Senin (2/5) lalu, Wijiyanto (45) perlahan menambatkan perahu penumpang miliknya di bibir tanggul sungai di Desa Padang. Para penumpang yang ia bawa dari Desa Sale kemudian satu per satu turun. Penumpang pun berganti, dari Desa Padang yang hendak ke Desa Sale lalu naik satu demi satu.
Ada yang membawa motor, sepeda pancal, juga barang bawaan lain. Total, ada 31 penumpang perahu motor tempel yang dikemudikan Wijiyanto pagi hari itu. "Penumpangnya cukup banyak karena pas jamnya anak sekolah dan orang berangkat kerja," kisah Wijiyanto, saat ditemui Rabu (4/5), dari balik jeruji besi Mapolres Bojonegoro. Ya, ia kini telah ditetapkan sebagai tersangka atas musibah terbaliknya perahu di Sungai Bengawan Solo, pekan lalu, karena dianggap lalai dan mengakibatkan sejumlah penumpangnya tewas.
Wijiyanto lalu meneruskan kisahnya di hari nahas itu. Setelah penumpang dari Desa Padang berada di atas perahu, sebagian ada yang berdiri, jongkok atau duduk di atas motor yang dibawanya, Wijiyanto kemudian menghidupkan motor tempelnya dan melaju perlahan melawan arus deras Sungai Bengawan Solo, yang lebarnya sekitar 100 meter dan memiliki kedalaman sekitar 14 meter.
Setengah perjalanan menuju Desa Sale, tiba-tiba Wijiyanto mengaku melihat kayu gelondongan besar terbawa arus deras di permukaan sungai. Wijiyanto yang tengah berkonsentrasi melawan derasnya air sungai seraya tetap mengemudikan perahu, tak sempat menghindar. Duuug! Benturan keras antara perahu dan kayu gelondongan pun tak bisa dielakkan lagi.
Karena kerasnya benturan itu, bagian lambung perahu pun jebol. Seketika itu juga perahu mendadak oleng, dan dengan cepat badan perahu terbalik dan menumpahkan semua penumpang perahu di tengah arus sungai yang deras.
Wijiyanto panik begitu tahu perahu mulai terbalik. Ia lalu berusaha menolong lima penumpang wanita yang tak bisa berenang kemudian dinaikkan ke tubuh perahu yang sudah dalam posisi terbalik. "Saking derasnya arus sungai, sebagian penumpang yang hanyut tidak sempat saya selamatkan," tutur ayah satu anak yang sudah 20 tahun berprofesi sebagai pengemudi perahu tambang di Sungai Bengawan Solo.
Bagi Wijiyanto, peristiwa ini bagaikan mimpi buruk yang jadi kenyataan. Perahu miliknya itu sudah puluhan tahun menemaninya dan menjadi sumber penghasilan satu-satunya. "Saya tidak tahu harus bagaimana hidup saya kelak. Yang pasti, ini adalah musibah. Kejadian itu bukan karena kelalain saya, tapi murni karena kondisi alam. Hantaman kayu balok itu yang menyebabkan petaka itu terjadi," ujar Wijiyanto dengan nada kecewa.
Menyadari perahu akan tenggelam dalam waktu cepat, salah satu penumpang perahu, Syahroni (20), mengaku sangat panik dan ketakutan. "Semua orang menjerit dan minta tolong," ujar pemuda adal Desa Padang.
Syahroni yang duduk di atas motornya di perahu menyadari perahu akan terbalik seusai menabrak kayu, langsung menceburkan diri ke sungai seraya menarik tubuh sepupu perempuannya yang juga hanyut. Ia dan sepupunya berhasil berenang mencapai bibir sungai. Sementara itu, ia melihat penumpang lain tercecer terbawa arus deras.
"Saya lihat, ada yang bisa berenang, tapi ada juga yang cuma bisa teriak-teriak sambil badannya timbul tenggelam di sungai. Cuma tangannya saja yang kelihatan. Pagi itu, benar-benar mencekam," papar Syahroni yang sempat hanyut sekitar 200 meter dari lokasi kejadian.
Dari seluruh penumpang, yang berhasil menyelamatkan diri sebanyak 23 orang (termasuk Wijiyanto, Red.), sementara sembilan orang lainnya hilang. Dari data petugas Tim SAR Gabungan di lokasi kejadian, hingga Rabu (4/5) lalu, dari sembilan penumpang itu, lima orang sudah diketemukan dalam keadaan sudah tak bernyawa, sedangkan empat orang lainnya masih belum diketemukan.
Warga Desa Padang, Kec. Trucuk, Kab. Bojonegoro sama sekali tak menduga Senin pagi itu akan menjadi hari kelabu buat mereka. Sembilan warganya jadi korban tewas dalam tragedi tenggelamnya perahu di Sungai Bengawan Solo. Kecelakaan yang memakan korban sebanyak itu membuat warga terenyak.
"Kalaupun sungai banjir, ya, memang sudah langganan tiap tahun, apalagi kami hidup di tepi sungai. Tapi kalau kecelakaan perahu, seingat saya dulu pernah terjadi tahun 1954. Sejak itu, tidak pernah ada kejadian lagi. Baru kali ini ada lagi," ujar Sulasmin (62), warga setempat.
Seusai peristiwa nahas itu, kediaman Abdul Rochim (57) diselimuti duka mendalam. Putrinya, Nurul Wijayanti (18), menjadi salah satu korban perahu maut. Jenazah siswi SMKN I Bojonegoro itu ditemukan Selasa (3/5) sore di Desa Ledok Kulon, sekitar 3 km dari lokasi kejadian.
Baik Rochim maupun istinya, Sumiasih (45), tampak tegar menerima takdir yang Kuasa, tak ada tangis maupun rintihan kepedihan sepeninggal anak gadisnya yang mendadak itu. "Kami ikhlas, ini sudah jadi takdir Allah. Siapapun tak akan bisa menolaknya. Kita semua bakal mati, jadi tak usah terlalu disesali," tutur Rochim.
Kendati demikian, Rochim tetap tak menduga anak gadisnya yang dikenal baik dan santun itu akan pergi secepat itu. Tak ada firasat apapun yang ia rasakan. Pagi itu, seperti biasa Nurul berangkat naik sepeda menuju tambangan (tepi sungai untuk naik perahu, Red.). Sementara Rochim ke ladang.
Belum lama berladang, tiba-tiba ia mendapat kabar ada perahu terbalik. Seketika itu juga ia langsung berlari menuju arah tambangan. Ia ingin tahu, apakah Nurul ikut naik perahu nahas itu. Perasaannya langsung ciut, setelah tahu Nurul salah satu yang hanyut.
Menyadari anaknya ikut jadi korban, Rochim nekat menceburkan diri ke sungai hingga ke tengah. Namun, begitu tahu arusnya deras, ia pun terpaksa menepi. "Anak saya pasti hanyut karena enggak bisa berenang," kata ayah lima anak dari dua perkawinannya.
Sementara sang istri, Sumiasih, mengaku merasakan hal aneh pada Nurul malam sebelum kejadian. "Minggu malam, saya lihat Nurul makan kacang tanah. Padahal, selama ini dia kurang suka kacang. Saya sempat tanya, kenapa makan kacang. Nurul menjawab, "Ya Bu, besok saya sudah enggak makan lagi, kok." "
Menurut Sumiasih, Nurul merupakan anak yang baik dan salehah. Rutinitasnya, pagi ke sekolah, pulangnya langsung ke rumah, sorenya belajar dan mengaji. "Karena dia meninggal dalam perjalanan untuk menuntut ilmu, insya Allah anak saya termasuk mati syahid," timpal Rochim.
Gandhi Wasono M / bersambung
KOMENTAR