Berawal dari keinginannya agar terus dapat membayar biaya kuliahnya di Sanata Dharma Jurusan MIPA pada 1990, pria bernama lengkap Blasius Haryanto (44) ini kemudian memilih mencari uang tambahan dengan menarik becak pada malam hari, di luar jam kuliahnya. Setahun kemudian, dengan hasil tak menentu akhirnya Harry memutuskan keluar dari kampusnya dan menjadi penarik becak seutuhnya.
Kendati demikian, Harry yang memiliki daya juang tinggi ini tetap menerapkan ilmu yang pernah ia cecap di bangku kuliah selama menjadi tukang becak. Mahir berbincang dalam Bahasa Inggris dan Belanda bukan satu-satunya keahlian Harry, ia pun tak menyia-nyikan fenomena yang tengah menjadi tren saat ini, yaitu menggunakan semua media sosial untuk mempromosikan becaknya.
Kehilangan Istri
"Urip itu Urup", begitulah Harry mengungkapkan cara ia menjalani hidup yang penuh suka dan duka. Semuanya ia terima dengan ikhlas dan penuh rasa syukur. Bahkan, di saat ia harus kehilangan Sang Istri tercintanya, Anastasia Suyatmi, yang menjadi korban bencana gempa ketika melanda Yogyakarta pada Mei 2006 silam.
Harry memang mengaku amat terpukul dan kehilangan karena ia sama sekali tak pernah menyangka peristiwa kelam itu akan membuatnya banyak kehilangan, termasuk rumahnya rata dengan tanah. Beruntung, Veronika Natalia Agnes, anak ketiganya yang ketika itu masih berusia 5 bulan berhasil diselamatkan. Sementara kedua anaknya yang lain, Lucky Ardian (16) dan Nicholas Kevin Kristianto (13) memang sudah lama tak tinggal di Jogja, melainkan di Jambi bersama neneknya.
"Lucky dan Kevin memang sejak kecil saya titipkan di neneknya, karena ketika itu rumah tangga saya dengan almarhumah istri sedang tidak harmonis. Dari pada memberikan contoh tidak baik, ya, dititipkan saja. Kondisinya waktu itu tidak memungkinkan," kisah Harry dengan wajah sedih ketika mengingat masa lalunya.
Setelah mengurus pemakaman Sang Istri ketika itu, Harry masih harus memastikan apakah anak terkecilnya yang masih bayi itu benar-benar selamat, sebab ia takut akan kehilangan kembali. Adik sepupunya yang calon pastur, menawarkan untuk merawat Agnes di salah satu yayasan di Jogja. Dan, agar keselamatannya lebih terjamin, Agnes di bawa ke Bogor dan tinggal di Yayasan ABAS hingga usia 10 bulan. Harry pun sempat beberapa kali menjenguk Agnes di Bogor. Karenanya, Harry makin semangat bekerja lebih keras, demi mempersiapkan rumah baru yang layak untuk Agnes berteduh.
"Saya juga dulu sempat berjanji sama Lucky dan Kevin, kami akan segera berkumpul di Jogja. Sayang, gempa keburu merenggut nyawa istri saya. Tapi bersyukur, sekarang rumah itu sudah bisa saya bangun, dua tahun setelah gempa. Cita-cita saya untuk memberikan tempat yang layak bagi mereka bisa terlaksana," paparnya penuh rasa syukur.
Pada 2008 akhirnya Harry dapat kembali berkumpul bersama ketiga buah hatinya di sebuah rumah yang berhasil dibangunnya dari hasil membecak. Kendati ia tak setiap hari pulang ke rumah karena lebih memilih bermalam dan mencari pelanggan, namun setiap kali mendapat uang Harry langsung menitipkannya ke seorang tetangga yang berjualan di pasar dekat tempat mangkalnya di Jalan Prawirotaman untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya.
"Untuk efisiensi tenaga dan waktu saja. Kalau harus selalu pulang ke rumah, di hitung-hitung malah boros. Jadi lebih baik saya bermalam di pangkalan saja. Kan, masih bisa menitipkan hasilnya buat anak-anak. Kebetulan Lucky juga sudah kelas 2 SMA, sudah bisa bantu mengurus adik-adiknya," ujar Harry lirih.
KOMENTAR