Kamis pagi (19/8), Kang Ibing bersama supirnya berangkat ke Sumedang. Di kampung halamannya itu, ia memang memiliki sebuah rumah. "Katanya mau beres-beres rumah di Sumedang sekaligus ngabuburit," kata anak sulungnya, Dikdik.
Tak ada yang menduga, sekembalinya ke Bandung, Kang Ibing terjatuh, tak sadarkan diri, lalu meninggal dunia dalam perjalanan ke rumah sakit. Penyakit jantung ditengarai sebagai penyebab kematian seniman kawakan ini. Begitu jenazahnya tiba di rumah duka, kawasan Buah Batu Bandung, ratusan pelayat datang memberi penghormatan terakhir. Semua berduka. Karangan bunga pun datang silih berganti.
Bak Dodol
Sejuta kenangan dialami Aom Kusman bersama Kang Ibing yang pernah tergabung dalam grup lawak De Kabayan's. "Sekarang tinggal saya sendiri. Yang lain, seperti Ujang, Sofyan Hargono dan Suryana Fatah (Koh Holiang, Red.) sudah meninggal dunia," ujar Aom sedih.
Aom mengenang sosok Kang Ibing sebagai orang yang konsisten dan penuh canda. "Saya kenal dia ketika kami sama-sama menjadi mahasiswa di Unversitas Padjajaran. Saya di Fakultas Hukum, Ibing di Fakultas Sastra Rusia. Kalau saya dan dia ketemu, apapun acara dan situasinya pasti jadi ramai karena canda dan tawa. Mungkin karena kami sudah bisa membaca pikiran masing-masing, jadi tek-tok-nya gampang. Dia paling bisa memanfaatkan situasi, dia cerdas. Dia bisa membuat situasi lawakan yang bisa diterima orang banyak. Bahkan dia satu-satunya komedian yang saya kenal bisa memarahi orang tapi orang yang dimarahi malah tertawa."
Selain kerap bekerja sama secara profesional, keduanya juga memiliki hubungan pertemanan yang sangat erat. "Kami bagai dodol," imbuh Aom sambil tertawa. "Kami sangat akrab, sering bertemu, ngobrol dan becanda. Namun, tetap ada beberapa perbedaan antara kami."
Tak ada yang menyangkal, Kang Ibing adalah komedian hebat. Bahkan ia sudah dianggap sebagai salah satu "ikon" Bandung, juga Jabar. Kendati begitu, beberapa belas tahun silam, saat menceritakan kisah hidupnya kepada NOVA, ia berujar, tak ingin salah satu dari tiga anaknya menjadi pelawak. "Biar bapaknya saja," katanya dengan gayanya yang lugu tapi kocak.
Kepada anak-anaknya, Kang Ibing selalu menaruh asa agar mereka menjadi anak yang saleh. Agama, katanya suatu ketika, adalah landasan hidup yang paling utama. Mungkin karena itu pula, Kang Ibing memiliki mimpi membangun pesantren di Sumedang. Sayangnya impiannya itu belum sempat terwujud.
Selain itu, Kang Ibing juga kerap diminta menjadi pendakwah. Pernah, kisah Kang Ibing suatu ketika, ia diminta memberi dakwah di sebuah acara sunatan. "Tapi anak yang disunat menangis terus. Ternyata dia ingin melihat saya pakai baju Kabayan, dengan topi yang dimiringkan. Semula saya menolak, ini, kan, bukan lawakan. Tapi si anak tak berhenti menangis. Terpaksa saya meladeni permintaannya, dengan syarat sebentar saja. saya hanya memiringkan peci saya. Eh, anak itu berhenti menangis. Setelah itu saya pakai baju pendakwah lagi."
Jumat pagi, jenazah Kang Ibing dibawa ke Sumedang untuk disemayamkan di pemakaman keluarga di Gunung Puyuh. Entah, apakah jenazahnya disemayamkan lebih dulu di kediamannya di Sumedang, yang sempat ia beresi pagi hari sebelum Kang Ibing dipanggil Sang Khalik.
Selamat jalan Kang Kabayan...
Edwin Yusman
KOMENTAR