Sebuah ruang di kantor Polrestabes Surabaya, disulap menjadi kafe. Rabu (7/7) itu, digelar rekonstruksi kebakaran cafe RedBoxx, Kamis (24/6), yang menelan korban 11 jiwa. Di sela-sela rekonstruksi, Ino, pemuda yang ditengarai menyebabkan terbakarnya cafe, bertutur, "Malam itu saya datang dengan teman-teman. Kami langsung naik ke lantai tiga dan menempati tiga meja. Saya minum wiski sampai mabuk."
Mahasiswa Fakultas Hukum sebuah universitas swasta di Surabaya ini kemudian memesan lagu. "Sorry, Mas, permintaannya enggak bisa dipenuhi," kata si pemutar lagu. Ino jadi jengkel. Apalagi, sampai acara bubar, pesanan lagunya tak juga diperdengarkan.
Sambil sempoyongan, kata Ino, ia dan kawan-kawannya turun ke lounge. Sambil bersandar di sofa, "Saya memainkan korek api gas di sofa." Api memercik di sofa tapi tak dihiraukan Ino. "Ketika sofa terbakar, saya turun. Sungguh, saya tak bermaksud membakar kafe. Saya pikir, ada yang memadamkan api."
Apa mau dikata, api merambat cepat dan menyambar ke mana-mana hingga kemudian seluruh gedung dan isinya habis dilumatnya. Saat nyala api mulai membesar, kisah Ino yang terancam hukuman 20 tahun penjara, "Saya sempat mendengar suara kaca pecah dan nyala api yang besar. Waktu itu, saya dan teman-teman memang sempat duduk di luar, tak langsung pulang." Melihat api membumbung tinggi, "Kami langsung kabur," kata Ino yang tak putus menyesali perbuatannya. "Apalagi sampai 11 korban meninggal," ujarnya sambil menunduk.
Sedalam apa pun penyesalan Ino, tak akan pernah bisa mengembalikan Hari Purnomo Sidi (33) ke tengah keluarganya. Pramusaji di RedBoxx ini meregang nyawa karena terkurung api dan asap tebal, sementara sang istri, Sukiswati (42), menunggunya di rumah kontrakan mereka.
"Biasanya dia enggak pernah pulang telat. Bahkan, sampai jam 06.00, Mas Hari belum pulang juga. Padahal, kami sudah berbagi tugas ke sekolah anak karena jamnya bersamaan. Saya ambil rapor si sulung Aldi yang naik kelas 5 SD, Mas Hari ke sekolah Alfin, acara perpisahan TK," tutur Sukis yang pagi itu terus mencoba menghubungi Hari lewat HP tapi tak kunjung berhasil.
Belakangan Sukis mendapat kabar buruk itu. "Begitu dengar tempat kerja Mas Hari terbakar, saya langsung menangis dan lemas. Pasti terjadi apa-apa dengan dia. Kalau dia selamat, dia pasti menghubungi saya," katanya. Sukis pun makin miris saat melihat kafe itu sudah hangus. Oleh petugas, Sukis disarankan ke RS Bhayangkara, tempat para korban dievakuasi. "Saya masih berharap Mas Hari selamat, tapi ternyata..."
Henry Ismono/ bersambung
KOMENTAR