangan Wah di mata keluarga besar istrinya, "Dia tidak pernah punya pekerjaan tetap." Awalnya, kata Sumiyati, menantunya itu kerja serabutan mencari barang-barang bekas. "Setelah itu, enggak kerja dan mulailah mereka suka ribut."
Akhirnya Ipah merasa terpanggil untuk mengambil alih kemudi rumah tangga. Ia bekerja sebagai waiters di tempat karaoke sebuah hotel di Bekasi, dari sore hingga dini hari. Ternyata pekerjaan Ipah memunculkan kemelut baru. "Wah itu cemburuan. Tanpa alasan jelas, dia menuduh istrinya selingkuh," kata Dyah. Padahal, lanjutnya, "Adik saya kerja buat keluarganya. Dia cinta sekali sama suaminya. Mau apa saja, pasti dikasih. Mulai dari ponsel sampai motor karena katanya Wah mau narik ojek. Ternyata setelah dibelikan motor, dia tetap enggak mau kerja." pernah, tutur Dyah, Wah kerja di pabrik plastik, "Tapi baru seminggu, dia berhenti. Alasannya, pekerjaannya berat. Dasar dia memang pemalas."
Sebelum musibah terjadi, menurut Sumiyati, pasangan ini kembali bertengkar dan sempat mengadu. "Ipah bilang, dia sudah capek dengan kelakuan suaminya. Saya coba bikin mereka akur lagi. Sebenarnya aneh kalau Wah menuduh Ipah selingkuh. Soalnya, dia yang mengantarkan Ipah ke mana-mana, termasuk antar-jemput ke tempat kerja," kata ibu tujuh anak ini.
Kepergian Ipah memang sudah diikhlaskan keluarga besarnya. Kalaupun ada hal yang mengganjal adalah terpisahnya Nida dari adiknya, Raisah. "Setelah dibawa bapaknya, Raisah sekarang tinggal di rumah keluarga Wah. Maunya kami, biar kakak-adik ini berkumpul lagi tapi kami enggak mungkin mengambil adik Nida. Mestinya keluarga Wah yang datang ke sini mengantarkan Raisah. Sayang, sampai sekarang pun mereka tidak pernah minta maaf pada kami," kata Dyah sambil tertunduk.
Dyah juga sempat mencemaskan nasib keponakannya. "Saya takut Nida trauma. Untung di rumah ini banyak anak sebaya Nida, jadi dia enggak kesepian. Tadi saat bengong sendirian, dia menangis. Rupanya ia ingin minta jajan. Nida memang suka jajan bersama ibunya. Mungkin dia sedang ingat ibunya..."
Henry Ismono / bersambung
KOMENTAR