Jual-beli dan donor ASi seperti yang berlangsung di Batam ini, jelas mengundang pro dan kontra. Antara lain bisa dilihat di milis-milis yang anggotanya para ibu menyusui. Sebagian menilai, hal itu tak diperbolehkan karena dianggap tak sesuai dengan hukum agama. Juga menyangkut masalah riwayat kesehatan ibu pendonor yang diragukan. Sebagian lagi mengembalikan urusan itu kepada orang-orang yang menjalaninya.
Salah seorang ibu, Arroya Triannisa (27) atau Oya berpendapat, "Perilaku orang, kan, beda-beda. Kalau niatnya membantu, ya, tak apa-apa. Mungkin penjualnya perlu uang, sementara pembelinya butuh ASI. Yang penting, jangan ada unsur penipuan. Mungkin menjual ASI lebih baik untuk mendapatkan uang daripada jual diri atau mengemis di jalan."
Oya pun memilih mendonorkan ASI miliknya bila freezer nyaris tak mampu menampung botol-botol ASI-nya. Padahal, Oya sudah memanfaatkan tiga freezer. "Nah, kalau sudah kelebihan ASI seperti itu, saya umumkan di milis ASI For Baby. Siapa tahu ada yang memerlukan."
Biasanya Oya membuat pengumuman seperti itu 2-3 minggu sekali dan mendonorkan sebanyak 30-35 botol ukuran 100 ml. Artinya, Oya mendonorkan 3-3,5 liter ASI setiap kalinya. Ia bersyukur produksi ASI-nya berlimpah, bahkan mencapai 700 ml setiap hari di masa awal menyusui. "Selama ini beberapa kali saya memberikannya ke dua orang yang sama, yang juga anggota milis," tuturnya.
"Saya memang belum pernah bertemu bayi mereka tapi rajin menanyakan perkembangannya. Sepertinya mereka tidak menipu. Sebab, saya pernah baca ada seorang ibu yang pura-pura mencari donor, padahal ternyata ASI-nya dia jual lagi. Nah, itu, namanya jahat," tandas ibu dari seorang anak perempuan berusia tujuh bulan ini.
Masih menurut Oya, di milis yang diikutinya, tak sedikit yang mendonorkan dan perlu ASI. "Penerima donor biasanya ibu yang menjelang atau baru masuk kantor lagi setelah melahirkan tapi cuma punya sedikit ASI. Atau harus tugas keluar kota selama beberapa hari, sehingga bayinya memerlukan ASI lebih banyak."
Hasuna
KOMENTAR