Rendang Udang Galah
Sejak tujuh tahun lalu, setiap Ramadan tiba, Reno Andam Suri (39) berbisnis lauk-pauk kering, khususnya rendang. Sejak bisnis dibuka, pembeli sudah membanjir. Malah, tiga tahun terakhir ini rendang bikinannya yang berlabel Uni Farah juga ramai dipesan orang di luar bulan Ramadan.
"Dulu, tiap bulan puasa saya suka bikin aneka masakan, lalu dibagikan ke teman-teman. Suatu kali, saya bikin rendang dalam bentuk parsel. Ternyata mereka suka dan malah pesan untuk parsel Lebaran. Sejak itulah saya mulai membisniskannya," papar Andam menceritakan ihwal berbisnis rendang.
Mantan pegawai di perusahaan periklanan ini mengaku, awalnya menerima pesanan 40 kg daging dan paru untuk 40 parcel. "Saya enggak menyangka akan mendapat order sebanyak itu. Makanya, saudara-saudara yang sedang libur pun saya minta untuk membantu."
Sejak itulah, rendang yang resepnya diperoleh dari warisan turun-temurun itu makin banyak dipesan orang. Kini, perempuan asli Padang ini sudah punya lima pegawai ditambah tiga tukang ojek sebagai tukang antar pesanan. Maklum, area pengantaran Uni Farah kini meliputi Jadetabek. Rendang yang ditawarkan pun tak lagi rendang daging dan paru. Ia juga membuat rendang udang, rendang kentang, dan rendang tacabiak alias daging suwir. Ini rendang varian terbaru.
Untuk rendang udang, Andam menggunakan udang galah. "Ketika dijadikan rendang, udang memiliki nilai rasa tersendiri," jelasnya. Keistimewaan lainnya terletak pada cara memasaknya yang masih menggunakan kayu bakar. Selain itu, rendang juga dikemas dalam plastik kedap udara. Sehingga, usianya lebih tahan lama. Bila kemasannya belum dibuka, bisa tahan lebih dari seminggu. "Bila disimpan di kulkas, bisa lebih dari sebulan. Terlebih bila disimpan di freezer, bisa tahan enam bulan. Nah, kalau hendak disantap, tinggal memanaskan kembali bersama plastiknya," terangnya.
Ramadan tahun ini Andam mendapat pesanan 20 kg/hari, atau dua kali lipat dari hari biasa. Ia juga sudah memasarkan rendangnya ke seluruh Indonesia. Selain ikut pameran, ia menjual rendangnya lewat web www.rendangunifarah.com.
Dua tahun sudah Widya Zulkarnaen (35) memulai usaha pembuatan lauk kering. Berawal dari keinginannya memulai usaha rumahan, ibu dua anak ini mulai menggali hasratnya terhadap dunia kulinari yang terpendam. "Saya adalah lulusan SMK Tata Boga di Malang, Jawa Timur. Lalu kuliah di Fakultas Komunikasi Universitas Muhammadiyah, Malang, Jawa Timur dan sempat menjadi wartawan di beberapa media online. Teman-teman yang tahu saya suka memasak sering pesan makanan ke saya. Dari sini terpikirkan, mengapa tidak menjadikan hobi ini sebagai usaha?" ungkap Widya.
Tahun 2008, Widya hamil anak kedua. Ia pun memutuskan berhenti kerja lalu membuka bisnis kuliner. Usahanya didukung suami. Widya mulai memasarkan berbagai produk bikinannya. Yakni kering kentang, kering ebi dan teri medan, serta varian kering tempe dan serundeng. "Alhamdulillah, responsnya baik. Semakin lama pelanggan saya semakin banyak. Orang yang hendak menunaikan ibadah haji pun memesan lauk kering bikinan saya. Mereka suka produk saya karena tanpa bahan pengawet," tuturnya senang.
Widya menekankan produknya diolah serba natural. Misalnya, gula yang ia pakai adalah gula jawa. Meski tanpa pengawet, lauk kering ini awet hingga satu bulan. Rahasianya? Seminggu sekali makanan itu harus disangrai alias dipanaskan tanpa minyak. "Kalau terus ditaruh d alam toples, ya, bisa tengik juga."
Kini, konsumennya tak terbatas teman sendiri. Teman suaminya pun banyak yang membeli untuk dibawa ke luar negeri. Misalnya, dibawa ke Malaysia dan Doha. "Produk saya pasti beda dengan yang lain. Contohnya serundeng. Kelapa yang saya gunakan bukan kelapa tua, melainkan kelapa muda. Tidak seret dan rasanya lebih enak," ujar Widya berpromosi.
Perbedaan lainnya, "Saya membuatnya sesuai pesanan. Jadi tidak ada stok, sehingga makanannya tidak tertahan lama di rumah. "Saya memakai sistem kuota. Kalau pesanan sudah banyak, baru dibikin. Begitu selesai dibikin, langsung kirim. Dengan begitu saya juga bisa menjaga kesegaran makanannya," terang perempuan yang memiliki usaha sampingan lain, membuat nasi tumpeng dan aneka kue jajanan pasar.
Dengan menggunakan label Dapur Cabi untuk usahanya. Kini produknya makin dikenal orang. "Sebetulnya, Cabi itu akronim nama kedua anak saya, Caliph dan Rubina," imbuhnya.
Saran Widya bagi yang ingin membuka bisnis serupa, jangan berhenti belajar dan jangan takut menerima kritik. "Dengan begitu, kita akan terus terpacu berinovasi dan maju.
Hasuna Daylailatu, Edwin Yusman F / bersambung
KOMENTAR