Anda mungkin pernah melihat sebuah produk makanan ringan dari ketela yang tiba-tiba memenuhi sudut pusat perbelanjan di setiap kota. Pembeli makanan dari ketela ini pun antre, bahkan banyak yang ingin membeli waralaba usaha ini. Namun, baru beberapa bulan bisnis ini berkibar, pembeli mendadak sepi. Gerobak yang dijadikan media berjualan hilang satu per satu.
Ya, saat ini bisnis waralaba memang tengah tumbuh subur di Indonesia. Menurut catatan majalah Info Franchise bulan Juni 2010, pertumbuhan omzet waralaba di Indonesia meningkat 20 persen di tahun 2009.
Sementara Widia Dharmadi, konsultan franchise di Indonesia, mencatat, saat ini ada sekitar 1500 usaha franchise di Indonesia. Namun, dari sekian banyak itu, kebanyakan masih berupa business opportunity yang belum teruji. "Makanya harus hati-hati saat membeli franchise," kata Widia saat ditemui di sebuah mal di Jakarta.
Cek & Ricek
Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan ketika ingin membeli usaha franchise. Pertama, profitnya harus jelas, sistemnya bagus, detail dan ada Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (STPW). "Itu baru syarat di atas kertas. Dan harus di cek dulu. Jangan hanya percaya saja pada apa yang dikatakan franchisor (pihak penjual franchise)." Hitungan di atas kertas mungkin menggiurkan, tapi bagaimana dengan di lapangan?
Banyak hal yang harus di-cross check di lapangan. antara lain menanyakan sejarah franchise kepada penjual. "Biasanya, bisnis yang sudah teruji punya perjalanan usaha minimal 5 tahun." Banyak pembeli terjebak iming-iming keuntungan atau harga murah, tapi ternyata franchise itu belum teruji dan belum lama berdiri. Ya, ada harga, ada barang."
Widia juga menyarankan, jangan memilih yang sebenarnya baru merupakan business opportunity. Tren bisnis donat, misalnya. Ada yang bertahan, tapi banyak yang tumbang. "Nah, yang tumbang itu mungin hanya merupakan business opportunity. Baru 1-2 tahun berdiri, bahkan baru 3 bulan sudah jual waralaba."
Yang tak kalah penting adalah mengecek tim support dari franchise yang akan dibeli, mulai dari pelatihan, bahan baku, dan sebagainya. Ini sangat penting karena menyangkut kelangsungan hidup usaha yang akan dibeli.
Soal profit juga harus dicek ulang. "Harus ditrongkrongi seharian di lokasi franchise yang akan dibeli. Dihitung berapa pengunjungnya, berapa lama penyajian, apa benar omzet sesuai yang ditawarkan. Harus benar-benar dilakukan riset sendiri. Pokoknya, harus diketahui semua detailnya sebelum memilih."
Pemilihan lokasi juga tak kalah penting. "Apakah lokasi itu di perkantoran atau bukan." Jika di perkantoran, lanjut Widia, harus diperhitungkan juga jam bukanya, karena hari Sabtu dan Minggu pasti tutup. Dan itu harus diperhitungkan dalam penentuan omset.
Yang kerap dilupakan pebisnis sistem ini adalah soal passion. "Kalau passion-nya di kuliner ya, jangan beli franchise musik atau pendidikan," tambah CEO Francorp Indonesia. "Jadi, pilih bisnis yang sesuai dengan passion kita. Biasanya, sih, akan lebih berhasil dan lebih mudah mencari jalan keluarnya."
Memilih bisnis franchise dapat dikatakan seperti memotong langkah proses memulai usaha. "Itu sebenarnya prinsip utama franchise." Hanya saja, pemilik harus benar-benar jadi owner operator yang harus tahu operasional usahanya. "Jangan hanya modal duit lalu pengelolaan diserahkan ke orang lain. "Minimal dia harus mengerti cara kerjanya bagaimana. Jadi, kebocoran akan bisa dicegah.
Sistem juga harus dipahami. Misalnya, bagaimana pengiriman bahan baku, ukuran, mengolah sampai penyajiannya. Jadi kalau ada masalah, bisa segera di atasi."
Sebagai contoh, bisnis franchise lele. Pemilik harus mengecek pengiriman ukuran lele sesuai standar. "Jangan sampai ukuran lelenya kebesaran atau malah kekecilan. Karena pembeli bisa membandingkannya dengan outlet lain. Dan, jangan sampai kita menerima lele yang mati, karena akan mengurangi kualitas."
Operasional itulah yang harus diketahui oleh pemilik. "Meski sudah ada sistem yang baik dan karyawan, tetap saja pemilik harus tahu operasionalnya dari A sampai Z."
Tahun Kelima
Meski saat ini banyak tawaran bisnis franchise yang bisa dibeli, baik di bidang kuliner, jasa pengiriman barang, maupun hiburan, namun Widia tetap menyarankan untuk menjadi wirausaha sendiri. "Daripada mengambil franchise yang tak diketahui, sudah teruji atau belum."
Widya lebih cenderung menyarankan bagi yang ingin coba-coba bisnis, memulai dengan usaha sendiri sesuai passion. "Tidak usah langsung besar, dari kecil saja dulu. "Nikmati" usaha itu dari tahun pertama sampai tahun ke lima."
Tak perlu takut mencoba berbisnis meski belum pengalaman. "Banyak pengusaha yang sukses bahkan mendunia berawal dari nol pengalaman. Jadi tak perlu takut memulai. Meski belum pengalaman, tidak harus lari ke franchise."
Justru proses jatuh bangun itu yang akan memberi pengalaman hebat. "Yang penting harus sabar, harus melewati proses jatuh bangun di usaha yang digelutii Ya, memang beda dengan bisnis franchise yang memotong proses itu," tambah Widia. Yang penting lagi, harus ada stategi bisnis yang jelas. "Kalau sudah ada, ya, tinggal jalan saja. Saya yakin, kalau sabar pasti akan sukses."
Strategi bisnis adalah satu hal yang juga harus dimiliki jika kelak bisnis Anda ingin di-franchise-kan. "Selain strategi, juga harus ada payung hukum, operasional yang jelas dan dilatih, serta ada tim marketingnya."
Tim marketing ini, kata Widia, harus dipisahkan dengan tim lama agar tidak saling tumpang tindih. "Mereka harus bekerja agar franchise milik kita bisa dikenal dan diminati orang," jelas Widia yang tiap sebulan dua kali mengadakan seminar untuk para pengusaha yang ingin mengembangkan usahanya lewat sistem franchise.
Pengembangan usaha lewat franchise, kata Widya dilakukan lantaran biasanya pemiliknya tak punya waktu, kurang dana, dan tenaga. "Tapi jika punya semua, ya, mending buka cabang saja. Ngapain menjual brand sendiri ke orang lain."
Usaha franchise, lanjut Widia juga harus punya syarat. Selain menguntungkan, juga harus sudah teruji. Minimal usaha itu sudah berjalan 5 tahun. "Juga tidak terlalu lama saat membuka franchise baru. Maksimal 1 bulan, tapi idealnya 2-3 minggu."
Sebelumnya, brand itu juga harus dipatenkan terlebih dulu. "Kalau memang perlu informasi, bisa, kok, tanya-tanya ke Asosiasi Franchise Indonesia."
Sukrisna
Foto-Foto: Dok Pribadi
KOMENTAR