Vega Darwanti adalah salah satu artis yang pernah syuting iklan bersama Mbah Maridjan, empat tahun lalu, setelah Merapi meletus. "Kami bertemu di sekitar rumah Mbah Maridjan karena syuting dilakukan di sana. Waktu pertama kenalan, dia malu-malu dan enggak mau dekat-dekat. Katanya, istrinya cemburuan jadi enggak berani dekat saya. Waktu minta foto bareng, dia juga tetap enggak mau," kenang Vega sambil tertawa geli.
Akibatnya, memerlukan waktu cukup lama untuk membujuk Mbak Maridjan agar mau berdekatan dengan Vega agar syuting terlaksana. Masalahnya, begitulah posisi yang ditentukan skenario. "Kebetulan, kan, posisi berdirinya di dekat saya, jadi dia selalu bilang, 'Emoh...emoh'. Begitu terus." Tapi begitu sang istri tidak ada di dekatnya, baru Mbah Marijan berani bercanda dengan Vega.
Karena Mbah Maridjan tetap keberatan berdiri di samping Vega, akhirnya dicari jalan keluar. "Posisi Mbah Maridjan dibuat agak di belakang sedikit, bukan di samping saya. Baru setelah dikasih tahu begitu, Mbah Maridjan mau syuting dan berdiri di belakang," tutur Vega yang semula beranggapan Mbah Maridjan adalah sosok yang kolot. "Ternyata begitu ketemu, orangnya suka becanda seperti anak kecil. Makanya suasana jadi enggak kaku."
Sayangnya, karena Vega tak bisa berbahasa Jawa, komunikasi pun kurang lancar. "Selama dua hari syuting, saat istirahat si Mbah suka ngobrol dengan keluarganya. Biasanya kami suka ikut nimbrung. Sayangnya pakai bahasa Jawa, saya enggak ngerti," kata Vega yang sempat kembali bertemu Mbah Maridjan tahun 2007-an di Semarang. "Waktu itu bertepatan dengan ulangtahun Sido Muncul. Kami sempat jalan-jalan ke mal. Katanya, malnya sama seperti yang ada di teve."
Di mata Vega, Mbah Maridjan adalah sosok yang terkesan tak mau mengikuti kemajuan tekonologi dan bukan orang modern, tapi kemudian mau membintangi iklan. "Ternyata dia mau membintangi iklan kalau ada manfaatnya buat lingkungan. Rupanya honor yang diperoleh dari iklan, dibagi-baginya buat tetangga sekitarnya."
Mbah Maridjan, kata Vega, juga manusia biasa. "Kapan Allah mau mengambil nyawanya, pasti akan meninggal." Yang berkesan untuk Vega, "Di saat terakhirnya, ia masih mengemban tugas. Si Mbah bertanggung jawab sampai akhir hayat," kata Vega yang tak bisa datang ke pemakaman Mbah Maridjan karena sedang ada kesibukan di Jakarta.
Berbarengan dengan wafatnya Mbah Maridjan, lagu campursari berjudul Mbah Maridjan pun ikutan laris. Di sejumlah toko kaset di Yogyakarta, lagu yang dinyanyikan dan diciptakan Cak Diqin itu langsung ludes. Padahal, lagu itu diciptakan penyanyi asal Solo itu tahun 2006, pasca letusan Merapi di tahun itu. "Inspirasinya karena saya tertarik dengan sosok Mbah Maridjan yang bersahaja, ramah terhadap lingkungan, dan enak diajak bicara apa saja," ujar Cak Diqin.
Cak Diqin cukup mengenal Mbah Maridjan. Beberapa kali ia sengaja naik ke Merapi untuk menemui Mbah Maridjan di Dukuh Kinahrejo, yang kini sudah terisolir. "Kangen juga sama Mbah Maridjan. Di rumahnya waktu itu, saya bisa berlama-lama," kenangnya.
Saking kagumnya, bersama teman-temannya Cak Diqin pernah menjuluki Mbah Maridjan sebagai Presiden Gunung Merapi, "Namun Mbah Maridjan menanggapinya dengan senyum-senyum saja. Ia malah bilang, 'Aku semelekete saja', lalu gojekan (bercanda) ala dia. Dia memang rendah hati walaupun banyak yang mengidolakannya."
Mbah Maridjan pun oke-oke saja ketika Cak Diqin mengajaknya membintangi video klip. "Di klip itu Mbah memerankan dirinya sendiri. Dia senang dan syuting klip itu berjalan lancar," kenang Cak Diqin lagi.
Tentu saja Cak Diqin sedih dengan kepergian Mbah Maridjan. Terlebih ketika datang melayat, orang dekat si Mbah mengatakan, Mbah Maridjan sempat menanyakan Cak Diqin sebelum kepergiannya. "Saya jadi terharu. Kira-kira tiga hari sebelum Mbah meninggal, dia ngerasanin (membicarakan) saya. Mbah tanya, kenapa saya sudah lama enggak naik (datang ke rumah Mbah Maridjan, Red.)," ucap Cak Diqin yang ikut mempersiapkan pemakaman Mbah Maridjan.
Mengomentari lagu Mbah Marijan yang laris manis, Cak Diqin mengaku senang. "Alhamdulillah. Tadi produser saya bilang akan menggandakan lagi lagu dan albumnya."
TERSERAH SINUWUN
Sejak Merapi "batuk-batuk" GKR Hemas sibuk mengunjungi barak-barak pengungsi. Seperti yang dilakukan Kamis (28/10) silam, sebelum mengunjungi barak pengungsi, pagi itu Ratu Hemas mengecek kesiapan para sukarelawan di Posko Bencana Pakem. Usai berbincang dengan para relawan, anggota DPD ini menjawab pertanyaan soal Mbah Maridjan.
"Sebelumnya saya mengucapkan belasungkawa sedalam-dalamnya kepada para korban, termasuk Mbah Maridjan. Mudah-mudahan keluarga diberi ketabahan," kata Hemas yang menilai bencana ini sebagai sebuah kejadian alami. Ia amat berharap, bencana ini disikapi dengan kesabaran. "Setelah bencana ini, lereng Merapi akan subur kembali. Yang penting, masyarakat harus sabar menghadapi bencana ini."
Ditanya lebih jauh soal penunjukkan juru kunci Merapi dan Mbah Maridjan, wanita berkacamata ini hanya tersenyum dan menilai, Mbah Maridjan sudah melakukan tugasnya. Soal siapa yang bakal menggantikan setelah juru kunci itu tewas, Hemas hanya angkat bahu. "Itu terserah Sinuwun (HB X, Red.)," ujarnya singkat dan bergegas memasuki mobilnya.
Nove, Ester, Krisna, Tarmizi, Antie
KOMENTAR