Tahu campur dan lontong kikil adalah kuliner khas Lamongan. Meski belum menasional seperti soto Lamongan dan pecel lele, dua nama masakan ini mudah ditemui di Surabaya. Tahu campur Lamongan cukup unik. Penyajiannya mirip bakso. Pakai selada, bakmi, tahu, perkedel, dan diguyur kuah. Istimewanya, ada kikil sapi dan kerupuk. Rasa kuah beningnya agak manis dan dicampur petis udang.
Salah satu kios yang menjajakan tahu campur adalah Depot Jaya di Jemur Andayani, Surabaya, yang dikelola pasangan suami-istri Suef Rizal (45) dan Zeni Kusmawati (35). "Selain tahu campur, yang banyak diminati pembeli adalah lontong kikil. Tidak selengkap tahu campur, hanya kikil diberi kuah. Tapi, kuah tahu campur dan lontong kikil, rasanya berbeda. Lontong kikil tidak pakai petis," papar Zeni.
Zeni berkisah, ia dan suaminya sama-sama berasal dari Lamongan. Ketika tinggal di Surabaya sejak 1997, mereka berjualan masakan khas daerahnya. "Awalnya cuma jual tahu campur. Tempat jualnya juga hanya di kaki lima," kata Zeni yang awalnya berjualan bersama suaminya. Butuh perjuangan agar usahanya berhasil. Namun kini, warung kaki limanya tak lagi mampu menampung pelanggan.
"Di sana, kapasitas terbatas, cuma mampu menampung 20 orang. Sejak tahun 2008, kami sewa kios di sini. Tempatnya lebih luas, bisa menampung 50 orang, parkirnya juga luas," imbuh Suef.
Di tempat baru, Zeni dan Suef menambah lagi menu soto dan tahu telur. Harganya Rp 9 ribu. Namun, yang paling laku tetap tahu campur dan lontong kikil. Zeni pun tak keberatan membagi resepnya. Yang penting, kikil direbus sampai empuk. "Tahu campurnya saya pakai kikil bagian otot sapi, tapi untuk lontong kikil, bahannya khusus kaki sapi."
Di hari-hari biasa, Zeni bisa menjual 200-an porsi tahu campur dan 100-an porsi lontong kikil. Hari libur dan Minggu, jumlahnya sudah pasti bertambah. Apalagi saat puasa, bisa dua kali lipat hari biasa. Tentu saja, Zeni sudah tak bisa lagi turun tangan sendiri. Ia dan suaminya, kini tinggal mengawasi lima karyawannya. Tapi, untuk mengolah masakan, mereka tetap meraciknya sendiri.
"Selain warga Surabaya, banyak tamu dari luar kota. Uniknya, banyak juga yang sekali jajan langsung menyantap tiga menu sekaligus, tahu campur, lontong kikil, dan soto tanpa nasi. Katanya, semuanya enak," papar Zeni sambil tersenyum.
Mereka buka pukul 04.00 - 23.00. Selain banyak yang menyantap di warungnya, "Banyak juga yang membungkus sampai 15 porsi. Kami juga sering diminta menyediakan katering untuk pesta pernikahan dan berbagai acara kantor. Kebetulan, lokasi jualan kami tak jauh dari kawasan industri," beber Zeni.
Meski laris-manis, Zeni belum terpikir membuka cabang. "Padahal, sudah banyak yang ingin kerja sama. Masalahnya, tenaganya belum cukup. Kami ingin konsentrasi di sini dulu," ujar Zeni yang rumahnya tak terlalu jauh dari warungnya.
Henry Ismono
KOMENTAR