Bermula Dari Tanda Panitia
Setahun lalu, Erika Yarlis (33) mendapat pesanan membuat tanda kepanitiaan dari seorang teman. Bahannya terbuat dari kain dan bulu burung. Namun, soal desain tanda kepanitiaan idenya dari Erika sendiri. "Teman-teman bilang bentuknya unik dan cantik, sehingga mereka minta dibuatkan lagi. Kali ini berupa bros," terang mantan pekerja advertising itu.
Saat itulah terpikir oleh Erika untuk membuat kreasi lainnya, yakni jepit rambut dari bahan pita. Karyanya itu lantas dikenakan oleh sang anak ke sekolah. "Ternyata banyak ibu-ibu yang memuji. Lalu mereka bilang, kenapa enggak dijual saja? Saya pun tertarik dan iseng-iseng mulai menjualnya ke ibu-ibu."
Setelah mendapat tukang jahit, Erika mulai memperkenalkan produknya lewat berbagai acara pameran. Garasi rumah pun disulap menjadi bengkel kerjanya. Bila awalnya membeli pita dalam ukuran meteran, sejak rajin ikut pameran, ia mulai membeli gulungan. Selain murah, keuntungan pun bertambah karenanya. Laris tidaknya produk yang dijual di pameran, kata Erika bukan ditentukan lokasi. "Asal pengunjungnya ibu-ibu dan anak-anak, pasti jepit rambut buatan saya laris," papar ibu dua anak ini.
Menurut Erika, keistimewaan jepit rambut bikinannya yang berlabel Loulou ini, dijamin lebih murah dibanding produk sejenis. "Saya menjual mulai dari Rp 20 ribu - Rp 45 ribu. Bando, Rp 45 ribu - Rp 55 ribu. Khusus bando bayi, Rp 40 ribu. Bandingkan dengan harga produk sejenis di toko lain yang bisa mencapai ratusan ribu. Saya memang menjual untuk kalangan menengah ke bawah."
Semua produk milik Erika dikerjakan dengan tangan, bukan mesin jahit. Desainnya pun dibuat secantik mungkin dengan menampilkan warna-warna cerah. "Dengan jahit tangan, hasilnya lebih rapi. Per dua minggu kami bisa menghasilkan 30 buah jepit rambut karena tukang jahitnya hanya ada dua orang," jelas Erika yang masih menggunakan bahan impor. "Soalnya kain impor kaya warna dan motif," imbuhnya.
Oleh karena untuk mendapatkan bahan baku kain impor sering harus berebut dengan pengrajin lain yang sama-sama menggunakan kain impor, kini ia mulai berpikir untuk beralih ke kain satin, sifon, dan organdi yang lebih banyak tersedia di pasaran.
Meski tak memiliki keterampilan menjahit, Astrid (31) nekat membuat jepit rambut anak-anak dan bando untuk bayi. Modelnya, mencari dari internet. "Sebenarnya menjahit tangan, saya bisa. Tetapi kalau bando, kan, tetap butuh tukang jahit. Jadi saya serahkan ke tukang jahit," terang Astrid yang semula adalah karyawan di sebuah baby spa.
Dari pekerjaan itulah ide membuat jepit rambut anak timbul. Kala itu, katanya, Astrid tengah membutuhkan aksesori untuk bayi tetapi tidak pernah menemukan yang sesuai selera. Rata-rata jepit dan bando itu bikinan Cina dan terkesan murah.
Namun, sekali lagi Astrid harus menerima kenyataan, bahan baku pita yang terbaik masih yang impor. Tetapi untuk bando, ia sudah bisa memakai kain lokal. Akan tetapi, yang lokal pun amat tergantung pada kainnya. menurutnya, harus raba dulu bahannya seperti apa. "Kalau cocok, bisa pakai. Tapi terkadang saya kuatkan di desain dan warnanya agar terlihat tidak lokal dan lebih mewah," tutur Astrid yang menjual produknya lewat www.lil-dot.com
Meski produknya dijual di mal, kata Astrid, harga yang ia tawarkan masih terjangkau. "Saya tidak terbebani pikiran ingin mengambil untung banyak, kok. Saya tidak mau ibu-ibu berpikir terlalu lama untuk memilih jepit atau bando produk saya."
Astrid yakin, ibu-ibu lebih banyak yang suka bereksperimen pada anak-anaknya. Misalnya, "Bajunya merah, jepit rambutnya merah juga. Bagaimana bila bajunya ada 10 dengan warna berbeda? Makanya saya tidak mau jual mahal-mahal. Saat mal ramai dikunjungi orang, pasti banyak yang beli produk saya. Kalau sepi, ya, ikut sepi. Untuk menarik pembeli, saya bikin kemasan menarik," papar Astrid yang belum ingin membuka toko sendiri. Alasannya, "Masih mengembangkan jaringan dulu."
Saran Astrid, bagi pemula yang ingin berbisnis produk seperti dirinya, jangan ragu untuk memulai. Asal rajin membuka majalah atau buka internet, pasti bisa. "Begitu ada peluang, ambil saja, jangan banyak mikir lagi. "
Nove/ bersambung
KOMENTAR