Isu penarikan produk Indomie dari pasar di Taiwan pekan lalu, sempat jadi perbincangan hangat di berbagai kalangan. Toh, sebagaian besar merasa tak terganggu dengan berita itu. Warung mi instan tetap tak kekurangan pembeli. Yang jadi masalah, seberapa sering kita boleh makan mi instan dan bagaimana cara mengolahnya agar aman.
"Sudah tahu, kok, Indomie ditarik dari Taiwan tapi saya tetap makan. Kadar zat pengawet di dalam Indomie untuk setiap negara, kan, berbeda. Memang, sih, saya tidak menyantapnya setiap hari. Ya, harus tahu batas meski itu makanan favorit," begitu kata Lani (30), penghuni sebuah apartemen mewah di kawasan Jl. Sudirman, Jakarta.
Apalagi, lanjut Lani, ia punya penyakit asam lambung. "Kan, katanya kalau sakit asam lambung, enggak boleh banyak makan mi yang mengandung bahan pengawet. Pernah, seminggu berturut-turut makan mi instan, saya langsung sakit dan diopname."
Lani punya kiat memasak mi instan yang dianggapnya sebagai penolong di kala lapar menyerang. "Tiap kali masak mie instan, saya buang air rebusan pertama, setelah itu saya rebus lagi dan baru menambahkan bumbu, telur, kornet, plus sayuran. Jadi, ada tambahan nilai gizinya. Kecap dan sausnya pakai produk impor yang saya yakini aman buat kesehatan."
Kiat Lani agak berbeda dengan yang dilakukan Hj. Chairani Sri Utami (43) saat menghidangkan mi instan buat anak-anaknya. Warga Medan ini tahu betul bahayanya zat pengawet untuk kesehatan. "Saya hanya menjadikan mie instan sebagai makanan selingan saja. Misalnya, malam hari kelaparan. Saya juga mewajibkan anak-anak untuk makan nasi dulu sebelum makan Indomie kesukaan mereka."
Biasanya, Chairani mengganti bumbu mi instan dengan rempah-rempah alami. Misalnya, mencampurkan bawang merah, bawang putih, cabai, dan daun seledri. Untuk memperkaya protein, ia menambahkan telur atau ayam goreng. "Biasanya air rebusan pertama saya buang dulu, " terang Chairani yang hanya membeli 10 bungkus mie instan untuk satu minggu. "Biar anak-anak tidak makan tiap hari, saya simpan di tempat yang jauh dari jangkauan mereka."
Rebus Tiga Kali
Pengalaman Martina Endah (38) agak berbeda. Sejak kuliah, ia hanya makan mi instan di kala ingin saja. Kebetulan, lidahnya cocok dengan rasa aneka mi dari Indomie. "Susahnya, tiap kali makan Indomie, setengah jam kemudian perut langsung mulas, setelah itu bolak-balik ke kamar mandi. Kejadian itu terus berulang hingga sekarang. Entahlah, apa karena tidak cocok di perut atau hanya sugesti," terang ibu dari Putri (17) dan Dewi (15) itu.
Meski tahu konsekuensinya bakal bolak-balik ke kamar mandi, pemilik bisnis trevel ini tetap makan mi instan bila saat "ngidam" tiba. "Memang, sih, sekitar 30 menit kemudian pasti buang-buang air. Makanya setiap habis makan, saya tidak pergi ."
Endah bercerita, kedua buah hatinya semula juga gemar makan Indomie. Bahkan, si bungsu Dewi, dalam seminggu bisa makan lima kali. "Tetapi sejak tahun lalu, oleh eyangnya agar mengurangi. Memang tidak mudah, ya, melarang anak-anak tidak makan mi instan."
Sang eyang juga punya kiat khusus mengolah mi instan. "Mami saya merebus mi tiga kali. Dua kali air rebusan yang keruh dibuang, lalu yang ketiga baru dikonsumsi. Untuk menambah kadar gizi, biasanya ditambah telur dan sayuran."
Atas Nama Nostalgia
Meski sudah bertahun-tahun tinggal di New York, Amerika Serikat, Safitri tetap sulit meninggalkan kebiasaan makan mi instan yang ia lakukan sejak masih kuliah di Indonesia. Selama belasan tahun, katanya, "Saya jadi pemakan 'akut' mi instan." Bahkan, ia menjadikan mi instan sebagai menu wajib sampai bekerja di sebuah media.
Kebetulan, ia menemukan jodoh yang sama-sama doyan mi instan. Fitri pun bertambah girang. Terlebih mi instan olahan suaminya super lezat. Apa mau dikata, suatu kali ia terkena sakit tipus. Fitri harus berpisah sementara dengan mi instan. "Habisnya, setelah sakit tipus, tiap kali makan mi instan langsung sakit perut. Kejadiannya selalu sehari setelah makan. Rasanya perut seperti diremas-remas, lalu keluarlah gas yang baunya minta ampun," terangnya.
Pelan-pelan dengan terpaksa Fitri mengurangi konsumsi mi instan. "Tapi kalau sedang 'ngidam' mi, ya, terpaksa makan lagi. Habis, enak, sih," ujarnya sambil terbahak.
Agar perutnya tak melilit, Fitri punya kiat khusus. Sebelum menyantap mi kesayangannya, ia lebih dulu mengisi perutnya dengan makanan lain. "Sekarang saya makan mi instan cuma buat pelepas nostalgia saja."
Rini, Debbi, Hasuna
KOMENTAR