Sejak buku itu diterbitkan, berbagai tanggapan bermunculan. Termasuk dari kalangan Istana. "Ibas (Edhie Baskoro, anak SBY dan Sekjen Partai Demokrat, Red.) dan Heru Lelono (staf ahli presiden) mengucapkan selamat. Bahkan Dino Pati Djalal (juru bicara presiden) minta dikirimi bukunya," ungkap Inu.
Saat buku itu diluncurkan, tambahnya, salah satu staf ahli mantan Wapres Jusuf Kalla mengiriminya SMS yang berbunyi, "Bukunya bagus, lucu. Saya senang tulisanmu meskipun kamu menjadi susah dengan tulisan-tulisanmu itu." Apa maksudnya? "Saya juga tak tahu maksudnya 'susah'. "
Di luar pujian, Inu juga mendapati omongan miring tentang bukunya. "Ada yang bilang, cerita kayak begitu, kok, diberitakan. Mengungkap borok dan enggak penting," kata Inu menirukan. Di salah satu bagian bukunya, Inu sempat menyentil penghuni Istana, seperti cerita tentang mobil-mobil mewah di sana yang ternyata berdampak kepada pemiliknya.
"Ada yang SMS, 'Gara-gara bukumu, aku disuruh Beliau mengganti nomor mobil'. Dia enggak menjawab siapa yang dimaksud 'Beliau'," ungkap Inu lagi.
"Entah itu dampak baik atau buruk, penting atau tidak." Toh, Inu tak kecil hati. "Yang penting saya lega telah mengungkapkan kegelisahan saya. Saya hanya berbagi. Silakan menafsirkan sendiri. Masing-masing punya perspektif, tergantung pandangan politik tertentu. Jika ada pertentangan, wajar saja. Kan, saya tak bisa menyenangkan semua orang."
Kini, Inu tengah sibuk menyiapkan buku-buku selanjutnya yang katanya bakal lebih seru. "Akan menambah kegelisahan. Orang mungkin akan terperangah, rupanya presiden dekat dengan pengusaha anu. Sementara tentang JK, di tengah ketidaksukaan orang terhadapnya, tapi banyak yang inspiratif," ungkap Inu yang masih punya obsesi untuk sekolah lagi.
Rencananya, buku Pak Beye dan Politiknya akan beredar akhir September, dilanjutkan dengan Pak Beye dan Kerabatnya, serta Pak Beye dan Keluarganya, akhir Oktober.
Belum lagi membuka lembar demi lembarnya, baru melihat sampulnya saja, buku Inu sudah bisa memancing senyum. Bagaimana tidak. Di sampul belakang buku, terpampang foto SBY sedang menghadap mikrofon yang dibungkus plastik. Entah apa alasannya sampai mikrofon itu harus dibungkus plastik.
Foto lainnya menunjukkan sebuah rak yang berisi deretan sepatu. Semua sepatu itu terbungkus rapi dalam plastik kresek warna putih. Itulah sepatu para tamu istimewa yang datang ke istana. Soal tas kresek sebagai sarung sepatu, mungkin suapaya tak terlihat apa mereknya. Maklum, Pak Beye rajin menyerukan agar bangsa ini selalu memakai dan menyintai produk dalam negeri.
Masih tentang sepatu, ada pula sederet sepatu yang "telanjang" alias tanpa bungkus plastik sehingga bisa dengan leluasa diintip mereknya. Khusus untuk halaman yang menyajikan dua foto soal sepatu ini, Inu memberi judul "Mencari Cesare Paciatti" (merek sepatu pria terkenal dari Italia), yang katanya pernah dipakai mantan Kapolri saat bertandang ke istana.
Di bagian lain, Inu mendapat obyek foto yang tak kalah unik. Seperti kita ketahui, tubuh Pak Beye tinggi besar. Jadi, bisa dibayangkan, ukuran kasurnya pasti besar demi dapat menampung tubuhnya. Nah, sekali waktu Pak Beye pindah rumah. Tidak jauh-jauh, masih dalam kompleks yang sama. Persisnya, dari Istana Merdeka ke Istana Negara. Menurut informasi yang Inu dapatkan, sebagian atap di Istana Merdeka sudah rapuh karena rayap dan perlu direnovasi, karena itu harus boyongan. Yang menggelitik dari cerita ini adalah jepretan Inu yang menggambarkan beberapa orang sedang menggotong kasur tebal yang biasa ditiduri Pak Beye. Ukurannya besar sekali sampai-sampai harus digotong oleh empat orang.
Bahkan untuk urusan cubluk yang meluap, juga tak luput dari kejelian mata Inu. Ketika cubluk di istana meluap, Inu mengabadikannya hingga seolah-olah aroma busuknya ikut meluap dari bukunya. Sepanjang sejarah, peristiwa ini konon baru pertama kali terjadi di kompleks Istana. Persisnya cubluk yang berada di area Kantor Presiden. Untuk mengantisipasinya, mobil khusus penyedot tinja milik pemda sengaja didatangkan ke istana. Foto-foto tadi memang menjadi jawaban mengapa Inu dianggap jeli "mencuri" momen untuk diabadikan. Momen yang katanya tidak pernah disiapkan alias spontan.
Selain foto, kisah yang disampaikan Inu juga sayang untuk dilewatkan. Di buku setebal 250 halaman dan dibagi dalam enam bab ini, Inu menyelipkan aneka kisah menarik. Simak saja soal kegiatan Bu Ani, istri-istri menteri dan pejabat penting negeri ini yang diberi tajuk "Kegiatan Puan-Puan di Istana". Apa saja kegiatannya? Inu menulis, Bu Ani merupakan pemrakarsa terbentuknya SIKIB (Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu). Kegiatannya, terutama di bidang sosial dan kesejahteraan. Ada pula acara rutin yang dinamakan coffee morning. Acaranya macam-macam, antara lain mengundang para istri kepala daerah untuk memperkenalkan produk kuliner setempat, kain, serta kerajinan khasnya. Karenanya, acara pergelaran busana pun kerap dilakukan di sana.
Cerita lainnya, soal patung-patung tanpa busana karya seniman ternama di Istana Bogor (istana lain yang juga sering dijadikan lokasi kegiatan kenegaraan yang tentunya melibatkan Pak Beye). Ternyata, selama kepemimpinan Pak Beye, patung-patung wanita koleksi mantan Presiden Soekarno itu tidak boleh dibiarkan bugil. Jika sedang digelar acara di sana, patung-patung tadi didandani dengan kain batik untuk menutup auratnya.
Tak kalah menariknya ketika Inu juga menampilkan sosok-sosok "bukan VIP" yang ada di istana, seperti Pak Apiaw, tukang pijat pribadi Pak Beye. Bahkan ketika Pak Beye sedang berada di Cikeas pun, Pak Apiaw yang katanya di KTP bernama asli Sulaiman ini, siap siaga bila sewaku-waktu dibutuhkan untuk mempraktikan pijatan mautnya agar Sang Presiden senantiasa relaks. Atau cerita soal Bu Budi, tukang masak keluarga Pak Beye asal Semarang yang sangat mengidolakan artis cantik yang terkenal dengan jargon "No comment"-nya itu.
Nah, kisah menarik apa lagi yang Inu rekam selama bertugas di istana? Apakah tahi lalat Pak Beye yang berada di dahi kanannya benar-benar sudah hilang, sehingga wajah Pak Beye semakin sempurna saat difoto wartawan dari berbagai sudut? Rasa-rasanya Anda harus mulai membacanya sendiri agar seluruh ceritanya bisa dinikmati secara lengkap. Selamat senyum-senyum sendiri!
Ahmad Tarmizi, Intan
KOMENTAR