Menurut Mita Rosette Taufik, Profesional Analis Tulisan Tangan dari Synergia Consulting, Bandung, analisis tulisan tangan (dan juga coretan) atau grafologi dapat menguak potensi dasar seseorang yang belum tergali secara optimal. "Bentuk tulisan tangan merupakan alat ukur yang tidak dapat berbohong, karena berasal dari alam bawah sadar, kecuali kita mampu mengontrol proses saraf-saraf pusat dalam sistem tubuh dan pikiran bawah sadar," jelasnya. Ibarat komputer, tulisan tangan merupakan hasil print out dari format cara berpikir kita. Apabila kita mengubah bentuk tulisan, kita harus mengubah bentuk tulisan secara permanen.
Pada dasarnya, gaya tulisan tangan akan selalu sama. Hanya ada beberapa tanda (trait) yang dapat berubah seiring perubahan emosi (marah, sedih, stres). Trait yang tidak berubah (fixed) merupakan trait potensi dasar yang diberikan oleh Tuhan dan selalu baik. "Saya tidak percaya Tuhan menciptakan sesuatu yang buruk. Pasti selalu baik. Tinggal bagaimana orang tua, lingkungan, dan anak sendiri menentukan mau seperti apa," kata Mita.
Sedangkan trait yang bisa berubah (unfixed) merupakan trait yang menjadi pilihan kita, yang terkadang menutup potensi dasar kita. Sebagai contoh, Anda dikaruniai kemampuan mengobservasi yang sangat baik, tetapi karena keadaan hati yang sedang tidak enak dan Anda tidak bisa mengendalikan, akibatnya hasil observasi pun jadi kurang maksimal.
Trait unfixed yang bisa diperbaiki, antara lain suasana hati, kecerobohan, terlalu sensitif terhadap kritik, suasana hati yang turun, dan sebagainya. "Kondisi-kondisi ini bisa menurunkan potensi. Misalnya, perilaku yang cenderung moody. Kenapa dia moody? Mungkin perjalanan hidup, sehingga dengan bersikap moody ia lebih nyaman dan orang lain lebih berempati terhadap dia."
Melalui tulisan tangan atau coretan, potensi anak dapat diketahui, sehingga hal-hal tidak baik bisa diperbaiki. Lalu, kapankah tulisan atau coretan sebaiknya dianalisis? Lebih dini lebih baik, bahkan ketika anak baru mulai bisa mencorat-coret. Itulah sebabnya grafologi sangat penting bagi anak. Grafologi membantu menemukan cara belajar yang cocok bagi anak, juga cara berkomunikasi yang bisa membantu anak menemukan potensinya.
"Tapi, ini bukan cara yang instan, lho. Bayangkan, untuk mengganti satu huruf saja bisa butuh waktu satu bulan. Anak digali lagi coretannya, sampai bisa menemukan potensinya seperti apa," kata Mita.
Orang tua Harus Kenal Dirinya
Akan tetapi, lanjut Mita, grafologi tak cuma penting bagi anak, melainkan juga bagi orang tuanya. "Ingat, selain mengembangkan potensi anak, orang tua juga punya potensi untuk justru menutup potensi anaknya," kata Mita. Jadi sebelum mengenali potensi anak, orang tua harus mengenali dirinya sendiri lebih dulu. "Sangat tidak mungkin kita mengenali orang lain, tanpa kita mengenal diri sendiri, kan? Orang tua harus tahu diri dan potensinya seperti apa." Dengan mengetahui potensi diri dan anak-anaknya, orang tua akan mampu membantu anak mempergunakan potensinya sedemikian rupa.
Contohnya, seorang anak yang diberi karunia oleh Tuhan memiliki ide-ide yang luar biasa bagus. Tapi, dalam perjalanannya, orang tua terlalu banyak mengkritiknya. Ini karena Si Orang tua adalah tipe orang yang termotivasi oleh kritik, sementara Si Anak sebaliknya, tak suka dikritik. Akibatnya, ide-ide luar biasa anak pun tak pernah keluar. "Ini, kan, akhirnya menutup potensi anak," tambah Mita.
Contoh lain, anak yang punya tipe intuitif sementara orang tua bertipe suka mengunakan logika. "Jadinya enggak nyambung dan malah bisa menutup potensi anak."
Grafologi hanyalah alat atau tools yang membantu mengetahui potensi anak, juga tools untuk membantu orang tua mengetahui potensi anak dan cara berkomunikasi dengannya. Setelah dianalisis, kekurangan-kekurangan tadi bisa diterapi dengan grafoterapi, salah satunya dengan mengubah bentuk huruf. Misalnya, anak yang pesimis. Kalau tidak segera diatasi, anak bisa depresi. Atau anak cenderung agak serakah (greedy), kalau tidak segera diatasi bisa keterusan.
"Jadi, sebetulnya yang diperbaiki adalah hal-hal kecil yang vital. Bahkan hanya karena kecerobohan, segalanya bisa kacau, kan?"
Contohnya anak yang tidak suka mentaati aturan (the rule is not the rule), suka berbohong, atau anak yang banyak akal. Banyak akal ini bisa positif tapi bisa juga negatif. Mungkin ia bisa mencari solusi secara cepat, tapi kalau tidak diberi pengertian, anak yang banyak akal bisa menjadi anak yang banyak alasan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Ia punya rasionalisasi karena pandai. Nah, ini yang nantinya akan mengurangi hasil kerjanya.
Anak juga diajarkan untuk memiliki time dan self management yang baik. Setiap orang mempunyai cara kerja sendiri-sendiri. "Suka dan potensi itu tidak ada hubungannya. Bisa saja anak suka menyanyi, tapi belum tentu ia berpotensi di sana. Apalagi kalau tanya anak di bawah 16 tahun," lanjutnya.
Selain itu, anak juga diajarkan self healing yang sangat sederhana dan praktis, misalnya kalau sedang cemas, apa yang harus ia lakukan, sehingga tak perlu balik lagi ke terapis. Jika gaya huruf anak sudah diperbaiki, anak juga memiliki self management (pola belajar) dan self healing yang bagus, maka potensinya akan bisa dioptimalkan.
Hasto Prianggoro / bersambung
KOMENTAR