Untuk sementara, ketakutan Ade bakal sedikit terobati karena sekolahnya berjanji tidak akan mengeluarkannnya akibat kejadian ini. Para guru pun sangat bisa memaklumi musibah yang menimpa perempuan yang masih di bawah umur ini.
"Bayangkan, selama sembilan bulan dia menyimpan rapat-rapat semua penderitaannya itu tanpa memberitahu ke siapapun. "Kalau membayangkan itu, saya rasanya mau nangis. Betapa kasihannya murid saya ini. Sejak SMP dia sudah mengandung dan menyimpannya rapat-rapat," kata Dyah Susyanie, guru Bimbingan dan Konseling di sekolah Ade. Ia dan guru lain akan menjenguk Ade untuk memberi dukungan moral.
Dalam kasus Ade, menurut Dyah, kesalahan tidak bisa begitu saja seluruhnya ke Ade. "Ini bukan kesalahan Ade semata, melainkan juga orangtua dan lingkungan." Yang jelas, tutur Dyah lebih lanjut, pada dasarnya Ade termasuk siswi yang cukup cerdas. "Memang karakaternya tertutup dan pendiam."
Baru belakangan seisi sekolah menyadari, sejak diterima sebagai siswa baru kemudian dilanjutkan dengan kegiatan masa orientasi siswa lalu mengikuti pelajaran, "Biasanya dia sengaja menutup bagain perutnya dengan rambutnya yang panjang. Mungkin itu sebagai salah satu siasat untuk menututpi kehamilannya."
Di luar perbuatannya yang tak terpuji karena membuang darah dagingnya sendiri, penderitaan Ade yang masih belia memang amat berat.
Adalah Sri Ngatemi, bidan yang dimintai jasanya untuk memeriksa seluruh siswi di sekolah Ade setelah kejadian penemuan bayi di WC guru, yang akhirnya berhasil menyibak misteri siapa ibu si bayi.
Selain sempat "sembunyi" untuk menghindar dari pemeriksaan, "Saya curiga melihat Ade yang sepertinya baru saja bersalin. Kalau dilihat secara fisik, perutnya sama sekali tak ada perubahan. Tapi begitu diraba, saya mulai curiga sebab dua jari di atas pusar agak sedikit mengeras. Itu menandakan dia mengalami infeksi," kata Sri saat ditemui Kamis (29/7).
Ade pun diminta melepas seragamnya. "Begitu ia membuka bajunya, saya langsung yakin bahwa dia habis melahirkan karena payudaranya ketika saya tekan sedikit, keluar air susunya," kata bidan yang sudah berpraktik selama 31 tahun itu.
Untuk lebih memastikan lagi, Sri kemudian meminta Ade melepas celana dalamnya. "Semula dia sempat berdalih sedang menstruasi, tapi dengan bahasa yang halus saya tetap membujuk agar ia menurut." Kecurigaan Sri pun semakin terbukti ketika ia melihat ada darah sisa persalinan di pembalut wanita yang dipakai Ade.
Sri kemudian memanggil Dyah Susyanie, guru Bimbingan dan Konseling (BK) sekolah, lalu menjelaskan hasil pemeriksaannya. Meski semula agak berkelit, namun dengan pendekatan keibuan, Ade yang baru 10 hari menjadi siswa SMA di situ, akhirnya mengaku, "Ya, Bu, tapi saya melahirkannya di rumah."
Cerita pun kemudian meluncur dari mulut Ade bahwa ia terpaksa membuang bayi di sekolah karena bingung bercampur takut. Termasuk takut dikeluarkan dari sekolah. Ade juga berkisah, bayi itu dilahirkan saat ia ingin buang air kecil. Begitu keluar, bayi tersebut sempat dibersihkan kemudian bergegas dibawa ke kamar tidur. Dalam keadaan panik itu, antara ari-ari dan tali pusar ditarik begitu saja hingga putus. "Kata Ade, ia melihat bayinya tersengal-sengal ketika keluar dari rahimnya."
Ketika akhirnya bayi itu tewas, jasad serta ari-arinya dibungkus tas plastik, "Lalu dibawa ke sekolah dan dibuang di gudang sebelah kamar mandi."
Gandhi M Wasono
KOMENTAR