Di tangan Ali Umar Manik (60), ratusan monyet yang terdapat di Desa Batu Lubang Sibaganding, Kabupaten Simalungun, bisa dijinakkan, bahkan dijadikan obyek wisata. Tempat rekreasi kawanan monyet ini bisa ditemui hanya 1 km dari kota wisata Parapat, Medan. Saking tenarnya nama Manik sebagai pawang monyet, ia dipanggil dengan nama Manik Monyet.
"Sejak lahir sampai remaja, rumah saya dekat dengan hutan ini. Begitu saya keluar dari pekerjaan sebagai security di salah satu hotel di Parapat, saya masuk hutan," kata pria tamatan SD ini.
Sumatera Utara memang dikelilingi pegunungan yang dikenal dengan nama Pegunungan Bukit Barisan. Di sekitar pegunungan itu, banyak terdapat monyet. Habitat asli monyet-monyet ini berada di Hutan Lindung Sibatuloting, yang hingga kini masih terjaga.
Pada 1986 Manik pelan-pelan melatih kawanan monyet agar tak takut manusia. Dulu, kata Manik, hewan mamalia ini masih tiga kelompok, "Kera, beruk dan siamang. Tapi, seiring dengan menyempitnya lahan hutan, sekarang tinggal kera dan beruk saja."
Setelah kawanan monyet peliharaan Manik ini "pintar" memikat orang, ia mulai menjadikan habitat monyet ini sebagai obyek wisata. "Sebelum ke Danau Toba di Parapat, mereka bisa singgah kemari," kata Manik berpromosi.
Berkat usaha Manik melatih monyet, taman wisata ini kini sudah masuk dalam buku pariwisata Sumatera. "Lokasi wisata ini jadi salah satu agenda kunjungan turis. Sayang, seiring perjalanan waktu, keberadaan monyet di kawasan ini sudah hampir punah," ucap Manik sedih.
Dari ribuan monyet yang ada, kini hanya tersisa ratusan ekor saja. Biasanya, Manik memberi makan mereka dedaunan muda, buah kayu alam, jagung, pisang, kacang, ubi kayu, ubi rambat dan tebu agar tak terkena penyakit rabies. Pada hari besar keagamaan, Manik memberi bonus monyet-monyetnya satu butir telur ayam.
Tahun 1998 lalu, Manik mendapat piagam dari TVRI Medan dan penghargaan Peduli Lingkungan. Di tingkat dunia, Manik juga pernah mendapat penghargaan Toba Dream karena sudah melakukan pelestarian lingkungan hidup tanpa dana dari Pemerintah dan mendatangkan wisatawan.
Sekitar 320 km dari Kota Medan, tepatnya di Kabupaten Tapanuli Utara, terdapat sebuah kolam pemandian yang tak biasa. Kolam Air Soda, begitu tempat ini disebut. Pasalnya, air di kolam pemandian ini memang tak biasa, berbuih dan hangat. Jika tak sengaja tercicipi, rasanya sedikit seperti soda.
"Mandi di Kolam Air Soda ini terasa panas di bawah. Tapi, begitu naik ke atas kolam, hawa dingin akan kita rasakan. Seperti air soda gembira," ujar Khairunisah, pengunjung yang datang dari Jakarta. Ia mengaku tahu tempat wisata ini setelah berselancar di internet.
Menurut O. Tobing Sihite (74), pendiri kolam ini, awalnya ia juga tak tahu bila dekat rumahnya ada fenomena alam air soda. "Di tahun 1970, tempat ini masih rawa. Sebenarnya, kami ingin mengerjakan lahan persawahan. Namun, saat tanah dicangkul keluar air yang terasa hangat. Saya kaget karena ada mata air yang terasa hangat. Setelah saya cicipi airnya, kok, seperti air soda," ujar Sihite.
Bertekad mengurus kolam pemandian ini, Sihite lantas meninggalkan pekerjaannya sebagai bidan di Jakarta. "Niat buka lahan pesawahan juga berubah. Akhirnya, kami buat kolam pemandian di dekat area pesawahan," cerita Sihite, yang membangun Kolam Air Soda ini sejak 1976.
Pada 2004 lalu, Pemkab Tapanuli Utara memperluas areal kolam sekaligus membangun dek semen permanen. Kolam Air Soda ini pun lantas dijadikan obyek wisata. Karena berasal dari mata air, air yang keluar dari dasar kolam akan terus mengalir ke atas. Terletak di kaki gunung, wilayah ini masih minim polusi. Airnya biru dan bening. Sambil berenang, pengunjung bisa menikmati pemandangan alam yang masih murni. Kabarnya, air soda ini dapat menyembuhkan sejumlah penyakit, seperti gatal-gatal, rematik, asam urat dan pengapuran. Caranya, air soda langsung diminum. Tapi, hati-hati kalau terkena mata agak terasa perih.
Konon, Kolam Air Soda hanya ada dua di dunia, di Prancis dan Tapanuli Utara.
Di Tapanuli, lokasi ini setiap hari dikunjungi ratusan orang, baik dari luar kota maupun turis mancanegara. "Biasanya di hari libur, pengunjung rela antre untuk bisa mandi. Selain diminum, pengunjung dari luar kota juga biasa ambil air dari sumber mata air untuk dibawa pulang. Mereka bawa airnya pakai jerigen atau botol air mineral," ujar Sihite.
Saat ini, Sihite menjadikan Kolam Air Soda di lahan miliknya sebagai mata pencaharian keluarganya. Ridwan, anak sulung Sihite, yang saat ini mengelola kolam itu.
Debbi Safinaz
Foto: Debbi Safinaz
KOMENTAR