Hipnotis. Kata ini jadi begitu beken belakangan ini. Seorang ahli hipnoterapi, Mardigu Wowiek Prasantyo, menjelaskan, sebetulnya hipnotis adalah ilmu mengendalikan pikiran bawah sadar manusia. Yang berasal dari Barat disebut hipnotis sementara dari Timur disebut gendam. "Cara kerjanya beda tapi efeknya sama, yaitu membuat orang tidak sadar alias trance sehingga bisa dipengaruhi. Hipnotis diungkapkan dengan verbal atau disampaikan dengan kalimat sugestif, sedangkan gendam lewat gerakan seperti menepuk korban."
Ilmu gendam, kata Mardigu, sudah dikenal masyarakat kita ribuan tahun lalu. Untuk menguasai ilmu ini, seseorang mesti melakukan puasa, bertapa, berendam di air, dan seterusnya. "Yang dibentuk adalah aura getaran dia. Jadi, dia membentuk aura. Nah, karena dia memiliki wibawa, orang jadi bisa dibikin tunduk. Meski ada kesan unsur magisnya, sebenarnya tidak. Dia tetap menggunakan kekuatan dirinya." Jadi, ketika korban ditepuk, kaget, lalu "kosong", barangnya dirampas.
Ada pula yang disebut sleeping hypnosis alias dihipnotis dalam keadaan tidur dan juga walking hypnosis. "Mata terbuka, tapi ia masih bisa dipengaruhi. Meski tampaknya terjaga, ia dalam keadaan trance.'' Di sini, lebih digunakan bahasa verbal untuk mempengaruhi orang. "Kalimat yang disampaikan sanggup memberi sugesti tertentu kepada yang dihipnotis."
Intinya, kata Mardigu, tidak sulit mempelajari hipnotis. "Ini ilmu sederhana yaitu menyusun kata-kata untuk mempengaruhi seseorang. Nah, lewat kata-kata itu, yang penting adalah respons orang yang menerima." Di sisi lain, meski mudah, "Hipnotis tidak bisa dipelajari mereka yang tunarungu dan ber-IQ rendah karena akan sulit konsentrasi, kemampuan verbalnya juga kurang."
Mungkin karena mudah dipelajari, hipnotis sering digunakan untuk tindak kejahatan. "Orang dibuat tidak sadar kemudian barang berharganya dibawa kabur." Padahal, lanjut Mardigu, sesungguhnya manfaat hipnotis amat banyak. Bisa untuk mendidik anak, membuat keluarga bahagia, prestasi kerja meningkat, kepercayaan diri bertambah, dan sebagainya. "Beberapa tahun belakangan ini, dari hampir 3 ribu alumni yang belajar ke saya, 60 persennya adalah kaum wanita. Rata-rata ingin pasangannya jujur. Bagi istri, hipnotis bisa membuat pasangannya setia. Ketika akan selingkuh, misalnya, si suami akan ingat anak dan rumah. Ketika itu terjadi, dia tidak akan selingkuh, bahkan ada kemungkinan ia tidak bisa ereksi. Ini manusiawi," jelas Mardigu yang sering diminta bantuan polisi untuk ikut mengungkap kasus kejahatan.
Yang penting adalah bagaimana komunikasi verbal ini dibangun istri untuk mempengaruhi suaminya. "Tekniknya bisa dipelajari. Lucunya, otak manusia itu justru akan ingat sesuatu yang dilarang. Misalnya, sang istri berkata, 'Awas, Papa jangan ingat Susi, mantan pacarmu itu.' yang terjadi justru si suami bakal mengingat Susi. Sebenarnya, cara seperti itu malah salah."
Hipnotis juga bisa membantu orangtua mendidik anak. Mardigu memberi ilustrasi, sekarang ini dalam sehari anak menerima 3.000 data per hari. Mulai dari informasi internet, teve, Facebook, omongan tetangga, sekolah, dan segala macam informasi. Saking banyaknya, anak jadi bingung. "Dulu, paling anak hanya menerima 500 data per hari sehingga kesannya anak zaman dulu lebih penurut."
Salah satu contoh, ketika orangtua bilang, "Ayo, belajar!", belum tentu si anak akan segera melakukannya karena ia lebih senang nonton film kartun. Nah, hipnotis bisa membantu anak lebih fokus. Kata "ayo, belajar!" kata Mardigu, sebenarnya adalah kata sugesti. Padahal, dalam teknik hipnotis, "Sugesti berada di urutan keempat. Yang pertama adalah fascinate, induksi, repeat, baru sugesti."
Jadi, yang seharusnya dilakukan adalah mengatakan, "Hai anak pintar, katanya mau jadi dokter." Anak akan menjawab, "Iya, Ma." Nah, ketika dipuji, anak dalam fase fascinate. Setelah itu, sang ibu dianjurkan melanjutkan dengan kalimat, "Jam segini dokter, kan, biasanya belajar. Makanya, ayo sekarang belajar!"
Begitulah, bahasa sangat penting dalam hipnotis. "Untuk menghipnotis, harus tahu pola bahasa orang yang akan dihipnotis."
Henry Ismono / bersambung
KOMENTAR