Dibukanya jembatan Suramadu (penghubung antara kota Surabaya dan Madura) menjadi berkah tersendiri bagi Musliha (42). Betapa tidak, delapan tahun lalu, ketika ia mulai berjualan nasi plus bebek goreng/bakar, pembelinya hanya beberapa orang saja. Satu ekor bebek pun belum tentu habis dalam sehari. Bahkan, bangunan warung kecil itu hanya memiliki beberapa tempat duduk. Pembeli yang sedikit itu pun masih melancarkan kritik pedas. Di antaranya, soal rasa. Maklum, kala itu Musliha belum paham cara mengolah bebek yang benar.
"Mereka bilang bebek olahan saya kurang ini, kurang itu. Tapi itu tidak masalah, justru itu saya jadikan masukan berharga," ujar Musliha. Dari kritikan itu kemudian dia menemukan formula bumbu yang pas dan disukai pelanggan hingga jadi seperti sekarang ini.
Usaha keras Musliha memperbaiki resep dan cara pengolahan bebek berbuah manis. Lambat laun warungnya didatangi pembeli. Seiring dengan itu, jembatan Suramadu tersambung dan difungsikan. Banyak warga Surabaya dan orang-orang dari luar provinsi ingin menyambangi Madura, lalu singgah di warungnya. "Dulu, sebelum ada jembatan Suramadu, pembeli yang bermobil, kan, tidak mungkin menyeberangi selat Madura hanya untuk membeli nasi bebek goreng saya. Begitu Suramadu tersambung, sudah tidak ada masalah lagi," terang Musliha yang menamai warungnya Warung Special Bebek Sinjay.
Kini, Musliha bisa menghabiskan minimal 500 ekor bebek atau 4000 porsi nasi per hari. "Kadang Ibu saya suka kasihan, ada orang yang sudah datang jauh-jauh tapi tak kebagian. Jadi meski sudah habis, ya, ditambah lagi," timpal anak Musliha, Mohammad Muhaimin.
Salah satu ciri khas nasi bebek olahan Musliha, disajikan dengan lalap dan sambal pencit (mangga muda) sebagai pelengkap. Perpaduan antara pedas dan asamnya mangga muda, serta gurihnya daging bebek, memberikan sensasi tersendiri. "Saya sengaja pakai sambal pencit sebagai daya pikat."
Gandhi Wasono M.
foto: Gandhi Wasono M.
KOMENTAR