Sementara di kawasan Depok, tepatnya di belakang Terminal Angkutan Kota Depok. Terletak tumpukan peti kemas hijau. Masyarakat sekitar mengenal gedung itu dengan sebutan "Master". Nurrohim (39) adalah orang yang bertanggung jawab atas berdirinya gedung tadi.
"Master itu singkatan Masjid Terminal. Kami memang mengawali semua kegiatan dari masjid," terang pria yang biasa disapa Bang Rohim ini sambil tersenyum.
Kehidupan jalanan sudah dilakoni Rohim sejak masih belia. Beruntung, kedua orangtuanya menyelamatkannya dari kehidupan keras dan mengirimnya ke sejumlah pesantren di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Begitu lulus pesantren, Rohim kembali ke kehidupan lamanya.
"Bukan untuk kembali menggelandang. Saya ingin bantu teman-teman biar pintar. Saya berharap mereka bisa mengubah hidupnya," beber Rohim, yang oleh Aparat Keamanan pernah dicap Raja Preman karena sering membantu pemulung, kernet, pengamen, penjual asongan, pedagang kaki lima dan preman ketika mereka berhadapan dengan hukum.
Berawal dari obrolan bersama teman-temannya, Rohim lalu membuat sekolah gratis. "Teman-teman tak ada yang mau anaknya seperti mereka. Tapi untuk sekolah, butuh biaya tak sedikit. Kebetulan di Terminal Depok banyak mahasiswa, yang terpaksa mengasong dan tinggal di masjid. Saya ajak mereka menurunkan ilmunya ke anak-anak jalanan. Alhamdulillah tanggapannya positif. Kami membentuk Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)."
10 tahun berjuang, kini murid PKBM Master sudah punya ribuan murid. Mulai dari tingkat TK sampai SMA. "Di antara mereka ada yang sudah bekerja di dalam dan luar negeri. Bahkan kuliah di berbagai universitas swasta dan negeri. Kuliahnya pun gratis," terang Rohim yang juga membantu lulusan Master mendapat pekerjaan.
Sekolah Master punya dua sistem pendidikan: dengan sistem TKBM berstandar nasional dan menginduk pada SMPN 10 Sawangan dan SMAN 5 Sawangan Depok. Khusus SD Master, hanya menyediakan sistem Kejar Paket A. "Tapi ada juga Kejar Paket B dan C," jelas pria berdarah Tegal itu.
Kondisi sekolah yang terkesan "darurat" ternyata bukan halangan untuk berprestasi. Dua siswa Master pernah mendapat penghargaan tingkat nasional di olimpiade akademis bidang Matematika dan IPA tingkat nasional.
Hebatnya lagi, untuk membiayai Sekolah Master, Rohim tak mengandalkan bantuan swasta ataupun pemerintah. Melalui Yayasan Bina Insan Mandiri yang dibentuknya, Rohim berhasil melebarkan sayap Master.
Bila awalnya kegiatan Master dilakukan hanya di sekitar Masjid Al Muttaqien, Terminal Depok, "Kini kami punya lahan sebesar 5.000 meter. Lahan ini kami gunakan sebagai ruang kelas, Lembaga Bantuan Hukum, klinik, asrama bagi siswa yang tak punya rumah, dapur umum, kantor yayasan dan komunitas."
Apa yang dilakukan Rohim selama 10 tahun terakhir ini juga berhasil mengubah imej terminal yang menyeramkan menjadi aman, nyaman dan tertib. "Ini adalah bukti dari pentingnya pendidikan," tukas Rohim yang bangga bisa melihat anak didiknya berhasil keluar dari kemiskinan dan kebodohan.
Edwin Yusman F.
KOMENTAR