Syu Shu
Kecintaan pada sepatu membuat Vicky Shu tertarik memulai label sepatunya yang diberi nama Syu Shu. Vicky menjelajah ke berbagai tempat untuk menemukan pengrajin sepatu terbaik dan memutuskan untuk mengumpulkannya ke dalam sebuah workshop. Melalui workshop-nya, dara berusia 23 tahun ini mewujudkan desain-desainnya menjadi nyata. Wanita yang juga berprofesi sebagai musisi ini, biasa mendapatkan ide desain ketika sedang menciptakan lagu. "Aku enggak bisa menggambar sketsa, jadi biasanya aku langsung menggambarnya di komputer dengan photoshop. Jadi, pengrajinku bisa lihat desainnya dengan bentuk yang nyata".
Vicky mempelajari bagaimana cara menciptakan sepatu hak tinggi namun nyaman digunakan. "Bahannya harus nyaman dan haknya harus ringan," selorohnya lagi. Karena itu tidak heran sepatu Syu Shu sangat ringan meskipun berhak sangat tinggi. Sepatu yang didesain Vicky sebagian besar adalah sepatu high heels dengan desain yang edgy. "Aku penggemar sepatu high heels dan menurutku sepatu heels paling nyaman adalah yang minimal setinggi 10 cm.".
Selain pecinta fashion, Syu Shu juga diminati di kalangan selebriti, dari Lenka (musisi Australia) hingga selebriti lokal seperti Mulan dan Luna Maya. Kini, dalam jangka waktu 1 tahun, Vicky berhasil menjual 300-500 pasang sepatu setiap bulannya. Spektakuler!
Dalam waktu dekat, Vicky ingin membuka toko di Singapura atau Malaysia. Kenapa tidak di Indonesia dulu? "Konsumen Indonesia senang dengan segala hal berbau luar negeri. Dengan membuka toko di luar negeri dulu, Syu Shu akan lebih dihargai di pasaran lokal,"ujarnya.
Christyna Theosa awalnya adalah seorang mahasiswi yang berkuliah di Amerika Serikat yang tidak puas dengan clutch alias tas pesta yang ada. Menurutnya clutch yang dijual di pasaran tidak sesuai dengan seleranya dan harganya terlalu mahal. Christyna yang kuliah di Art Center College of Design Pasadena ini pun akhirnya mulai membuat clutch-nya sendiri dengan label Mimsy di tahun 2004. Wanita kelahiran Tuban, 2 Januari 1982 ini bukan hanya mendesain clutch, namun juga tas dengan bahan terbaik seperti kulit Italia, kain lace Jepang dan Prancis, hingga kristal Swarovski. Tas tersebut dijual dengan kisaran harga Rp.1,5 juta hingga Rp.7 juta.
Christyna memasarkan koleksinya door to door sampai akhirnya memutuskan untuk memilih jalur konsinyasi dengan toko tas dan pakaian di daerah Main Street. "Lingkungan itu adalah daerah perkantoran orang-orang film Hollywood dan studio film,"ujarnya. Tas Mimsy yang bergaya edgy ternyata diminati dan penjualannya terus melesat. Christyna pun kemudian menyasar pecinta fashion dengan budget terbatas dan membuat label Clementine yang dibandrol Rp.158 ribu- 600 ribuan. Perbedaan ada pada bahan bakunya, "Namun kualitas sama baiknya," terangnya lagi.
Saat ini Christyna telah bekerjasama dengan label Internasional seperti Bebe dan Urban Outfitters. Untuk Bebe, dia menciptakan tas Mimsy limited edition. Christyna juga tidak melupakan akarnya sebagai wanita Indonesia, setiap tahun dia menciptakan koleksi tas dengan unsur Indonesia. "Tahun lalu kita menggunakan batik, tahun ini kita pakai Tenun Makassar. Bahkan kita menggelar show khusus untuk ini di New York," ujarnya bangga.
Wanita yang juga berprofesi sebagai desainer grafis ini pun berbagi tips untuk desainer yang ingin mengikuti jejaknya, "Never give up, try new things and be original. Kekayaan budaya masih bisa kita kembangkan lebih ke dunia luar," ujarnya menutup pembicaraan.
Franka / bersambung
Foto : Eng Naftali, Dok. Mimsy
KOMENTAR