Tak terasa, sudah sebulan lebih Bang Mannuel tak lagi berada di sisiku. Meski secara fisik kondisi tubuh dan janinku cukup sehat, kadang aku masih suka teringat Abang. Rasanya dada ini masih sering terasa sesak. Andai saja mendiang suamiku "pergi" akibat menderita sakit lama terlebih dahulu, mungkin aku masih bisa berlapang dada melepas kepergiannya.
Tapi ini, kepergian Abang sangat tiba-tiba. Istri mana yang akan rela? Padahal, saat kejadian, aku dengar dari cerita orang, Abang sudah menyerah dan mengangkat kedua tangannya ke arah para perampok itu. Tapi mengapa masih juga ditembak hingga tewas?
Seorang petugas keamanan yang juga berada di lokasi perampokan, cerita padaku, sebelum tertembak Abang sempat mengobrol dengannya. Abang tampak senang sekali menceritakan soal kandunganku. Ia sangat antusias menunggu kelahiran anaknya. Sayang, belum lagi bisa bertemu anaknya, beberapa jam kemudian Abang dikabarkan ditembak. Beberapa hari lalu, aku dengar ada lagi peristiwa berdarah yang menewaskan tiga anggota polisi di Polsek Hamparan-Perak, Medan. Aku syok karena kembali teringat peristiwa yang menimpa Abang.
Namun, di sisi lain, aku merasa lega karena dari televisi aku melihat berita soal penangkapan 15 orang perampok yang di antaranya telah menembak Abang hingga tewas. Bahkan aku sampai ke RS Bhayangkara Medan untuk melihat langsung wajah para perampok itu. Sayang, aku tak diizinkan bertemu mereka oleh polisi.
Kendati demikian, aku juga merasa takut dan khawatir, kalau-kalau mereka akan menyerang keluargaku, seperti yang mereka lakukan di Polsek Hamparan-Perak. Aku hanya berharap, siapa pun orang yang sudah menembak mati Abang, sebaiknya diadili seadil-adilnya dan kasusnya diusut sampai ke akar-akarnya. Jangan sampai mereka lepas dan berbuat jahat lagi.
Jangan ada lagi, istri-istri polisi menjadi janda seperti aku. Memang, sebagai istri polisi kami harus siap dengan apa yang akan terjadi, itu sudah ada dalam perjanjian saat kami menikah.
Jujur saja, aku dan keluarga besar masih belum bisa menerima kepergian Bang Mannuel yang mengejutkan itu. Ketika sedang berada di kantor pun, aku masih selalu membuka-buka internet hanya sekadar membaca berita soal Abang, bahkan melihat foto Abang setelah ditembak, dengan tubuh penuh darah. Duh, sangat mengenaskan. Rasanya tubuhku ikut merasakan penderitaan yang Abang rasakan kala itu. Ya, aku memang tak akan pernah bisa melupakan peristiwa itu, sampai mati sekalipun.
Untungnya, aku belum pernah sekali pun bermimpi tentang Abang. Namun, aku masih selalu teringat saat masih ada Abang. Kami biasa bangun jam 05.00 setiap hari. Tapi saat ini, di pagi hari, aku selalu tersentak setiap kali terjaga. Abang sudah tak ada lagi di sisiku. Bersyukur keluarga besarku dan keluarga besar Abang sangat mengerti kondisiku. Kami sering berkumpul bersama, saling bercerita, nonton teve bareng, atau makan di luar bersama.
Atasanku di kantor pun memaklumi jika aku masih tampak bersedih saat bekerja. Aku kasir di sebuah perusahaan rokok. Terkadang, konsentrasiku buyar jika teringat Abang. Bosku bilang, yang penting pekerjaanku selesai. Namun, bagaimana pun, aku harus tegar. Ini sudah takdir Tuhan. Ya, daripada terus digelayuti perasaan sedih, lebih baik aku konsentrasi ke janinku. Diprediksikan aku akan melahirkan sekitar akhir Oktober mendatang. Aku berencana melahirkan melalui operasi Caesar saja. Aku takut mentalku tak kuat bila harus melahirkan normal. Apalagi tanpa Abang di sisiku.
Masih kuingat obrolanku dengan Abang. Ia sangat menyukai sepakbola dan pernah berkata, "Kalau kau melahirkan anak laki-laki, kita beri nama dia Cristiano Ronaldo. Tapi kalau bayinya perempuan, beri dia nama Abigail Kokeka." Aku setuju saja namun tak suka nama Kokeka, yang artinya kurang bagus. Abang juga pernah berpesan, karena ia anak bungsu dari tujuh bersaudara, maka mertuaku diminta menyumbangkan nama untuk anak kami kelak.
KOMENTAR