Selain itu, tiap pukul 13.00, Aka diberi terapi di tangan, kaki, dan jari-jarinya, yang digerak-gerakkan untuk merangsang respons. Tiap dua jam sekali perawat akan membalikkan tubuhnya agar tak terus pada posisi tidur terlentang.
Begitulah, setiap hari sepulang kantor, aku langsung ke rumah sakit dan tidur di ruang tunggu bersama keluarga-keluarga lain. Ruang tunggu keluarga di malam hari tak ubahnya kapal Tampomas saja. Aku tak pernah sendirian, selalu ada kerabat dan taruna STPI, kawan Aka, yang menemaniku. Selama ini pun STPI menanggung semua biaya pengobatan anakku.
Entah kapan anak bungsuku akan segera sadar. Dokter pun tak bisa memprediksi apakah ia bisa sadar atau kapan ia bisa sadar. Dia bisa bertahan hingga saat ini saja sudah hebat sekali! Saat ini, kami semua hanya bisa menunggu dan berharap. Doaku setiap hari, jika ia sadar, Tuhan menyembuhkannya. Kalaupun ia harus pergi mendahuluiku, semoga Tuhan membukakan pintu surga untuk anakku tersayang.
SITA DEWI
KOMENTAR