Sri Marliani berjalan tergopoh-gopoh. Perempuan yang sehari-hari jualan tas di emperan Mal Pasar Pagi Mangga Dua ini takut telat menghadiri sidang di PN Jakarta Pusat. Hari itu adalah hari yang penting bagi Ani dan suaminya, Dedi Darmansyah. Terlebih bagi masa depan anak bungsu mereka, Rio Aliansyah Ramadhan (4).
Selasa (15/3) hakim mengagendakan pembacaan putusan setelah seminggu sebelumnya ditunda. "Saya kira tadi telat, maklum jalanan macet," kata Ani usai tiba di Ruang Prof. Oemar Seno Adji, di lantai 3. Seperti biasa, setiap kali sidang digelar, Ani terpaksa libur jualan. Suaminya yang bekerja di sebuah pabrik cat juga harus ambil cuti. Bersama Rio, pasangan muda ini naik bajaj dari rumahnya di bilangan Ancol Selatan, Jakarta Utara.
Bagi Ani dan Dedi, gugatan ini merupakan upaya terakhir untuk mencari keadilan setelah tragedi yang memilukan dua tahun lalu, ketika kaki kanan Rio cacat seumur hidup akibat kecelakaan di eskalator Mal Pasar Pagi Mangga Dua.
Bukan cuma cacat yang harus diderita anaknya, pasangan ini juga sudah mengalami kerugian materi yang nilainya sangat besar. Semua dikeluarkan demi kesembuhan Rio. "Kami habis ratusan juta rupiah, bahkan sampai sekarang masih berutang puluhan juta ke RS," kata Ani.
Bersama pengacara David Tobing, Ani dan Dedi melayangkan gugatan ke empat penyedia layanan publik. Yaitu pengelola Mal Pasar Pagi Mangga Dua, operator Eskalator, Gubernur DKI, serta Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI. Mereka menuntut ganti rugi Rp 62 juta serta kerugian materiil Rp 100 miliar. Harapan mereka, "Jika hakim mengabulkan, uang itu untuk operasi lanjutan Rio," kata Dedi.
Saat ini Rio masih dalam perawatan RS Satya Negara, Sunter, setelah sebelumnya sempat dirawat di RS Husada. Di RS yang pertama, dokter menemukan empat serpihan logam yang menancap di betis Rio. Hingga kini, Rio sudah menjalani 7 kali operasi dan masih harus berlanjut. Bocah yang tahun depan rencananya akan dimasukkan TK ini masih harus memakai sepatu penyangga.
Namun, rupanya pasangan ini kembali diuji. Perjuangan menuntut keadilan selama hampir dua tahun, kandas di tangan tim hakim yang diketuai Marsudin Nainggolan. Gugatan mereka ditolak! Marsudin justru menyalahkan Pandri, paman Rio, yang membiarkan Rio yang kala itu berusia 2,5 tahun berjalan sendiri di eskalator tanpa alas kaki.
Saat kejadian, Rio dan pamannya berniat membeli makanan di lantai IV. Saat akan melewati eskalator, Rio merengek minta turun. Begitu kaki kecilnya menempel tangga eskalator, langsung "termakan" dan tergilas. Menurut analisa Dedi dan Tim Pengacara, kaki Rio kejeblos eskalator rusak. "Kalau kejepit, pasti jari-jarinya rusak. Ini, kan, mulus, tak ada luka sedikit pun. Justru betisnya yang rusak," papar Dedi.
Dugaan ini dikuatkan oleh penemuan dokter di RS Husada. "Enggak mungkin kaki anak itu bisa merusak eskalator," kata David yang langsung mengajukan banding atas putusan itu.
Ani yang duduk mengapit Rio dan suaminya di deretan bangku terdepan, semula kurang paham saat hakim mengetukkan palu. Setelah dijelaskan bahwa semua gugatan ditolak, ibu dua anak itu langsung menjerit histeris. "Hakim tak punya hati nurani!" jeritnya. Air matanya tumpah. Dedi langsung merengkuh kepala istrinya. Pasangan muda ini menangis sesunggukan. Sementara Rio, bocah kecil bermata bulat ini hanya bisa bengong melihat orang tuanya menangis. Tak lama kemudian, badan Ani tampak lunglai kemudian jatuh ke lantai, pingsan.
Suasana Ruang Sidang gaduh. Sebagian wartawan membopong Ani dan membaringkannya di kursi panjang, sementara yang lain sibuk mengabadikan kejadian tersebut. Sekitar 15 menit Ani tak sadarkan diri. Wanita asal Palembang ini baru sadar setelah salah seorang kerabatnya mengoleskan minyak angin di atas bibirnya. Ketika hendak beranjak ke luar ruang sidang, tubuh Ani limbung lagi. Ia kembali pingsan.
Sukrisna / bersambung
KOMENTAR