Rasa pedih ditinggal orang terkasih akibat kecelakaan perahu di Bojonegoro itu juga dirasakan keluarga Suhadak (45) dan Kasiatin (43). Pasangan ini adalah orangtua Nurin Nikmah (17), siswi Madrasah Aliyah Abu Darin, yang ikut jadi korban perahu terbalik. Di mata keluarga, sosok Nurin bagaikan permata. Selain penurut pada orangtua, ia juga sangat taat beribadah.
Meski sama-sama berada di satu desa, Nurin tak tinggal bersama orangtuanya, melainkan memilih tingal bersama kakek dan neneknya, Ngatman (68) dan Kartini (65), yang mengasuhnya sejak ia balita. Namun, Suhadak dan Kasiatin selalu bertemu Nurin di sore hari, karena mereka bertiga mengajar mengaji anak-anak di Taman Pendidikan Alquran (TPA) Al Muslikh.
Menurut Kasiatin, dibanding dirinya, suaminya jauh lebih syok menerima kenayataan ini. "Suami saya masih sering melamun. Maklum, kami ditinggal Nurin secara mendadak. Rasanya seperti mimpi saja," kata ibu lima anak ini.
Kasiatin sebenarnya memiliki harapan, suatu saat kelak, Nurin akan menggantikan posisinya sebagai guru mengaji anak-anak di TPA. Beberapa waktu lalu, harapannya sudah ia disampaikan kepada putrinya itu. "Nurin sudah setuju. Tapi, sekarang dia sudah tidak ada,"" ujar Kasiatin lirih.
Sementara Suhadak punya cerita sendiri menjelang musibah yang merenggut buah hatinya itu. Menurutnya, malam sebelum kejadian ia bermimpi, persis di lokasi kejadian ia meliihat ada ledakan besar dan suara gemuruh hebat. "Saya pikir, itu cuma mimpi belaka. Tidak tahunya, pagi harinya ada musibah yang merenggut nyawa anak saya sendiri," jelas pria berambut ikal ini.
Yang membuat Suhadak heran, sebenarnya Nurin pandai berenang. "Mungkin terlalu berat pakaiannya, jadi mengurangi kelincahannya berenang saat harus melawan arus deras," ujar Suhandak menduga-duga. Jenazah Nurin ditemukan keesokan hari seusai kecelakaan oleh Tim SAR di Desa Menilo, Kec. Soko, Kab. Tuban atau sekitar 12 km dari lokasi kejadian.
Di antara keluarga korban yang kehilangan pasca kecelakaan perahu maut, adalah Martini (24) yang merasakan kepedihan paling mendalam. Ibu satu putra yang tinggal di Desa Padang ini terpaksa harus menambah tingkat kesabarannya karena hingga Kamis (5/5) belum mendapat kabar soal keberadaan suaminya, Ketut Arisanto (29), yang juga menumpang perahu nahas itu.
"Meski kemungkinannya dia masih hidup sangat tipis, tapi saya berharap ada mukjizat buat Mas Ketut," kata Martini sambil memgelus rambut putra tunggalnya, Marvio Rizki Alfioanto (2).
Dengan mata berkaca-kaca, wanita bertubuh semampai itu mengaku tak siap menerima kenyataan jika suaminya harus benar-benar tiada. Baginya, terlalu cepat untuk berpisah dengan pria yang sudah memberinya seorang anak. "Selain kami belum puas mengasuh anak, dia juga orangnya terlalu baik," ucap Martini.
Tentu saja, wanita berkulit hitam manis ini tak pernah menduga bila suaminya akan tewas dalam kecelakaan perahu di Bengawan Solo. Seperti biasa, pagi itu suaminya menuju tempat kerjanya di Surabaya. Ketut, sehari-hari bekerja sebagai staf marketing spare part motor. Tugasnya keliling ke seluruh daerah di Jatim, bahkan Jateng.
KOMENTAR