Selepas Isya, Senin (20/9) silam, ibuku bilang, Devi Janatin Ni'mah (19) keluar rumah untuk beli pulsa. Namun, hingga sekitar jam 22.00, putriku belum juga pulang. Aku jelas khawatir. Apalagi, saat itu ia sedang dalam masa pingitan karena beberapa hari lagi akan menikah. Malam itu juga, sepulang kerja di pabrik plastik, kucari Devi. Kudatangi rumah teman-temannya dan sejumlah kerabat. Tak ada satu pun dari mereka yang tahu di mana putriku. Telepon genggamnya pun saat kuhubungi berkali-kali, tak ada respons, meski terdengar nada sambung.
Aku semakin gelisah dan amat khawatir. Ibu mana yang tak cemas memikirkan putrinya yang akan menikah tak kunjung pulang hingga larut malam? Karena tak kunjung mengetahui keberadaan Devi, esoknya, pagi-pagi sekali aku mendatangi rumah calon suami Devi, Imr. Sayang, Imr mengaku tak tahu di mana Devi.
Dengan tangan hampa, aku kembali ke rumah di Desa Wage, Pasuruan. Entah kenapa, aku tak puas mendengar jawaban Imr. Karena alasan itu pula, esoknya kuajak adikku, Syifa (40), kembali ke rumah Imr. Lagi-lagi ia bilang, tak tahu keberadaan Devi.
Hamil Duluan
Sebagai calon suami Devi, kuminta Imr ikut mencari anakku. Anehnya, jawaban calon menantuku sungguh di luar dugaan. Ia menolak dengan alasan sedang dipingit keluarganya. Tak hanya itu. Jawaban Imr lainnya pun, tak kalah membuatku tersentak dan sakit hati. Keluarga Imr yang ikut menemui kami mengatakan, Devi dikenal sebagai remaja "nakal". Mereka menuduh Devi kemarin malam keluar bersama pacarnya yang lain.
Yang lebih menyesakkan dadaku, mereka bilang, Devi yang tengah hamil 6 bulan itu mengandung bayi yang bukan benih dari Imr, melainkan benih pria lain. Ya Allah, sungguh menyakitkan ucapan mereka. Sudah tak mau membantu, mereka justru mencela Devi dan keluargaku.
Ya, Devi memang dalam keadaan mengandung sebelum menikah dengan Imr. Kami bermaksud meresmikan hubungan dua remaja ini dalam ikatan pernikahan agar tak terus bergelimang dosa.
Didorong rasa penasaran, sebelum memutuskan pulang ke rumah, sekali lagi aku bertanya pada Imr, di mana sebenarnya Devi. Kali ini, kulihat ia tampak gugup dan seperti tengah menyimpan sebuah rahasia. Sayangnya, saat itu aku tak bisa menerka dan menyimpulkan arti kegugupannya itu. Begitulah, akhirnya aku dan Syifa pulang dengan rasa sakit hati dan kekecewaan yang menggunung. Duh, di mana sebenarnya anakku?
Hari pernikahan semakin dekat, namun Devi tak kunjung pulang. Akhirnya, kami melaporkan kehilangan Devi ke polisi. Selang tiga hari seusai melapor, Syifa tiba-tiba melihat tayangan berita di teve tentang penemuan mayat di rumah kosong di Jl. Raya Raci, Pasuruan. Syifa langsung curiga. Tetapi aku tak yakin itu jenazah Devi. Hati kecilku berkata, tak mungkin itu Devi!
Akan tetapi Syifa ngotot pergi ke kantor polisi untuk mencari tahu identitas lengkap jenazah yang baru saja ditemukan itu. Betapa terkejutnya Syifa ketika melihat foto-foto yang ditunjukkan polisi. Menilik pakaian yang melekat di tubuh jenazah, Syifa yakin itu Devi.
KOMENTAR