Sejak itu, kekecewaan Fajri dan keluarganya terhadap dokter dan pihak RS semakin menggunung. Ia tak habis pikir, mengapa dokter sampai tak tahu jika sebenarnya ia mengandung anak kembar. "Dia, kan, sudah membuka rahim saya, tapi kenapa sampai tidak tahu kalau masih ada satu janin lagi? Coba kalau tahu dari awal, bisa jadi anak saya yang kedua tidak ikut meninggal," katanya dengan nada kecewa.
Begitu sedih dan kecewanya Fajri dan keluarga besarnya, akhirnya seorang kerabat Fajri berinisiatif menemui dokter dan menananyakan kenapa hal itu bisa terjadi. "Kata dokter, saat operasi itu dia memang melihat ada gumpalan lain di dalam rahim. Cuma, katanya, kalau diambil saat itu juga, khawatir akan terjadi perdarahan hebat. Makanya dibiarkan dulu," papar Fajri yang langsung merasa sakitnya reda usai janin keduanya keluar sendiri dari tubuhnya.
Tak tahan memendam rasa kecewa, esoknya Fajri memutuskan pulang, meninggalkan RS yang dianggapnya hanya memberi kesedihan. "Sampai hari ini, saya masih belum bisa menerima keteledoran yang sudah dilakukan dokter.
Keputusan pun diambil. "Setelah kami pikir-pikir, kami harus melapor ke polisi supaya kejadian seperti ini tidak terulang lagi," kata Nurul Qoiriyah, kakak Fajri, yang turut melaporkan masalah ini ke Mapolres Situbondo. Dari hasil laporan korban, kata Kapolres Situbondo, AKBP Imam Thobroni, Sik, kemungkinan akan diterapkan sangkaan atas kelalaian dalam melakukan pekerjaan atau jabatan. Jika nanti terbukti, ancaman hukumanya pun tak main-main, yaitu lima tahun penjara.
Tuduhan malpraktik, jelas dibantah dr. SR, SpOG (65). Ia berulangkali menekankan, tindakannya terhadap Fajri sudah sesuai prosedur sebagai dokter kandungan. SR berkisah, 29 September petang, Fajri datang bersama keluarganya dengan keluhan sakit luar biasa. Setelah diperiksa, "Saya lihat ketubannya sudah pecah. Selain itu, posisi bayinya melintang."
Demi menyelamatkan jiwa sang ibu, SR menyampaikan ke keluarga Fajri, operasi Caesar harus segera dilakukan. "Tidak mungkin menunggu lebih lama karena jiwa ibunya terancam," kata ahli kandungan senior yang sudah pensiun dari PNS sejak lima tahun silam itu. "Keluarganya setuju untuk tindakan operasi."
SR mengakui, setelah rahim dibuka, ia mendapati air ketuban dengan jumlah sangat banyak, melebihi batas wajar. Ia langsung menduga, bayi yang ada dalam rahim hampir pasti berukuran kecil. Dalam teori ilmu kebidanan, paparnya, apabila usia kehamilan 7 bulan dengan lingkar perut cukup besar seperti yang dialami Fajri, saat melahirkan jumlah air ketubannya akan sangat banyak (hyaranium).
Artinya, "Ukuran bayi kemungkinan kecil. Tapi jika air ketubannya berjumlah wajar, kemungkinan besar bayinya kembar (gemelli). Ternyata benar, bayi dalam rahim Fadjri memang kecil, beratnya hanya 400 gram dari yang seharusnya 800 gram. Jadi, sesuai teori itu, rasanya tidak mungkin ada lagi bayi di dalamnya," papar SR.
Selain berpatokan kepada kedua teori tadi, ia mengaku, sepintas pun tak melihat ada janin lain yang tersisa dalam rahim Fajri sehingga ia memutuskan segera menutup bekas luka operasi. Namun, lanjutnya, usai operasi, ia agak curiga melihat vagina pasiennya yang bentuknya agak menonjol ke luar. "Seperti ada tekanan dari dalam. Tapi saya memang sengaja tidak menyampaikan ke pasien karena saya tidak mau psikologisnya terganggu. Biar pulih dulu, baru saya periksa lagi apa yang jadi penyebabnya. Toh, masih dirawat di rumah sakit dan dalam pengawasan saya," terangnya.
Belum lagi sempat diperiksa ulang, tiga hari kemudian keluarlah janin kembarannya dari rahim Fajri. "Saat itu saya baru sadar, yang mendorong vagina Fajri adalah janin kembarannya," ungkap SR. Janin kedua ini, lanjutnya, lebih kecil dari bayi sebelumnya. Bobotnya hanya 250 gram.
Memahami Tren Kecantikan Masa Kini, Eva Mulia Clinic Hadirkan Serangkaian Treatment Baru
KOMENTAR