IKA WAHYUNINGRUM
Pemilik lembaga pendidikan non formal Cita Hati Bunda ini mengaku perlu waktu tiga tahun untuk mewujudkan keinginanya membantu pendidikan bagi anak-anak autis di Surabaya. Sarjana psikologi ini rela melepas pekerjaannya sebagai terapis anak-anak berkebutuhan khusus yang sudah ditekuninya selama delapan bulan.
Berbekal ilmunya itu ia mulai menerima terapi privat di rumah. Murid pertamanya adalah anak autis berumur 4 tahun dari keluarga kurang mampu. Dengan ketulusan, ia rawat murid perdananya itu, hingga akhirnya satu per satu para orang tua yang memiliki anak autis menitipkan padanya untuk diterapi. Ika pun mengajak teman-teman sesama terapis untuk mau bekerjasama dengannya. Kini, Cita Hati Bunda telah memiliki 37 anak autis yang harus diterapi oleh 11 guru.
Perempuan kelahiran Singaraja, 23 Juni 1976 ini adalah pendiri Bali Kultural Center (Center). Yakni pusat pelatihan seni dan budaya Bali. Center adalah sebuah taman di pusat kota Denpasar, Bali. Di dalamnya dilengkapi kolam lotus, bale bambu, jineng kayu, dan tanaman tropis bernuansa alami. Di Center ini pula setiap orang bisa belajar membatik, menari Bali, gamelan, lukisan, pembuatan hiasan perak, ukir dan lainnya.
Karena itu dengan berdirinya Center, ia berharap semakin banyak orang Indonesia mengenal, mempelajari, dan mendalami seni dan budayanya sendiri. Bukan sebagai penikmat saja. "Banyak negeri lain memiliki alam dan pantai yang indah, tetapi seni dan budaya Bali adalah DNA atau gen dari Bali itu sendiri. Kenapa? Sebab seni dan budaya Bali tidak bisa ditemui sama persis di negara mana pun," tegas Ida Ayu.
Tulis-menulis adalah dunianya, traveling adalah hobinya. Ketika memasuki gerbang pernikahan, Indarti memilih berhenti bekerja demi mengurus suami dan anak. Ia kemudian menjadi penulis lepas di sejumlah media dan menerima pesanan pembuatan buku. Perempuan kelahiran Bandung, 9 Juli 1980 ini mendirikan Indscript Creative (IC) di tahun 2007. Di sini ia mengumpulkan data base para penulis yang dikenalnya untuk ikut bergabung.
Langkah selanjutnya, mengirimkan ratusan judul ide ke semua penerbit. Dalam kurun tiga tahun, 400 judul buku telah diterbitkan. IC mewadahi 172 penulis, 30 klien penerbit dan empat klien korporasi.
Impian memiliki produk garmen dari bahan rajutan pernah dimiliki Nita seusai ditinggal ayah tercinta untuk selamanya. Usianya masih belasan tahun kala itu. Sekali waktu, ia bermain ke perkampungan industri rajut. Ia pun terbetik memiliki usaha yang sama. Setelah berunding dengan sang ibu yang kala itu guru SD, ia membeli tujuh mesin rajut, namun yang layak hanya 4. Lumayan, produknya berhasil diekspor ke beberapa negara di Eropa. Sayangnya, karena tak terpantau dengan baik, manajemen keuangan pun bocor. Berbekal pengalaman tak mengenakkan itu, Nita pindah ke Bandung dan berkonsentrasi mengurusi bisnis rajutannya. Mulai dari belanja bahan baku benang, pengelolaan mesin, hingga menentukan desain, ia lakukan sendiri. Cara penjualan diperbarui lewat jejaring sosial. Kini usia Nita 25 tahun, telah menikah dan menikmati hasil usahanya.
Rilis Inclusivision Project, Honda Beri Wadah Teman Color Blind Ekspresikan Diri
KOMENTAR