Ratusan TKI di Arab Saudi dan Malaysia terlilit kasus hukum dengan aneka ragam ancaman hukuman. Dari penjara, potong tangan, hingga hukum pancung. Yang banyak disesali masyrakat adalah cara Pemerintah Indonesia menangani masalah ini.
"Sampai hari ini Pemerintah tak punya konsep perlindungan untuk warga negaranya," kata Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah. "Sisi kebijakan dan UU Tenaga Kerja hanya menyentuh masalah penempatan. Tidak ada yang mengatur soal perlindungan. Kalaupun ada, hanya soal asuransi." Hal itu, ujar Anis, masih diperburuk dengan pola penyelesaian masalah yang tak berubah dari tahun ke tahun. "Ruyati, kan, dari tahun lalu sudah minta pembelaan tapi tidak direspons Pemerintah. Mereka baru ribut ketika masalahnya sudah diangkat media. Pola itulah yang dipertahankan sampai hari ini."
Selain itu, menurut Anis, Pemerintah lebih fokus untuk mengamankan devisa yang mengalir ketimbang perlindungan yang layak bagi para TKI. "Mengumpulkan uang asuransi tapi klaimnya sangat sedikit yang bisa diterima TKI." Ia juga menilai, satgas yang belakangan dibentuk Pemerintah tak akan menyelesaikan masalah. "Justru mempertegas bahwa Depnaker dan PJTKI tidak bekerja maksimal," tandas Anis sambil menyebutkan, di Arab kurang lebih ada 23 TKI terancam hukuman mati. Mestinya, Pemerintah segera menyiapkan langkah konkret berupa bantuan hukum untuk 23 TKI tadi. "Itu jauh lebih penting!" tukasnya.
Dari segi undang-undang, Anis menyebut peraturan tentang TKI di Indonesia selalu bermasalah. Salah satunya, soal hak asazi manusia (HAM) yang belum meratifikasi dari konvensi ILO dan PBB. "Mereka berangkat, ya, pergi begitu saja tanpa diketahui apakah bisa bekerja di sana, apa saja yang dikerjakan, sudah bisa bahasa Arab atau belum."
Harusnya, jika setiap departemen menjalankan tugas dengan benar, maka berbagai kasus hukum yang menimpa TKI tak akan terjadi. "Pihak Depnaker mengawasi, Deplu melindungi TKI di luar negeri, Kementerian Pemberdayaan Perempuan memberikan perlindungan dan perhatian bagi TKI perempuan. Fungsi-fungsi itu harus berjalan sinergis hingga semua pihak bisa menjadi institusi yang bisa melindungi TKI mulai dari keluar rumah sampai pulang ke Indonesia. TKI, kan, memiliki hak atas hidup!"
Sudut pandang lain, disampaikan Prof. Dr. Dra. Hj. Istibsjaroh, SH, MA, Ketua Komite 3 DPD RI. Sebetulnya, kata Isti, perlindungan TKI sudah diatur di UU No 39 tahun 2004. "Namun UU tersebut banyak yang tidak dijalankan Pemerintah. Misalnya, dalam Pasal 27 ayat 1, Pemerintah hanya mengirim tenaga kerja ke negara yang memiliki MoU seperti Malaysia, Korea Selatan, Jordania, Kuwait, Taiwan, Uni Emirat Arab, Australia, Qatar, dan Jepang. Nyatanya, masih banyak penempatan TKI di Arab Saudi, negara yang tidak memiliki MoU," jelas Isti.
Noverita
KOMENTAR