Selama ini, Ani dan Dedi merasakan beban yang amat berat untuk biaya pengobatan Rio. "Penghasilan mereka berapa, sih? Makanya ia sangat berharap ada ganti rugi," ujar David.
Dedi sangat memahami mengapa istrinya begitu syok mendengar putusan hakim. "Kok, tidak sesen pun dikabulkan hakim. Minimal sebesar kuitansi pengobatan yang sudah kami keluarkan."
Ketika minggu lalu sidang sempat ditunda, Dedi memang sudah merasa ada yang tak beres. "Saya tak punya firasat apa-apa. Cuma sudah feeling ketika sidang ditunda minggu lalu, sepertinya ada yang tak beres. Benar, ternyata hasilnya nihil," jelas Dedi yang berharap hakim di tingkat banding bakal berpihak padanya.
Dedi merasa pihak pengelola harus bertanggung jawab atas kasus "eskalator maut" ini. "Karena efeknya luar biasa. Bukan hanya Rio jadi cacat, kami juga trauma pergi ke mal," jelas Ani sambil menuturkan, sejak kejadian itu, Rio jadi pemurung. Sehari-hari hanya di dalam rumah. "Padahal, waktu kecil dia sangat ceria. Mungkin ia mulai merasakan beda dengan teman-temannya. Mudah-mudahan setelah sekolah nanti Rio kembali ceria," ujar Dedi penuh harap.
Ada beberapa pertimbangan kenapa majelis hakim menolak gugatan orang tua Rio. Dari keterangan saksi maupun sidang, hakim menyimpulkan tidak ada kelalaian dari pihak pengelola mal maupun operator dan produsen eskalator tersebut.
Dijelaskan hakim, PT Jaya Kencana sebagai produsen eskalator maut tersebut sudah memasang hampir 60 ribu eskalator. "Dan selama ini tak ada masalah," kata Marsudin Nainggolan, salah satu anggota majelis saat membacakan pertimbangan putusan. Tiap dua minggu sekali, lanjut Marsudin, eskalator itu juga rutin diservis. "Jadi semua sudah sesuai prosedur."
Pihak pengelola, lanjut Marsudin, juga tidak bisa disalahkan dalam tragedi ini. Pasalnya, saat sidang di tempat, sudah ada petunjuk dan larangan di dekat eskalator itu. Antara lain, tulisan yang menyatakan tangga otomatis itu bukan untuk anak kecil. Artinya, anak kecil harus digendong. Pemakai juga diwajibkan mengenakan alas kaki. Marsudin justru menyalahkan Padri yang membiarkan Rio berjalan sendiri di eskalator.
Sementara itu, kuasa hukum pengelola Mal Pasar Pagi, Tommy Sihotang menilai gugatan orang tua Rio salah alamat. "Lho yang lalai, kan, orang tua Rio, kenapa yang disalahkan pengelola maupun operator eskalator?" jelas Tommy yang cukup puas kliennya dibebaskan dari tuntutan ganti rugi.
Nah, jika Padri yang disalahkan, bisa jadi kasus ini malah jadi bumerang bagi keluarga Rio. Pasalnya, selain menuntut ganti rugi, keluarga Rio juga melaporkan masalah ini ke polisi. Wah, sudah jatuh bakal tertimpa tangga.
Sukrisna
KOMENTAR