Dari sinilah kejahatan Sar terhadap anak-anak jalanan terungkap. Sedikitnya atas pengakuan Sar, ada 96 anak jalanan yang telah ia sodomi. Baik dengan bayaran Rp 10 ribu, hingga gratisan. "Rata-rata korban adalah anak jalanan dan berusia di bawah 17 tahun. Dia melakukan tindakannya itu sejak usia belasan tahun hingga sekarang dia telah memiliki istri dan empat orang anak," jelas Kapolres Kepulauan Seribu, Hero Henrianto.
Berawal dari Kerokan
Jumlah korban yang diakui Sar, sebatas ingatannnya saja. Sayangnya, hingga saat ini belum ada satu pun korban atau keluarganya yang turut melapor kecuali keluarga Rul. Pada NOVA, Sar mengaku, kelainan seksualnya berawal ketika dirinya merantau ke Purwakarta. Kala itu umurnya baru 16 tahun ketika bekerja pada seseorang. "Bos saya minta dikerokin terus dipijit. Lama-lama dia memegang "barang" saya," terangnya.
Kejadian terulang lagi saat Sar ke salon untuk bercukur. "Waktu rambut saya dikeramasin oleh pemilik salon, celana saya dibuka dan dia meraba-raba saya. Habis cukur saya mau bayar, eh, malah saya dikasih uang Rp 2.500. Saya mau saja karena tidak perlu mengeluarkan uang malah dapat uang," papar Sar polos.
Semenjak itulah, Sar mengaku ketagihan dan selalu ingin merasakan kenikmatan yang sama. Caranya, ia mulai mencari lelaki iseng, Sar memanggilnya Om. "Kami sering melakukannya di gerbong kereta atau di semak-semak dengan bayaran Rp 7 ribu."
Sar tak menjelaskan kenapa setelah berulangkali ia melakukan kegiatan seksual bersama laki-laki, kemudian memilih pulang ke kampung halamannya, Cirebon. Di Kota Udang inilah ia bertemu tambatan hatinya, seorang perempuan bernama Yam. "Dia kerja di pabrik dan kami pacaran selama tiga bulan. Saya senang karena dia masih gadis. Kami pun menikah dan memiliki 4 anak," tutur Sar yang kemudian memilih bekerja sebagai pedagang mainan di Cirebon.
Selama pernikahan Sar mengaku tidak melakukan kegiatan seksual yang menyimpang. Rupanya, ia telah disadarkan oleh seorang ustaz, tempatnya curhat. "Ustaz saya bilang, kalau melihat lelaki, sebaiknya saya menghindar. Apalagi saya sudah punya anak, dan itu membuat rumahtangga saya makin bahagia. Alhamdulillah saat itu saya bisa melakukannya."
Kembali Terulang
Rupanya kebahagiaan yang diaku Sar tak bertahan lama. Sar mengaku stress karena kesulitan mencari uang untuk menghidupi istri dan anak-anaknya. "Mau berdagang enggak ada modalnya, lama-lama saya tertekan dan stres. Apalagi setelah anak ke-4 saya lahir. Enggak ada biaya hidup," kenang Sar yang kemudian di tahun 2008 kembali ke Purwakarta. "Saya pamitnya ke istri mau kerja dan berjanji sesekali mengunjungi dia. Terakhir kami ketemu 4 bulan lalu."
Di Purwakarta Sar kembali terjerumus melakukan kegiatan seksual dengan sesama jenis. Baik dengan anak jalanan, anak punk, atau pemabuk yang berkeliaran di pinggir jalan. Cara mengajak mangsanya, Sar pura-pura minta rokok, ngobrol, atau langsung bertanya, "sudah biasa dipakai belum?". Bila anak-anak jalanan itu mengangguk, "Berarti mau dipakai. Lalu, dia saya ajakin mau enggak dengan saya? Biasanya saya bayar mereka Rp10 ribu, hasil saya dagang. Karena itu saya tidak bisa menabung buat dikirim ke anak-istri," terang Sar.
Sempat Sar mencoba dengan perempuan. "Tapi perempuannya sudah tua-tua dan bayarnya mahal, sih. Biasanya mereka minta Rp 150 ribu dan dilakukan di penginapan. Pernah saya tawar sampai Rp 75 ribu tapi lama-lama enggak kuat bayarnya. Saya jadi malas. Saya lalu mencari anak-anak saja di sekitar Purwakarta dan Cikampek."
KOMENTAR