Harris Riadi (47), pembatik asal Pekalongan yang berkarya membuat batik dengan memanfaatkan limbah seperti kantong semen pada karya sebelumnya, kini membuat karya terbarunya, yaitu memanfaatkan limbah karung plastik. Komitmennya untuk menyelamatkan lingkungan bukanlah omong kosong belaka karena terbukti selain memanfaatkan limbah sebagai media karyanya, ia pun menggunakan bahan pewarna organik dari alam untuk batik-batiknya.
"Saya miris melihat tumpukan sampah yang setiap hari semakin bertambah. Saya lalu berpikir bagaimana caranya mengolah limbah ini agar bisa bernilai ekonomis. Jadi, saya mengeskplorasi sampah. Begitu juga dengan pewarna batik, sudah terlalu banyak pewarna kimia yang mencemari lingkungan. Jadi lebih baik menggunakan pewarna organik, dan saat ini saya membuat pewarna batik dari herbal," ujar ayah satu anak saat ditemui di workshop-nya, Jl. Patriot 10 A, Pekalongan.
Menurut Harris, menghasilkan karya yang berbeda dengan pembatik lain membuat dirinya memiliki jalur rezekinya sendiri, karena memiliki pasar dan segmentasi sendiri. "Lembaran batik limbah plastik lebih banyak dimanfaatkan untuk pelengkap alat-alat kebutuhan rumah tangga karena materialnya lebih keras. Saat ini, produk saya ini sudah bisa didapatkan di Alun-Alun Grand Indonesia Jakarta dan SOGO Bali, dengan harga yang cukup fantastis," ujarnya bangga.
Inspirasi mengolah batik dari limbah karung plastik ini, kata Harris, diawali dari adanya keinginan untuk berkreativitas. Semua yang ada di alam, menurutnya, dapat dimanfaatkan dan menyimpan banyak ide yang dapat di eksplorasi. Misalnya, pewarna herbal atau bahan-bahan lain yang bisa diambil dari apotek hidup yang ada di pekarangan rumah.
"Membatik sebenarnya bisa dilakukan dengan menggunakan media apapun, dan alangkah lebih baiknya jika bisa memanfaatkan barang-barang yang tadinya tidak bernilai ekonomis, tapi bisa diolah menjadi barang yang bernilai tinggi," papar pria yang pernah mengenyam studi di Akademi Seni Rupa Indonesia.
Selain memanfaatkan limbah, Harris juga membuat beberapa material yang cukup jarang dijadikan batik, kemudian ia olah menjadi produk batik, seperti batik di atas denim yang dapat digunakan semua orang, batik di atas limbah aluminium foil, limbah kapas, dan yang terakhir limbah plastik.
"Baru-baru saja, saya mencoba ampas kopi dijadikan sebagai bahan pewarna batik. Unik karena memiliki aroma yang kuat. Bahkan, peminatnya juga banyak," ujar pria kelahiran September ini.
Selain sibuk mengurus sejumlah bisnis batiknya, ia pun sering diminta memberikan pelatihan di berbagai daerah, terutama mengolah limbah plastik agar semua masyarakat bisa memanfaatkannya menjadi barang bernilai jual.
"Saya tidak pelit membagi ilmu. Siapa saja yang tertarik belajar membatik di atas material sampah, boleh datang ke workshop saya dan mencobanya. Toh ini juga tujuannya demi keselamatan hidup. Jika mau bersama-sama menyelamatkan lingkungan, saya justru senang," katanya.
Menurutnya, masyarakat seharusnya mulai mengubah pola pikir dan jangan takut tak mendapatkan rezeki dari memanfaatkan limbah. Sebab, jika bisa mengolah limbah dengan cara yang benar, justru rezeki akan menghampiri. "Banyak, kok, peminat batik limbah meski masih didominasi ekspatriat atau orang asing. Biasanya memang untuk kebutuhan ekspor. Tapi saya yakin, lama-lama pasti akan jadi tren."
KOMENTAR