Kedatangan serombongan polisi dari Polres Bukittinggi (Sabtu, 7/5) ke rumah pasangan Efie Rijan (55) dan Irwan (57) di Jorong Kampung, Agam, disambut hangat. "Kami mengobrol dan tertawa-tawa. Betul-betul tak punya firasat apa-apa," kata Efie, ibunda Irma sekaligus mertua Teddy. Ketika itulah adik Efie di Ambon menelepon. "Dia menyuruh saya nonton Metro TV. Dari seberang saya dengar suara dia terbata-bata berujar, pesawat Merpati jatuh di Kaimana. Ada nama Irma dan Teddy disebut jadi korban."
Efie langsung menjerit histeris. Sejurus kemudian para polisi yang bertamu tadi, mendekati ibu empat anak ini sambil berkata, sebetulnya kabar itu pula yang ingin mereka sampaikan. "Tapi katanya mereka enggak tega."
Terbayang, kata Efie, beberapa hari sebelum kejadian, Irma berada di Bukittinggi. "Dia sengaja ke sini untuk menghadiri acara perkawinan adiknya. Suaminya tak ikut karena harus mengemas barang-barang untuk pindah dari Sorong ke Kaimana. Kalau saya ingat-ingat, waktu itu perilaku Irma tak seperti biasanya. Dia riang sekali, padahal selama ini kalau Irma pulang ke kampung halaman kerjaannya 'ngumpet' dalam kamar," ujar Efie.
Yang juga kini terasa aneh bagi Efie, "Entah kenapa, dia minta dinding kamarnya dicat putih dan tirai kamar harus diganti warna oranye. Dia juga beli bingkai Ayat Kursi dan diletakkan di atas tempat tidurnya," ujar nenek satu cucu ini. Lalu, saat pernikahan sang adik, "Dia seperti menjaga adiknya benar. Saat adiknya duduk di pelaminan, karena masuk angin, dia muntah. Oleh Irma ditampung di tangannya. Ah, kalau ingat semua itu, saya bisa gila membayangkannya," ujar Efie dengan suara tersendat.
Ia lalu berkisah tentang pertemuan Irma dan Tedi tahun 2002 silam. "Saat itu Irma kerja di BII dan Teddy tugas di Polres Bukittinggi. Enam bulan pacaran, Irma tak mau memberikan alamat rumah ke Teddy. Hingga suatu hari saat Irma pulang kerja, Teddy membuntuti dia dari belakang. Begitu sampai di rumah, dia bilang mau kenalan dengan saya dan mau serius dengan Irma. Saya sempat kaget juga karena selama ini Irma tak pernah cerita tentang Teddy. Tapi, akhirnya kami setuju karena Teddy ternyata sopan, baik dan penuh perhatian."
Kini yang diinginkan Efie dan Irwan hanyalah membadalkan haji Teddy dan Irma. "Saya juga akan mendirikan masjid atau mushala buat mereka. Saya dan suami ikhlas dengan kepergian Irma sekeluarga. Mungkin Allah lebih sayang pada mereka sampai mereka 'pergi' pun Allah tidak memisahkan. Mereka benar-benar sehidup semati," kata Efie berurai air mata.
Duka juga menyelimuti keluarga Sumaryani di Jalan Kampung Bustaman 146, Semarang. Yani, panggilan akrab Sumaryani, adalah pramugari pesawat Merpati yang jatuh di perairan Kaimana, Papua. Sebagai anak sulung, Yani adalah pengganti almarhum ayahnya. "Sejak kecil dia memang ingin jadi pramugari. April 2003, dia diterima di pendidikan kepramugarian di Bogor dan lulus seleksi. Akhirnya bergabung dengan Merpati," cerita sang bunda, Suratmi, dengan sedih.
Tak ada firasat di hari yang nahas itu. Malah, rencananya Yani akan cuti tiga hari, pulang ke Semarang untuk mengantar mertua dan suaminya berangkat umrah tanggal 15 Mei mendatang. "Terakhir komunikasi, Yani menelepon tanggal 7 Mei jam 10.00 pagi. Saat itu dia sedang di Kupang menuju Kaimana. Memang baru sekali itu Yani ke Kaimana."
Sedangkan pertemuan terakhir anak dan ibu ini berlangsung di Surabaya, awal April silam. "Yani membelikan saya banyak obat-obatan, peralatan mandi, baju, dan sandal. Yani juga sempat memberangkatkan saya umrah tanggal 14 April lalu," ujar Suratmi. Sebelumnya, Yani juga memberinya bungkusan berisi sajadah dan mukena berwarna merah. "Katanya, mukena dan sajadah itu pasti bagus dipakai saya. Sampai saat ini bungkusan itu masih belum saya buka. Biarlah jadi kenang-kenangan indah Yani buat saya," tutur Suratmi sambil menyeka air matanya.
Debbi Safinaz, Swita A Hapsari
KOMENTAR