Sore itu, Sabtu (2/4), Siti Mukaromah (38) bergegas pulang dari tempat kerjanya di perusahaan roti. Ia ingin segera menemui buah hatinya, Ananda Farizal Pratama (8), yang hari itu berulang tahun ke-8.
Memang tak ada acara khusus, tetapi Siti berencana akan mengajak putranya jalan-jalan "Dia memang tidak minta kado macam-macam, tapi sebagai orangtua, saya pengin menyenangkan hati anak," tutur Siti ketika ditemui di rumahnya di Desa Setonorejo, Kec. Keras, Kab. Kediri (Jatim).
Setibanya Siti di rumah, sekitar pukul 15.00, ternyata Siti tak menemukan Ananda. Padahal, biasanya jam segitu anak tunggalnya itu terlihat bermain di sekitar rumah atau bermain bola di lapangan dekat rumah bersama teman-teman sebayanya.
Siti juga membatin, Ananda pasti belum makan siang sepulang dari sekolah karena ia melihat nasi, sayur dan lauk pauk lainnya di meja makan masih utuh, belum tersentuh. "Yang saya temui cuma baju sekolahnya sudah dilepas dan tergantung di kamar," imbuh Siti.
Masih dalam keadaan penat sepulang kerja, Siti langsung bergegas mencari Ananda ke sana ke mari. Mulai ke rumah teman-temannya, kerabat dekat, hingga ke berbagai tempat yang biasa dijadikan tempat bermain Ananda.
Ketika ia semakin bingung ke mana lagi harus mencari keberadaan Ananda, pikiran Siti langsung tertuju pada Candra, anak kakak iparnya yang siang itu juga tidak terlihat di rumahnya. Candra sehari-hari tinggal bersama mertua Siti yang letak rumahnya bersebelahan dengan rumah Siti.
Candra merupakan remaja pendiam yang kurang bersosialisasi, bahkan dengan sesama teman sebayanya. Candra pun hanya mau berkomunikasi dengan keluarga dekat saja. Setiap hari, menurut Siti, Candra selalu berada di rumah. Kegiatannya hanya mencari rumput untuk makan kambing yang kandangnya berada di belakang rumah.
"Karena siang itu Candra tidak kelihatan ada di rumah, saya langsung punya keyakinan Ananda main sama kakak sepupunya itu. Tapi, saya sama sekali enggak pernah punya pikiran Candra bakal menyakiti Ananda," kata Siti.
Pikiran Siti semakin tak karuan karena menjelang sore, batang hidung Candra maupun Ananda tak juga muncul. Padahal, pukul 16.00 Candra seharusnya mengajar anak-anak sekitar mengaji di masjid dekat rumah.
Siti lalu menduga, Ananda diajak Candra ke rumah orangtuanya di Desa Seketi, beberapa kilometer dari rumah mertua Siti. Tanpa pikir panjang, ia lalu naik motor menuju rumah orangtua Candra, sekadar mengecek apakah benar Candra dan anaknya ada di sana. "Tapi, di tengah perjalanan, ponsel saya bunyi. Tetangga menelepon dan saya disuruh segera pulang, katanya Ananda sudah diketemukan," cerita Siti.
Alangkah terkejutnya Siti, sesampainya di depan rumah ia melihat warga sudah ramai dan membopong tubuh anaknya yang sudah tak bernyawa dan penuh tanah. Sontak, Siti berteriak dan menangis histeris. Ia berusaha memeluk tubuh anak semata wayangnya. "Tidak bisa digambarkan bagaimana pikiran saya saat itu. Saya cuma bisa nangis sambil berteriak sejadi-jadinya," cerita wanita asal Ngawi itu.
Sesaat setelah dimandikan, jenazah Ananda dibaringkan di atas dipan yang diletakkan di ruang tamu. Siti hanya bisa menatap dengan pedih jasad anak kesayangannya itu. Sambil menahan air matanya, Siti membetulkan posisi tangan jenazah Ananda. Kemudian, ia bergegas mengambil air wudu dan mengaji di sisi jenazah buah hatinya.
Siti pun lantas meyakini, Candra lah yang telah tega menghabisi anaknya. Dugaan Siti memang benar. Tepat pukul 24.00, Candra ditangkap polisi di jalanan. "Saya harus ikhlas melepas Ananda. Mungkin cuma sampai di sini Allah memberi kepercayaan kepada saya untuk mengasuhnya. Tapi, yang membuat saya tidak ikhlas, caranya dia meninggal, kok, harus seperti ini?" kata Siti setangah bertanya.
Meski tampak tenang dan tabah, "Sebenarnya hati saya seperti diris-iris. Sebagian jiwa saya rasanya ikut hilang. Anak saya satu-satunya harus pergi dengan cara seperti itu," ratapnya. Bila Siti tampak tegar, tak demikian dengan Sutikno (38) suaminya. Pria yang bekerja di pabrik kertas di Surabaya ini mengaku masih belum bisa menerima kenyataan pahit ini. Kepada siapa saja, Sutikno menolak bicara. Sutikno memang jarang bertemu Ananda karena biasa pulang ke rumah sebulan sekali.
Seribu kenangan dirasakan Siti setiap kali mengingat buah hatinya. Di usiannya yang masih kanak-kanak, Siti berkisah, Ananda sudah taat beribadah dan patuh kepada orangtua. "Tingkah lakunya kaya orang dewasa. Kalau tahu bapak dan ibunya tidak punya uang, dia tidak akan minta uang jajan. Makan dengan lauk seadanya saja sudah cukup. Tidak jarang dia juga menasihati saya supaya tabah dan bersabar, kalau saya sedang susah," kenang Siti.
Masih tergambar jelas dalam ingatan Siti, Sabtu pagi itu, sebelum berangkat sekolah Ananda menelepon ayahnya yang berada di Surabaya. Ketika itu, Sang Ayah menanyakan, Ananda ingin diberi kado ulangtahun apa. "Ananda pengin dimasukkan ke sekolah bola, biar tambah jago main bolanya," papar Siti menirukan ucapan Ananda.
Ketika itu, lanjut Siti, Ananda tampak gembira sekali ketika ayahnya menjanjikan kelak jika Andanda sudah naik ke kelas 2 di SDN Setonorego, Kediri, akan diikutkan ke salah satu sekolah bola milik perusahaan gula yang ada di Kediri. "Selain pengin jadi pemain bola, Ananda juga punya cita-cita jadi polisi."
Pemain tim nasional yang jadi kebangaan Ananda adalah Gonzales dan Hamka. "Dia ngefans banget sama kedua pemian bola itu, sampai-sampai uang saku sekolahnya dia kumpulkan buat beli poster bergambar kedua pemain itu," kenang Siti dengan mata berkaca-kaca.
Entah firasat atau bukan, seminggu menjelang kepergiannya, Siti merasa anaknya terlihat lebih manja dan selalu ingin diperhatikan. "Setiap mau tidur, dia minta dipeluk. Padahal, sebelumnya mana mau dia dipeluk-peluk saya," ujar Siti.
Tak hanya itu, belakangan ini juga Siti melihat Ananda semakin rajin beribadah. Selain salat lima waktu, Ananda juga kerap mendampingi Siti ikut pengajian ibu-ibu di kampung. "Sikapnya belakangan ini beda sekali, itu yang bikin saya makin enggak bisa lupa sama Ananda," ucap Siti lirih.
Siti tak habis pikir, kenapa keponakannya, Candra, tega membunuh anaknya. Padahal, selama ini ia merasa tak pernah ada masalah dengan pria tanggung itu. Bahkan, pada suatu kesempatan Candra sering bercengkerama dengannya. "Kejadian ini bikin batin saya hancur. Saya berharap Candra dihukum berat. Saya juga tidak mau lihat dia ada di kampung ini lagi," tegas Siti.
Gandhi Wasono M. / bersambung
KOMENTAR